02. Berangkat

155 29 2
                                    

"Pesananmu telah tiba"

Mata Melinda sedikit menyipit saat dia berbicara, bibirnya membentuk senyum tipis. Meskipun ucapannya terdengar netral, ada sesuatu yang bersembunyi di baliknya, sebuah isyarat tak terucap yang jelas bagi mereka yang peka.

Alea paham akan maksud dari perkataan melinda, perlahan menatapnya dengan tatapan tenang namun menghanyutkan.

"Kapan pesananku datang?"

Dia memiringkan kepalanya sedikit, bertanya dengan nada yang tampaknya santai, namun ada kecerdikan di balik setiap katanya. Meski tersamar, jelas dia mengarahkan percakapan ke suatu titik yang hanya mereka ketahui.

"Jam 8 malam."

Melinda menjawabnya dengan tenang, seakan itu hanya percakapan biasa. Kemudian ia mendekatkan mulutnya ke kuping Alea.

"Mangat le," Bisik Melinda dengan cepat.

Alea langsung melotot, "Anj- lu! udah bagus juga tadi suasananya. Biar kek di film gitu lah," seru Alea dengan bibir di manyunkan.

Melinda memutar bola matanya malas. Ditambah melihat ekspresi cemberut yang dibuat-buat Alea menambah kesan jijik dan geli. Sehingga tangannya mengambil bantal yang tepat berada di bawahnya. Kemudian dihantamkan bantal itu ke muka Alea. Sang empu yang di pukul pun kesal bukan main.

"Woy Mel! Ngajak gelud lu!" Alea langsung mengambil posisi siap tempurnya.

"Udah buru lu siap-siap, nanti telat aja lu ngambil pesanannya," balas Melinda dengan jari telunjuknya menunjuk kearah jam hologram di atas meja Alea.

Terlihat jam sudah menunjukkan pukul 19.34 pm. Alea melotot melihat hal tersebut. Sial, sepertinya dia harus buru-buru. Jika tidak, dia mungkin menghilang dari bumi besok.

Dengan seribu langkah ia membuka lemari pakaiannya. Tangannya mengambil jaket hitam berlambang bulan di dadanya. Ia langsung memakainya dengan cepat sembari kakinya terus melangkah kearah pintu kamarnya.

Detektor wajah di pintu mendeteksi wajah Alea. Lampu hijau menyala di gagang pintu. Pintu langsung terbuka dengan lebar. Tanpa berlama-lama Alea langsung melesat keluar kamarnya meninggalkan Melinda yang berdiri tegap di dalam ruangan.

"Hah... Sepertinya aku harus membersihkan ruangan ini,"

Melinda hanya bisa menghela napas melihat kekacauan yang harus di bereskan. Dia bisa saja meminta petugas kebersihan untuk membereskan ruangan ini. Namun Alea tak akan mengizinkan siapa pun menyentuh barang pribadinya kecuali sahabatnya, Melinda.

Akhirnya mau tak mau ia harus membereskan kamar ini sendiri. Karna, tepat setelah kaki Alea keluar dari ruangannya untuk mengambil pesanan. Alea, temannya ini tidak akan kembali sebelum misi itu terselesaikan. Entah kapan dia akan kembali, atau mungkin tak akan pernah kembali lagi.

--------------------

Setelah berjalan cukup lama. Alea akhirnya sampai di depan ruangan profesor. Pintu anti peluru berwarna putih terpampang di depannya. Perlahan tangannya menyentuh tombol putih di sebelah kiri pintu.

Sebuah cahaya biru terlihat memancar ke wajah Alea seolah sedang mendeteksi wajahnya. Tepat setelah cahaya itu mati, pintu besi itu terbuka, menampilkan sesosok pria berumur 40-an dengan jas lab kebanggaannya.

"Saya Alea, ijin menghadap," ucap Alea dengan penuh ketegasan.

Alea melangkah masuk, mendekat kearah meja sang pria dengan tegas. Suara pantofelnya menggema di dalam ruangan sunyi.

Ujung WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang