Cerita Rakyat

79 12 6
                                    

Sesuai dengan isi pesan yang dikirim Zaron kemarin, hari ini mereka berdua akan pergi ke suatu tempat. Mereka telah berada di dalam mobil milik Zaron, membelah jalanan kota Bandung menuju ke Lembang. Suasana di mobil dipenuhi obrolan hangat mereka berdua. Saling bercerita ke sana kemari, mengenai banyak hal.

"Gue kesiksa banget sih waktu itu. Karena selain medan jalan yang cukup terjal, berlumpur, dan segala macam. Istirahat pun cuman bisa dihitung jari." Ungkap Zaron menceritakan pengalamannya menjelajah hutan Kalimantan.

"Kenapa? Takut ada hewan buas, ya?" Tanya Salfira.

"Itu satu, selain itu memang nggak ada banyak tempat istirahat. Countur tanahnya yang nggak memungkinkan apalagi selepas hujan. Belum lagi banyak pacet." Jelas Zaron. Salfira mendengarkan dengan saksama. "Soalnya tiap gue duduk langsung bunyi pacetnya. Tin.. Tinn.. Tinnn.." Ucap Zaron tertawa oleh plesetan yang dibuatnya sendiri.

"Itu macet!" Jawab Salfira. Namun, ikut tertawa juga. "Eh, ngomong-ngomong soal macet, lo tau nggak di Bandung kenapa kesannya kayak haram banget buat bunyiin klakson?" Tanya Salfira saat tawanya telah reda.

"Mungkin karena warga Bandung tahu kalau itu hal yang sia-sia. Maksud gue kayak mereka tahu ini macet, lo mau bunyiin klakson berpuluh-puluh kali juga nggak akan buat jalanan tiba-tiba lengang atau orang-orang akan angkat kendarannya terus simpen di trotoar biar mobil atau motor lo bisa maju." Jawab Zaron tertawa pelan.

"Atau takut dimarahin sama pengguna jalan yang lain nggak sih Ron?" Tanya Salfira.

"Menurut gue lebih ke malu sih Sal. Kalau lo mencetin klakson lo harus siap diteriakin dengan celetukan-celetukan yang bakal buat lo malu." Ucap Zaron. Salfira hanya manggut-manggut, setuju dengan pendapat Zaron. "Karena kita nggak jadi ke Situ Bagendit, berarti kita juga nggak jadi pulang naik domba dari Garut ke Bandung. Gimana kalau tantangannya kita bunyiin klakson pas lampu merah nanti?" Ide spontan Zaron yang langsung mendapat pukulan dari Salfira.

"Wow, sungguh dewasa sekali memang pikiran lo." Ucap Salfira tidak habis pikir dengan ide random Zaron.

Zaron terkekeh kecil mendengar sindiran yang dilontarkan Salfira. "Pas banget lampu merah ini, memang semesta merestui." Ucap Zaron bersamaan dengan dia menghentikan laju mobilnya. "Gue bakal bunyiin terus ini klakson beberapa detik menuju lampu hijau." Zaron menurunkan kaca mobilnya.

"Lo nggak akan beneran ngelakuin itu kan, Ron?" Salfira melirik ke arah Zaron yang entah mengapa ekspresi laki-laki itu begitu menyebalkan sekarang. Salfira harap-harap cemas, takut laki-laki itu merealisasikan idenya. Namun, harapan Salfira seketika pupus kala Zaron mulai menurunkan kaca mobilnya.

"Nggak usah takut, Sal. Toh kita nggak akan melakukan tindakan kriminal, ini juga nggak akan membahayakan pengguna jalan." Ucap Zaron santai. "Cuman eksperimen nyalain klakson doang. Apakah orang Bandung anti menyalakan klakson ketika macet itu benar atau hanya asumsi belaka? Mari kitu buktikan!" Zaron sudah tertawa kala mengatakan kalimat itu.

"Ron, ayolah! Masih banyak hal dewasa yang bisa kita lakukan." Salfira mencoba bernegosiasi.

"Di mobil begini? Apa contohnya?" Tanya Zaron mulai menaik turunkan alisnya.

"Monyet!" Umpat Salfira yang justru mengundang gelak tawa Zaron.

Lampu lalu lintas itu sebentar lagi akan berubah warna dari merah ke hijau. Salfira menduga-duga, apakah laki-laki dihadapannya ini akan benar-benar melaksanakan ide gilanya?

"Siap-siap, Sal. Mari kita malu bersama!" Ucap Zaron dengan tawanya. Salfira hanya menggeleng pelan, pasrah mengikuti tingkah kekanak-kanakan laki-laki di sebelahnya.

TIN! TIN! TIN!!!

TIN! TIN! TIN!!!

TIN! TIN! TIN!!!

KALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang