Kebun Lindung. Begitulah tulisan dalam plang berbahan tampah berwarna coklat kayu itu. Tertancap di depan sebuah pintu masuk, sebagai informasi nama tempat. Kebun ini terletak di tengah kota Bandung. Sesuai lokasinya, Kebun Lindung mengusung konsep kebun kota, terinspirasi dari hutan kota di Babakan Siliwangi atau Taman Hutan Raya Ir. Djuanda Dago Pakar. Kebun ini bukan hanya menanam berbagai macam jenis sayuran dan tanaman obat, tetapi juga sebagai sarana edukasi. Kebun lindung ini diinisiasi oleh Zaron dan ketiga temannya, sekitar tiga tahun lalu; setelah menanam taoge dan cabai di kosan Naka waktu itu.
Zaron dan ketiga temannya ternyata sangat menikmati setiap proses berkebun; mulai menanam bibit sampai memanen. Proses berkebun telah memberi kesadaran khususnya bagi Zaron. Kesadaran bahwa hidup dalam masyarakat perkotaan telah membuatnya berjarak dengan alam yang telah memberi sumber kehidupan. Hal inilah yang membuat Zaron dan ketiga temannya akhirnya menggagas Kebun Lindung sebagai kebun kota. Konsep menghadirkan kebun di tengah kota didasarkan pada keinginan untuk mengajak masyarakat perkotaan berdaya secara pangan dan selaras dengan alam. Selain itu, tujuan lainnya yaitu melibatkan masyarakat untuk berkontribusi secara langsung pada isu lingkungan.
"Halo, nama gue Zaron. Gue salah satu Co-founder dari Kebun Lindung."
"Cut!" ucap Pras menghentikan aktivitas Zaron.
"Apa sih lo? Gue baru mulai sudah lo potong aja," sahut Zaron tak terima.
"Kaku banget lo, kayak kanebo kering! Lebih luwes dikit, Ron," protes Pras.
"Ya, terus gue mesti gimana, Pras? Menurut gue itu sudah standar,"
"Nah, justru itu terlalu standar. Come on, Ron! VT ini bakal ditayangkan di acara cukup gede dengan audiens anak muda. Lo harus manfaatkan ini dengan buat VT yang menarik biar bisa membangun awareness mereka," Pras berargumen. Dia ingin memanfaatkan peluang dengan baik.
Zaron menghela nafas berat. Dia menyalakan rokoknya, membawa dirinya masuk ke dalam Gazebo di area Kebun Lindung. "Oke, gue harus gimana?" tanya Zaron akhirnya.
"Lo bisa bikin opening mencontoh dari konten yang viral. Kayak gini, Ron," Pras mengikuti Zaron, duduk pada sisi lain Gazebo. Dia memberikan ponsel miliknya yang tengah menampilkan video tiktok milik Ka Kev, seorang konten kreator yang tengah viral. "Pas lo jelasin tentang Kebun Lindung, lo coba tiru gaya dia Ron. Dari mulai baju, pembawaan, sampai cara lo ngomong. Terus nanti si Naka sama Danis itu jadi printilannya Ka Kev. Gimana, Ron?" Pras mengemukakan pendapat. Sedangkan, Naka dan Danis memilih menahan tawanya.
Zaron mulai menonton video yang dimaksud Pras. Setelah selesai, Zaron menendang kaki milik Pras. Dia tidak habis pikir dengan pola pikir temannya, "Anjing, lo!" umpat Zaron. Saat itu pula tawa Naka dan Danis pecah.
"Nggak usah pakai tendang kaki. Sakit, bego!" Pras meringis menahan sakit.
"Lo bisa yang normal-normal saja nggak sih kalau mikir?" tanya Zaron.
"Out of the box, Ron," jawab Pras. "Biasanya ide lo lebih gila dari gue ya, anjir!" imbuh Pras. Memang sebetulnya Zaron lebih random dari Pras.
Zaron hanya menggelengkan kepala, kembali menghisap rokoknya. Menikmati setiap hembusan asap yang keluar dari mulutnya. Kepalanya mulai berpikir. Memang benar yang disampaikan Pras, dia harus memanfaatkan momen ini dengan baik agar dapat membangun awareness penonton. Hanya saja ide yang dikemukakan Pras memang aneh, jika diterapkan di acara seperti itu. Zaron mengutak-atik ponsel miliknya, menelepon seseorang.
"Hallo, Nad! Lo lagi di mana? Tolong ke gazebo sebentar dong. Gue tunggu," ucap Zaron saat panggilan itu terhubung, tanpa memberi kesempatan kepada penerima panggilan untuk menjawab.

KAMU SEDANG MEMBACA
KALA
General FictionKisah dua orang manusia dalam memaknai waktu. Masa lalu, masa kini, dan masa depan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Saling terkait dan Saling terikat. Kadang waktu berjalan begitu cepat, tak jarang pula terasa lebih lambat. Begitu...