Idealisme

26 9 0
                                    

Salfira mendudukkan dirinya di bangku kayu yang terdapat di teras rumah. Sementara, Zaron sibuk memetik beberapa tangkai bunga yang ditanam tak jauh dari rumah. Salfira diam memerhatikan, tak berniat untuk menghampiri. Berkeliling Kebun Lindung membuatnya cukup merasa lelah.

Tak berselang lama, Zaron menghampiri Salfira dengan tangan penuh menggenggam beberapa tangkai bunga berwarna biru. Salfira mengerutkan dahinya, dia baru pertama kali melihat jenis bunga ini.

"Bunga apa ini?" Tanya Salfira penasaran. Dia meminta satu tangkai bunga dari genggaman Zaron, menelitinya. Bunga ini berbentuk corong berwarna biru, dengan sedikit corak berwarna putih.

"Bunga telang, bisa dibuat teh. Mau coba?" Tawar Zaron yang dijawab anggukan Salfira. "Mau ikut ke dapur buat lihat cara buatnya atau mau tunggu di sini?"

"Mau ikut ke dapur, mau lihat cara pembuatannya." Jawab Salfira.

"Yuk." Ajak Zaron beranjak dari duduknya, membawa serta bunga dalam genggamannya. Salfira menyusul langkah Zaron menuju dapur.

Setibanya di dapur, Zaron langsung menyalakan dispenser untuk mendapat air panas. Setelahnya, Zaron memasukkan bunga telang yang baru dipetiknya ke dalam satu toples kaca, lalu ia simpan kembali toples itu. Salfira menatap heran. Zaron kembali mengambil satu toples kaca yang telah berisi bunga telang kering. Mengambil beberapa helai bunga kering, menuangkan ke dalam dua gelas berbeda.

"Kalau buat teh memang pake yang sudah kering, Ron?" Tanya Salfira penasaran.

Zaron hanya menjawab dengan anggukkan. Air dalam dispenser sudah berubah panas, Zaron menuangkan air ke dalam dua gelas itu. Lalu mengaduknya menggunakan sendok kecil. Air dalam gelas perlahan-lahan berubah warna menjadi kebiruan.

"Loh warna airnya berubah juga ternyata." Salfira mengomentari warna air teh yang semula bening menjadi biru.

"Iya, makannya bisa dipakai juga jadi pewarna alami." Ucap Zaron. "Selain itu salah satu manfaat teh bunga telang ini untuk meredakan stress." Imbuhnya.

"Oh iya?" Tanya Salfira sedikit tidak percaya.

Zaron mengangguk. "Iya, caranya kita minum teh sambil ngobrol. Ke teras lagi, yuk!" Ajak Zaron sembari menyerahkan satu cangkir teh bunga telang ke arah Salfira.

Zaron dan Salfira kini telah kembali duduk di teras rumah, dengan secangkir teh bunga telang dalam genggaman masing-masing. Pemandangan hijau dari pepohonan di sore hari, menambah kesan sejuk dan asri.

Salfira menyesap sedikit air teh dalam cangkir, mencoba merasakan rasanya teh bunga telang. "Rasanya tawar ya." Komentar Salfira.

"Iya, gue sengaja nggak tambah apa-apa lagi. Biar lo ngerasain rasa aslinya. Mau ditambah madu biar manis?" Tawar Zaron.

Salfira menggeleng. "Nggak setawar itu juga ko, ada sedikit asamnya juga gue rasa." Ucap Salfira setelah menyesap air teh untuk kedua kali.

"Eh, Ron! Gue mau tanya deh." Ucap Salfira. Zaron menoleh ke arah Salfira, mengangkat satu alisnya. "Lo berarti jual kompos juga dong?" Tanya Salfira.

"Iya, makanya kakak lo pergi, antar kompos pesanan. Kenapa ada yang salah?" Zaron kembali bertanya melihat raut heran dari wajah Salfira.

"Gue kira ini cuman kebun belajar aja seperti yang lo bilang di creative fest waktu itu." Jawab Salfira.

"Lah, memang ini kebun belajar, Sal." Ucap Zaron. "Oh atau lo pikir ini murni kebun belajar saja tanpa ada bisnisnya gitu?" Tanya Zaron menyadari arah pertanyaan Salfira sesungguhnya.

"Iya, gue mikirnya gitu. Gue kira lo seidealis itu, Ron." Jawab Salfira.

Zaron terkekeh mendengar ucapan yang dirasa sedikit naif baginya. "Lah, lo pikir biaya operasional kebun dari mana? Idealis full bisa mati, Sal. Entah mati guenya sebagai yang menjalankan, atau bisa saja yang mati karyanya."

KALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang