40. Bunda

25.6K 2.6K 85
                                    

SELAMAT MEMBACA SAYANGKU

"Bunda...."

"Senang ya di sana? gimana, Sayang? sudah bertemu dengan ayahmu? kamu meninggalkan Bunda sendiri."

Lirihan seorang wanita paruh baya itu begitu memilukan, ia berkali-kali mencium sebuah nisan yang bertuliskan 'Ayudisa Citraloka'

"Bahagia ya sayang? bunda akan baik-baik saja di sini. Maafkan Bunda yang selalu menyusahkan kamu."

Bianca, gadis itu menggeleng. Ia ingin memeluk tubuh ringkih itu namun tak dapat, tubuhnya seolah terkunci.

"Bunda sayang Disa, terima kasih sudah hadir di hidup Bunda. Putri kecil dan kesayangan Bunda, jika kehidupan lain itu ada, jangan pernah bosan untuk menjadi putri hebat Bunda, ya?"

Bianca terisak, ia tergugu menatap bundanya sebagai Ayudisa dulu. Ternyata di sini dia sudah tiada? Gadis itu menunduk.

"Maaf..., Bunda."

Sakit rasanya, dipermainkan oleh takdir kehidupan.

Dia menyayangi bundanya sebagai Ayudisa, namun juga sangat menyayangi Antonio ayahnya di kehidupan pertama.

Haruskah seperti ini?

"Jangan lupa datang ke mimpi Bunda ya sayang? Bunda menantikannya."

Hidup mereka dulu susah, jika ia pergi lantas bagaimana dengan kehidupan bundanya?

Bagaimana ia menjalani hari-harinya?

"Putri kecil Ayah, ayo bangun sayang. Kamu mimpi apa sampai seperti ini, hm? apa kamu di sana bertemu bundamu? jika iya, tolong katakan, jangan bawa pergi kamu, Ayah berjanji akan lebih menjagamu."

Suara Antonio terdengar, Bianca mengalihkan pandangannya, ia melihat sekitar yang tiba-tiba berubah menjadi putih.

"Bia."

Suara lembut penuh kasih sayang itu menyentaknya, Bianca menoleh, mendapati seorang wanita cantik yang amat mirip dengannya.

Bianca ingat dia...

"Bunda?"

Ibunya di kehidupan pertama.

Bianca menatap wanita cantik itu, senyumnya lembut amat menenangkan, mata teduhnya sama seperti Bianca.

"Bunda," lirih Bianca, seumur hidup, di tiga kehidupan, baru kali ini ia melihat sosok sang ibunda, orang pertama yang selalu ingin ia lihat, rindukan, dan dekap.

"Sayang, jangan menangis."

Suaranya begitu lembut, jari-jemarinya sangat halus, bagaimana cara ia mengusap air mata Bianca yang jatuh penuh kelembutan dan kasih sayang.

"Bia rindu, Bunda," lirih Bianca, ia memeluk sosok itu dengan erat. Dapat ia rasakan usapan lembut di kepalanya.

"Sayang, dengarkan Bunda." Renjana Maya Ishita, ia menangkup pipi putrinya itu dengan lembut. "Tidak apa-apa untuk sesekali kecewa. Tapi, sisakan ruang untuk memaafkan, ya?"

"Menerima takdir itu memang sulit sayang, tapi jangan pernah marah atas apa yang terjadi. Bukankah di sini...." Jari telunjuknya menunjuk ke arah dada Bianca. "Ada hati yang tulus, sabar, dan juga tabah."

"Takdir baik-buruk itu tidak bisa kita prediksi, kapan dan kapan. Bunda tidak ingin kamu mengambil keputusan yang salah, ikuti apa kata hatimu."

"Tinggalkan dan relakan, maafkan atau ... lupakan."

Figuran : Change Destiny of The Antagonist (END) || Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang