SELAMAT MEMBACA SENGKUH ❤❤
Suasana sore begitu indah, sinar kejinggaan memasuki celah-celah kamar Bianca. Ia tersenyum setelah mengerjakan tugasnya, dengan cekatan kedua tangannya membereskan kembali meja belajarnya.
Jam menunjukkan pukul lima sore, Bianca turun bertepatan dengan Antonio yang memasuki rumah. Senyumnya mengembang, gadis cantik yang baru menginjak usia dua puluh tahun itu berlari kecil.
"Ayaahh," panggilnya riang, membuat raut lelah di wajah Antonio perlahan sirna.
"Jangan berlari, kamu bisa saja terjatuh Bia," peringatnya yang hanya mendapatkan kekehan kecil putrinya.
Bianca mengambil tas kerja Antonio, ia memeluk sekilas dengan hangat pria itu. Ayahnya, yang sangat ia rindukan.
Lantas, bagaimana dengan cerita hidup sebagai Ayudisa Citraloka itu? Apakah hal tersebut hanya sebuah halusinasi belaka? Atau memang adanya.
Bianca bingung, karena mengingat saat itu ia yang sebagai Ayudisa hanya tertidur. Khawatir akan nantinya ia malah kembali sebagai Ayudisa.
Lalu bagaimana dengan ini semua? Bianca bimbang, di sana ia juga memiliki seorang Bunda yang amat sangat baiknya, tapi di sini...
Gadis itu mendongak, menatap Antonio dengan mata berkaca-kaca.
"Ayaah," panggilnya lirih, yang membuat Antonio menatapnya khawatir.
"Bia kenapa? Apa ada yang menyakiti Bia?" tanya Antonio beruntun, namun gadis itu hanya menggeleng.
Dibawanya Bianca ke sofa, Antonio mendekap tubuh kecil itu. Ia tak banyak menuntut jika memang Bianca belum ingin menceritakan masalahnya.
"Putri Ayah lelah, ya? boleh menangis, pundak Ayah siap kapan saja Bia jadikan sandaran. Pelukan Ayah terbuka lebar untuk Bia," tuturnya seraya mengelus surai panjang putrinya.
Hati Antonio teriris melihat putrinya menangis tanpa suara, perasaannya tidak baik-baik saja. Apakah ini semua ada hubungannya dengan gumaman Nathan yang ia dengar di kantor tadi?
Antonio harus berbicara dengannya nanti.
Ia harus memastikannya, karena kebahagiaan Bianca adalah hal yang utama.
Pria paruh baya itu tersenyum lembut saat menyadari Bianca tertidur, ia menggendong putrinya itu untuk dibawa ke kamar. Membaringkannya dengan hati-hati lalu mengecup sekilas keningnya.
"Tidur nyenyak putriku," lirihnya sebelum menutup pintu kamar itu dengan hati-hati.
Antonio lantas kembali turun, ia harus menanyakan masalah ini pada Nathan. Lebih cepat lebih baik, ia sungguh penasaran.
***
Nathan, di mansionnya duduk tenang, menatap layar laptopnya yang menunjukkan kefrustasian seseorang. Bibirnya menunjukkan seringai tipis, bagaimana orang di sana menghancurkan segala barang-barang di ruangannya.
Walau tidak bisa mendengar suaranya, tapi Nathan tahu, pria itu tengah mengumpat dengan sangat marah.
Mengambil handphone-nya, Nathan mendial nomor Deo, yang langsung diangkat si empu di dering pertama.
"Halo Tuan," sapa orang di seberang sana.
"Bawa dia ke markas Deo, suruh Naren untuk menghancurkan gangster kecilnya. Ingat, jangan sampai ketahuan oleh keponakan tiri tersayangnya itu."
"Baik Tuan, akan saya laksanakan."
Tut!
Sambungan itu terputus bersamaan dengan Nathan yang menyunggingkan senyum puas. Ia tak harus menunggu waktu lebih lama lagi. Walau kematian mereka jelas tidak akan semudah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera Terbit
FantasyDi novel 'Kisah Naqila', Nathaniel Varendra adalah sosok antagonis paling kejam. Ia bahkan tak segan membunuh seseorang yang dianggap mengusik ketenangan pujaan hatinya. Selain kejam, laki-laki itu juga menyandang gelar brengsek dan bajingan. Itu di...