I. liburan

170 18 2
                                    

Jaemin tersedak kopinya, bahkan ia bisa merasakan kopi panas itu keluar dari lubang hidungnya. Ia menatap tak percaya pada Renjun yang berdiri tersenyum di depan pintu kamarnya. Beberapa menit yang lalu ia mendengar ketukan pintu, awalnya ia berfikir jika mungkin saja ibunya, atau anggota keluarganya yang lain, namun saat tak mendengar sautan dari luar Jaemin bergegas membukakan pintu, dan betapa terkejutnya ia saat menemukan sang kekasih di sana.

"Sayang?"

Renjun masuk begitu saja ke dalam kamar Jaemin, dan tak lupa membawa beberapa tas yang akan ia bawa selama mereka berlibur nanti. Pemuda manis itu duduk di tepi ranjang, dan melihat sekeliling kamar tunangannya itu. "Injunie, kenapa tak memberitahu jika akan datang?" tanya Jaemin.

"Aku sengaja." Jaemin tersenyum, lalu mencubit pipi chubby itu gemas. Renjun mengatakan jika ia tak sabar untuk berlibur, ia sudah menyiapkan keperluannya, dan karena ketidak sabarannya itu ia bahkan memutuskan untuk menginap di kediaman Na.

Renjun merentangkan kedua tangannya, Jaemin yang paham langsung saja mengangkat tubuh mungil itu ke dalam gendongannya. Renjun tertawa bahagia lalu melingkarkan kedua tangannya di bahu sang kekasih. Jujur saja Jaemin tak tahan menyaksikan kegemasan pemuda yang berada di dalam gendongan, namun ia mencoba untuk tenang dan memasang wajah setengah mungkin, meskipun di dalam batinnya ia meronta-ronta bak orang kesetanan.

Tiba-tiba keduanya mendengar suara ketukan pintu. Sepasang kekasih itu saling berpandangan melempar kebingungan, siapa yang masih terjaga di jam begini? namun saat mendengar suara nyaring dari luar, keduanya langsung tertawa. Renjun turun dari gendongan Jaemin, sedangkan pemuda Na itu berjalan untuk membukakan pintu. Jaemin melihat sosok kecil yang berdiri dengan penuh binar.

"Aku dengar dari Mommy, kalau ada Mama Injun? Papa Nana aku ingin bertemu dengan Mama Injun," ucap Sion tak sabar.

Tiba-tiba dari belakang Jaemin, Renjun muncul ia tersenyum pada anak itu. Sion semakin berbinar melihat, benar saja ada Renjun di sana. Ia berlari lalu memeluk Renjun. Itu pertama kalinya ia bertemu lagi dengan Renjun setelah dua tahun lamanya. Keduanya sudah sering bertemu sebelum Renjun menjadi tunangan Jaemin karena ia sering sekali di ajak oleh Siwon dan Yoona berkunjung ke kediaman Huang.

"Sion rindu Mama Injun," ucapnya. Ia memutuskan untuk memanggil Renjun dengan sebutan Mama Injun, karena Taeyong mengatakan jika Renjun akan menikah dengan Jaemin, yang itu berarti akan menjadi Mamanya juga sama seperti Jaemin yang ia panggil Papa Nana.

"A- Mama Injun juga rindu Sion." Renjun melepaskan pelukannya lalu memandangi wajah anak manis itu. Renjun bertanya kenapa Sion masih terjaga di jam seperti ini? dan Sion menjelaskan jika ia ingin bertemu dengan Renjun saat sang ibu memberitahunya. Renjun terkekeh. "Apa Sion ingin tidur bersama Mama Injun?" Sion melihat ke arah Jaemin seakan ia meminta izin, takut jika saja Jaemin tak mengizinkan. Namun saat melihat Jaemin yang tersenyum dan mengangguk, Sion tersenyum senang lalu mengangguk semangat. "Sion mau."

(⁠◠⁠‿⁠◕⁠)























Keesokan harinya, Jaemin maupun Renjun telah bersiap-siap, dan kini mereka tengah menunggu ketiga Lee. Selama menunggu Renjun menemani Sion bermain, sedangkan Jaemin sedang merenungi dirinya setelah membuat kekacauan di pagi hari dan berakhir ia mendapat semburan rohani dari sang ibu.

Jaemin tak sengaja menjatuhkan piring kesayangan Yoona yang seharga ginjal itu. "Jae, apa kita akan membiarkan Jaemin begitu saja. Kasihan dia," ucap Taeyong yang menatap prihatin pada adik iparnya itu. "Aku juga tidak tahu sayang, karena kalau sudah menyangkut Mommy, aku tak bisa ikut campur." Keduanya menghela nafas, ucapan nyonya besar sama sekali tak bisa di bantah.

Tak lama kemudian mereka mendengar suara Haechan, dan melihat Mark dan Jeno yang mengekor di belakangnya. Ketiganya menyapa orang tua Jaemin, juga Jaehyun dan Taeyong.

Sion menyapa ketiganya. Namun pandangan jatuh pada Haechan yang berdiri di samping Jeno. Renjun berbisik jika Haechan adalah kekasih Jeno. "Panggil dia Mommy Echan, dia kekasih pamanmu." Mendengar itu Sion langsung mendekati Haechan dan Jeno.

"Halo mommy Echan," sapanya pada Haechan. Haechan yang mendengar dirinya di panggil mommy lantas melebarkan matanya, bahkan Mark terkejut bukan main. Jeno berlutut di hadapan Sion, bertanya mengapa Sion memanggil Haechan dengan sebutan itu?

"Kata Mama Injun, Mommy Echan kekasihnya Daddy Nono, jadi Sion memanggilnya Mommy Echan." Haechan mengulum bibirnya, anak itu terlalu polos. Sedangkan Renjun tertawa melihat wajah tertekan sepasang kekasih abal-abal itu.

"Astaga harus aku jelaskan seperti apa nanti, anak ini terlalu polos, bagaiman jika ia tahu kebenarannya? aku tak bisa membayangkan wajah kecewanya," batin. Haechan, membayangkan masa depan.

"Aku masih terlalu muda untuk di panggil Mommy," cicitnya, dan itu di dengan oleh Mark dan Jeno yang memang berada di sisi Haechan.

"Semuanya sudah siap? ayo kita berangkat," ucap Jaemin.

Jaemin membantu membawakan barang bawaan Renjun, tak lupa juga miliknya, Mark membantu membawa sisanya. Berbeda dengan ketiga orang itu yang sudah berjalan keluar, sepasang kekasih Lee itu masih sempat-sempatnya berdebat.

"Aku hanya memintamu membawakan barang bawaanku, bukannya memintamu meloncat ke jurang," ucap Haechan. Namun Jeno menolak keras ucapan pemuda itu. "Yang babu di sini siapa? harusnya kau yang bawakan barangku."

Haechan menatap datar Jeno, ia menepuk bahu yang lebih tinggi dan mengatakan jika di sini mereka harus melakukan yang seharusnya, atau Mark akan curiga jika mereka hanya berpura-pura. "Aku tidak perduli." Haechan yang geram meremas kuat bahu Jeno lalu dalam secepat kilat ia tersenyum. "Kau ingin jadi pihak bawah?" Mendengar pertanyaan itu, Jeno langsung menoleh dan menatap tajam Haechan. "Makanya menurutlah pada kekasihmu."

Kemudian Haechan pergi begitu saja meninggalkan barangannya bersama Jeno. Mau tak mau Jeno mengangkat semua barang Haechan juga barangnya. "Kalau tahu aku yang jadi babu lebih baik aku tolak saja."

.

.

.

"Di mana Oppa?" tanya winter yang tak menemukan keberadaan sang kakak sejak lagi tadi.

"Injunie pergi berlibur bersama teman-temannya. Apa kau butuh sesuatu nak?" Ucap Wendy.

Winter menggeleng. Ia mendekati sang ibu lalu mengatakan jika ia akan keluar bersama Karina untuk menonton pertunjukan. Wendy tersenyum lalu mengelus kepala anak bungsunya itu. Ia berpesan pada sang putri untuk tidak pulang larut malam, dan jangan lupa berpamitan pada sang ayah.

"Baik Mama."

Setelah mendapat izin dari keduanya orang tuanya, kini winter sedang menunggu Karina.

Tak lama kemudian ia mendengar suara bel, cepat-cepat winter berjalan ke arah pintu dan membukanya. Ia tersenyum melihat Karina di sana. "Unnie." Karina memuji Winter yang tampak cantik dan manis. Winter yang mendapatkan pujian itu tentu marasa merasa malu, wajahnya bahkan sedikit merona.

"Ayo," ajak Karina.

Di dalam mobil Karina mencoba membuka suasana karena ia tahu winter akan berbicara jika ada yang mengajaknya berbicara. Winter bercerita sangat caria, bahkan ia menceritakan saat kakanya dan Jaemin yang bertunangan malam itu. Karina terkekeh mendengar tuturan kesal dari gadis itu tentang bagaimana Jaemin yang sangat menyebalkan.

"Tapi aku senang, oppa akan menikah dengan seseorang yang sangat mencintainya," ucap Winter.

"Aku juga akan sangat bahagia jika bisa menikahi orang yang sangat aku cintai," batin Karina.

....























Si cantik milik si tampan (Jaemren, Nohyuck)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang