Maap telat dikit, hehe. Next goal 4k vote & 1,2k komen ya.Selepas Lingga dan Shane pergi, Aruna membereskan meja bar kemudian duduk di ruang tengah ketika suara kecil dari intercom menarik perhatiannya. Dengan rasa penasaran tinggi, ia bangkit dari sofa dan melangkah menuju ke monitor.
Layar tengah menampilkan sesuatu yang membuatnya tak bisa menahan senyum—seekor kucing Persia berbulu lebat sedang mondar-mandir di depan pintu apartemen. Kucing itu sesekali berhenti, duduk dengan elegan, kemudian berjalan lagi, ekornya melambai anggun seolah sedang berpatroli sepanjang koridor.
"Ya ampun, lucunya," monolognya gemas, sambil mengintip lebih dekat ke layar.
Beberapa saat setelah menahan diri, Runa pun akhirnya tak tahan lagi. Dibukanya pintu apartemen lalu berjongkok di sana untuk menarik perhatian si kucing— yang ternyata langsung menatapnya.
"Hei sini," pancing Runa lembut. Dan seolah paham, makhluk berbulu lebat itu pun datang menghampirinya dalam langkah anggun yang sedikit angkuh.
Ah, dia begitu menggemaskan dengan tubuh gemuk serta tatapan penuh rasa ingin tahu. Runa tak tahan untuk membelai. Dan sentuhannya kontan membuat si kucing mengeong pelan, menggosokkan tubuhnya ke kaki Aruna—seolah mengundang lebih banyak perhatian.
Mereka bermain sebentar, Aruna sesekali tertawa setiap kali kucing itu berguling di lantai koridor atau mengusapkan pipi ke tangannya. Sampai momen menggemaskan itu terpecah ketika seseorang menengok dari salah satu pintu yang berseberangan dengan unit yang ditempati Aruna.
"Di sini kamu, si kecil nakal," katanya bernada ramah, sambil mendekati mereka.
Aruna yang tadinya fokus pada kucing langsung mengangkat wajah. Dan baik Ia maupun si pemilik kucing pun sama-sama terkesiap.
"Mbak Runa?" Itu Rion, pemuda yang Runa temui di kereta. "Mbak tinggal di sini?" Tanyanya setengah tak percaya, juga ada nada senang yang tak mampu disembunyikan.
"Iya sementara. Kamu?"
"Baru juga pindah, ini lagi beberes. Maaf, pintu tadi kebuka makanya dia kabur keluar."
Aruna tertawa kecil, menampilkan sederet giginya yang rapi. "Nggak apa-apa kok, dia lucu banget. Siapa namanya?"
"Bean. namanya Bean," jawab Rion.
Obrolan ringan pun mengalir. Aruna tampak santai, berbicara lewat cara serupa dengan saat mereka pertama kali bertemu di kereta. Tapi Rion tidak sebaliknya. Karena setiap kata yang dilontarkan Runa mengisi ruang hangat di hatinya. Ia bahkan sesekali tersenyum tanpa sadar, terpaku pada pesona gadis di hadapannya.
Setelah beberapa menit, Aruna pun menyudahi, berkata pada Rion untuk melanjutkan kegiatan beres-beresnya.
Rion mengangguk sambil menggendong Bean yang kini sudah duduk nyaman di tangan pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Lingga
RomanceLingga itu berandalan, liar dan serampangan, sumber kepusingan bagi Aruna, karena jabatan ketua seksi ketertiban-kerap membuatnya berseteru dengan si pembuat onar. 'Cowok tanpa masa depan' Begitu Runa melabeli Lingga saat mereka masih remaja. Sampa...