Saat menuruni tangga menuju dapur, aku tidak tahu apa yang akan kutemui. Lantai ruang tamu penuh dengan bingkai foto yang pecah. Kaleng bir kosong dan pecahan botol berserakan di dapur, dan lantainya penuh lumpur. Ketika aku bilang aku tidur dengan rumah ini dalam keadaan bersih, aku tidak melebih-lebihkan.
"Selamat pagi, sayang," sapa Ayah dari dapur. Dia berdiri di samping mesin pembuat kopi, menuangkan secangkir kopi untuk dirinya sendiri.
"Hai, Ayah," jawabku pelan. Aku mengambil kantong sampah dan mulai membersihkan semua kekacauan ini. Ayah membuka berkas yang ada di atas meja dan mulai memeriksanya dengan saksama.
"Ada urusan penting yang harus aku selesaikan," katanya sambil membawa cangkirnya ke wastafel. "Aku akan pulang larut malam."
"Semoga harimu menyenangkan," jawabku sambil mengikat kantong sampah.
"Kemarilah," perintahnya dari pintu depan. Aku menurut dan berdiri di hadapannya. Senyuman menjijikkan muncul di wajahnya saat ia memeriksa memar yang tak bisa kusamarkan di leherku.
"Sudah belajar dari kesalahanmu kali ini?" Dia menanyakan pertanyaan yang sama setiap kali ia melihatku.
"Sudah," jawabku singkat, jawaban yang selalu ia terima.
"Bagus. Aku ingin rumah ini bersih saat aku kembali," katanya tegas sebelum pergi meninggalkan rumah. Aku menghela napas lega saat ia keluar.
Aku segera menyelesaikan membersihkan kekacauan yang ia buat dan kemudian mandi. Kakakku, Harl, akhirnya keluar dari kamarnya saat aku berjalan menyusuri lorong.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya.
"Tidak lebih buruk dari biasanya," jawabku sambil membuka pintu kamarku. Aku segera berpakaian. Aku memeriksa diriku di cermin untuk memastikan memar di leherku sudah tertutupi semaksimal mungkin sebelum mengenakan sepatu, mengambil tas, kunci, dan bergegas pergi.
Ayahku selalu memastikan bahwa dari luar kami tampak seperti keluarga mafia yang sempurna. Dia adalah seorang Capo untuk keluarga El Lucius. Aku tidak sepenuhnya tahu apa tugasnya, tetapi aku sering harus mencuci darah dari pakaiannya, dan di kantornya ada lebih banyak senjata daripada yang bisa aku hitung. Harl adalah prajurit bagi keluarga El Lucius, dia mengelola produk dan membuat kesepakatan dengan penduduk setempat. Aku bekerja di salah satu bar rahasia mereka.
Sebagai anggota keluarga berpangkat tinggi, ayah dan saudara laki-lakiku diharapkan menjadi pria yang terhormat dan berkuasa. Sedangkan aku diharapkan menjadi pria yang tampan dan pendiam. Ayah selalu menjauhkan aku dari keluarga El Lucius sejauh mungkin, memastikan tidak ada orang yang tahu siapa aku sebenarnya. Jadi, aku bekerja di bar, menjaga kepala tetap tertunduk, dan tidak ada yang tahu lebih baik.
Mobil Audi hitamku menyala dan aku melaju di sepanjang kota. Bar tempatku bekerja terletak dekat dermaga. Para prajurit sering mampir setelah pengiriman. Aku memarkir mobil di tempat parkir belakang dan masuk melalui pintu depan.
Selain kunjungan larut malam dari para prajurit, kami juga memiliki beberapa pelanggan tetap. Sebagian besar dari mereka adalah pensiunan keluarga, sementara sisanya adalah orang tua dari sekitar wilayah ini.
"Selamat pagi, Rian," sapaku kepada salah satu pelanggan tetap yang sudah duduk di tempat biasanya.
"Apa kabar, Haevan?" tanyanya sambil menggesekkan kartu kreditnya di bar. Aku mengambil kartunya dan membuka tagihannya sebelum menjawab.
"Aku baik-baik saja," aku mengembalikan kartunya, "apa yang membawamu datang sepagi ini?"
"Ambilkan aku minuman dulu," jawabnya sambil mengangguk ke arah rak minuman keras di belakangku. Aku mengambil wiski kesukaannya dan menuangkannya ke dalam gelas.
"Terima kasih," katanya sambil tersenyum kecil saat aku menyerahkan gelas itu padanya. Dia meneguknya dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaanku tadi, "salah satu mantan prajuritku tewas tadi malam."
"Sial, aku turut berduka, Rian," jawabku sambil memberi senyum simpatik.
Dia menghabiskan minumannya, "inilah hidup. Kita semua tahu risikonya."
Tidak semua dari kita, pikirku dalam hati.
"Eh, apa yang terjadi dengan lehermu?" tanyanya tiba-tiba. Tanganku secara refleks menyentuh memar itu.
"Pelanggan yang rusuh," jawabku sambil mengangkat bahu. Aku berbalik, merasa sedikit gugup, dan mulai membereskan barang-barang di bar. Tidak banyak orang yang menyadari memar-memar itu, dan jika pun mereka sadar, hampir tidak ada yang pernah berkomentar.
Shift kerjaku berjalan seperti biasa, dan akhirnya tiba waktunya untuk pulang. Salah satu keuntungan bekerja di bar ini adalah adanya penjaga di setiap pintu keluar. Setiap malam, salah satu dari mereka akan mengantarku ke mobil dan memastikan aku keluar dari tempat parkir dengan aman.
********
BERSAMBUNG...
[ Jangan lupa vota dan komen ya. Btw, gimana part ini? ]
KAMU SEDANG MEMBACA
HIS BEAUTIFUL ANGEL
FanfictionJeno X Haechan Jared El Lucius terkenal dengan sifatnya yang kejam. Sebagai pemimpin Mafia di Italia, dia juga dikenal dengan sikapnya yang dingin dan tidak berperasaan. Haevan Everett, anak yang selalu mendapat kekerasan daripada ayahnya. Kerana ke...