Resolusi Kamar Kos, 2021

138 11 10
                                    

"Lengkapilah peribahasa berikut; dikasih hati minta?"

"Ampela."

Salfira tengah asik menatap layar ponsel. Potongan video dari tayangan acara televisi itu bergulir pada laman instagram. Menampilkan program game show berupa kuis yang dikemas secara komedi dengan target peserta ibu-ibu. Bagi Salfira itu hanyalah pertanyaan sederhana dan cenderung mudah. Jawaban yang tanpa disangka-sangka itu justru terucap begitu saja dari mulut salah satu peserta kuis. Sontak membuat Salfira tertawa puas. Ketiga teman Salfira yang hanya mendengar melalui suara dari layar ponsel Salfira ikut tertawa.

"Gue mau lihat dong, Fir!" Anggia menghampiri Salfira yang tengah berbaring di kasur kamar kos itu. Kedua teman yang lain turut bergabung. Mengulang kembali tayangan video.

Mereka berempat kembali tertawa. "Ko bisa-bisanya kepikiran ampela sih?" Navila turut berkomentar.

"Lah iya kenapa tiba-tiba ampela sih? Harusnyakan empedu, ya." Ucap Syara masih tertawa geli.

Mendengar yang diucapkan Syara sontak membuat Salfira, Anggia, dan Navila tertawa lebih kencang dari sebelumnya. "Sya! Lo pikir warteg?" Ucap Salfira disela tawanya.

Syara hanya memasang wajah bingung. "Lah salah ya gue? Memang jawaban seharusnya apa sih?"

"JANTUNG!" Ucap Salfira, Anggia, dan Navila bersamaan. Tawa mereka berempat kembali pecah. Tidak habis pikir dengan keluguan milik Syara.

Tawa Salfira terhenti kala membaca sebuah komentar. Jarinya dia arahkan ke mesin pencari, mengetikkan sesuatu di sana. Salfira fokus membaca berbagai informasi yang tersaji. Sementara ketiga teman yang lain kembali pada kegiatan masing-masing.

Setelah dirasa mendapat informasi yang cukup, Salfira mengemukakan hal yang dia dapat kepada tiga temannya, "Ternyata di Jawa itu memang peribahasanya begitu, dikasih hati minta ampela. Bahasa jawanya diwenehi ati, ngrogoh ampela. Artinya sih sama saja ya."

Perkataan Salfira barusan mengalihkan atensi ketiga temannya. "Oh iya? Mungkin Ibu itu orang Jawa, Fir. Makanya dia merasa jawaban dia benar." Ucap Anggia.

"Menurut gue juga gitu. Makanya tadi gue merasa jawaban gue benar. Eh lo semua malah ngetawain!" Ucap Syara berapi-api.

"Lo jawabnya empedu ya, monyet!" Kata Navila seraya melempar bantal ke arah Syara.

"Di Kalimantan jawabannya memang empedu, Sya?" Tanya Salfira penasaran.

"Kayanya sih sama kaya yang lain ya, jantung." Jawab Syara menampilkan deretan giginya. Ketiga teman Syara hanya memasang wajah malas. Tidak heran dengan keanehan si gadis mungil berambut pirang itu.

"Gue penasaran sih Fir, kok di Jawa bisa beda begitu ya?" Tanya Anggi.

"Mungkin karena penyebaran peribahasa itu sendiri sama kaya cerita rakyat atau jenis folklor lainnya. Di sebarin dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi. Kalau ditelusurin lebih jauh, enggak akan ketemu siapa pencipta atau pengarang asalnya. Kadang folklor yang satu di daerah A sama di daerah lain bisa mirip, hanya sedikit pembeda entah dari bahasa atau dari penandanya." Tutur Salfira.

"Menurut gue ada kemungkinan untuk peribahasa 'dikasih hati minta jantung' ini enggak hanya Jawa yang punya versi berbeda, bisa jadi daerah lain punya versinya sendiri. Tapi, maknanya tetap sama." Salfira melanjutkan pendapatnya.

Ketiga teman Salfira itu mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Ralat, mungkin hanya dua orang yang benar-benar mengerti, entah yang satu lagi. Dilihat dari raut mukanya cukup mencurigakan.

"Berarti kalau gue ganti jadi dikasih hati minta empedu buat daerah Kalimantan, sah-sah aja dong?" Tanya Syara.

"Mau lo ganti jadi usus dua belas jari kek atau lo ganti jadi kantung kemih juga terserah lo, pusing gue." Jawab Navila keFir.

KALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang