Bab 20

1 0 0
                                    

"Mau kemana sebenarnya kau ini sih?"

"Jawa," aku menelan ludah.

"Aku ikut," bukannya menjawab Bumi malah cekikikan menertawai.

"Sebelum ke Jawa, nanti malam kita transmigrasi,"

"Transmigrasi?"

--

malam ini, Bumi membawaku berjalan melewati jalan setapak. Aku menelan ludah, suara burung hantu juga kelelawar menyambut kami. Tak kuasa dengan rasa takut, ku hentikan langkahku.

"Kau mau membawaku mati? Lihat, di depan ada rumah tua yang besar, Bumi! Bagaimana jika ada penyihir? Lihat ada anjing hitam keluar, astaga!"

Bukannya lari atau panik, Bumi malah menatapku lucu, astaga!

Lapangan sekolah dengan tiang bendera ditengah-tengah terlihat ramai dengan siswa-siswa berseragam putih biru.

"Ini, 2024," aku mengangguk takjub.

"Daerah apa ini?" tanyaku kebingungan.

"Jakarta pusat, lihat. Bagaimana cara mereka hormat bendera, bagaimana cara mereka berdiri tegap, bagaimana cara mereka mendengarkan nasehat dari gurunya," Bumi tersenyum tipis. Aku memperhatikan.

Para pendiri negeri membuat konsep proklamasi
Naskah sudah diketik dan bendera telah dijahit

Negerinya berkembang tapi tak maju
Teriak bersatu tapi yang benar disapu

Uang semakin kencang membungkam
Pejabat naik tahta

Dan selamat tinggal mereka ucapkan padamu yang tertinggal tanpa mengikuti jalan politiknya

~


Erosi agama pasti terjadi jika itu lencana politik

Gereja dibakar, restoran dibakar, panti dibakar
Politik tak punya kepala, telinga, dan mata

Mereka hanya mengenal kalah dan menang
Pajak naik bersamaan naiknya gengsi mereka
Mereka berpesta pora dengan uang yang kita cari

Kantung mereka penuh uang sedang kita penuh kekurangan

~


Bumi menikmati pemandangan kala di tahun 2024 itu, ada sebuah negara yang saling menyakiti, saling bunuh-membunuh, Israel dan Palestina. Ia melihat semua, kekalahan milik si problematik. Mereka menelan masalahnya sendiri, tubuhnya hancur lebur oleh doa hamba-hamba sahaya Tuhan yang sempat disiksa nya.

"Dengan nama Tuhan, dengan segenap ketulusan hati untuk menjaga tanah suci, kami rela mati asalkan Palestina merdeka!"

Seorang pria paruh baya dengan baju lusuh menantang, helikopter tempur siap meluncurkan kehancuran, benteng pertahanan siap mempertahankan tanah beraroma surga. Para sahabat dari negara memanjatkan doa seribu bahasa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Surat Dari Bumi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang