CHAPTER 25

48.5K 5.7K 2.1K
                                    

Happy Reading
Vote & komen~

Lingga mengantongi izin emergency leave dengan alasan yang ia buat sekenanya untuk menjemput kedatangan Aruna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lingga mengantongi izin emergency leave dengan alasan yang ia buat sekenanya untuk menjemput kedatangan Aruna. Saat Ia sampai di stasiun, kereta yang ditumpangi gadis itu masih belum tiba. Para penjemput biasanya dilarang masuk ke peron, namun aturan itu tak berlaku untuk Lingga, berkat kenalannya yang bekerja sebagai petugas internal.

Pria itu mendudukan diri di bangku panjang, memainkan ponsel sambil sesekali melirik jam. Di sela-sela waktu menunggu, seorang petugas menghampiri Lingga dan bermah tamah dengannya, mereka berbincang ringan sekadar mengisi waktu senggang. Dan sesaat Lingga takjub dengan dirinya sendiri. Sejak kapan ia jadi sesabar ini?

Selang beberap detik, gesekan logam terdengar bergemuruh, Lingga angkat kepala berikut pandangan mata yang langsung tertuju ke arah datangnya kereta. Tak butuh waktu lama sampai kendaraan panjang itu terparkir sepenuhnya, dan netra Lingga menjelajahi tiap pintu yang terbuka.

Penumpang berbondong keluar dari gerbong. Tak sulit menemukan Aruna, karena meski perawakannya kecil, gaya berpakainnya yang flowy jadi ciri khas tersendiri. Gadis itu tampak mengenakan cardigan berwarna putih tulang yang dipadu rok kain selutut. Lingga mengerjap lambat, perasaan tak biasa meletus di dadanya. Ia tak akan pernah mengakui, tapi keberadaan Aruna seperti titik tenang.

Selagi berjalan menghampiri, Lingga menyadari Aruna tidak sendiri. Mata yang tadinya bersinar penuh minat, berubah dingin ketika seorang pemuda beransel besar terlihat turun bersama Aruna. Dia tampak belia atau mungkin masih pelajar, tapi dugaan itu tak lantas menghentikan pacuan jantung Lingga yang melonjak signifikan.

Memanipulasi ekspresi agar terkesan tetap tenang, Lingga sudah dekat dan Aruna secara tak sengaja mempertemukan netra mereka.

"Eh?" Ada keterkejutan yang Lingga tangkap dari raut gadis itu sekarang.

Memangkas jarak tanpa berkata apa-apa, Lingga menyambar tas bawaan Aruna dan menangkap tangannya dalam sebuah genggaman.

Sorot mata Lingga menyapu ke arah si pemuda, sekedar saja dengan tampang culas. Meski tak ada kata terucap, kehadiran Lingga sudah cukup dominan untuk membuatnya merasa tertindas. Pemuda itu memandang Lingga dan Aruna bergantian. Kemudian sebersit kekecewaan menjejaki maniknya, menyadari bahwa gadis manis yang Ia temui dalam perjalanan nyatanya sudah 'berpawang'.

Aruna pun mengucap selamat tinggal, sementara Lingga—tanpa memedulikan perasaan si pemuda, menggiring Aruna dengan cara yang menegaskan kepemilikannya.

"Kamu diijinin masuk? Biasanya yang jemput gak dibolehin," tanya Runa sambil berusaha menyamai langkah kaki panjang Lingga.

Pria itu tidak membalas, wajahnya keruh. Aruna merengut lalu ikut membisu. Kerumunan semakin padat, berdesakan ingin keluar gedung. Langkah Aruna tersendat oleh banyaknya tubuh yang bergerak tak teratur.

Aksara LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang