HAEVAN | 06

238 43 5
                                    

Kami berjalan di jalan setapak yang berbatu di tengah taman. Tidak ada dari kami berdua yang bersuara, tapi anehnya tidak canggung sama sekali. Bunga aster liar menarik perhatianku, dan aku melepaskan genggamannya untuk melihat bunga itu lebih dekat.

Aku menjongkok di atas rumput yang lembut, terus metik satu bunga. Bunga aster ini mengingatkan aku terhadap ibu yang meninggal sepuluh tahun yang lepas. Dan tidak tahu mengapa, aku merasa bahwa aku mungkin tidak jauh sama dari situasi dia dulu. Dia tidak pernah bermaksud ingin turut terseret ke dalam dunia mafia, dan aku juga.

Jared duduk di sebelahku, sehingga lutut kami saling bersentuhan. Saat aku melirik kearahnya, ternyata dari tadi dia menatapku. 

"Cuacanya cerah, ya," katanya sambil bersandar. Aku cuma bersenandung sebagai respon. Kami duduk di situ selama beberapa jam, hanya menikmati udara segar dan sinar matahari.

"Aku mau menunjukkan sesuatu," katanya sambil berdiri. Dia menghulurkan tangannya, dan aku menyambut. Kami terus melangkah sampai akhirnya menemukan ayunan pohon. Jared menunjuk ke arah ayunan, dan aku menuruti, duduk di situ.  

"Ini tempat yang biasa aku datengin kalau lagi pengen keluar dari rumah," katanya sambil perlahan mendorong ayunan. Kami diam beberapa saat, hanya menikmatisuasana yang tenang.

"Mengapa kau membawa aku ke sini?" akhirnya aku bertanya.

"Biar kamu bisa keluar dari rumah dan mengambil udara yang segar," jawabnya.

"Bukan itu, Jared," aku geleng-geleng, "kenapa aku di sini?" 

Jared memegang tali ayunan, dan tiba-tiba saja ayunan itu berhenti. Sial, sepertinya aku membuat dia marah.

Jared berdiri di depanku, dan mata hitamnya yang tajam menatap wajahku. Dia menghulurkan tangannya, dan aku sempat kaget, tapi ternyata dia cuma menyelipkan rambutku ke belakang telinga.

"You're pretty," katanya pelan, seakan ngomong sama dirinya sendiri.

"Jared," aku akhirnya bisa ngomong. Masa cowok seperti aku cantik sih? Aku itu tampan!

Dia tersadar dari lamunannya, lalu mundur selangkah.

"Apa yang aku lakukan di sini, Jared?" aku tanya lagi.

Aku benar-benar tidak paham. Aku tahu Harl mempunyai utang, tapi apa urusannya denganku? Apa yang sudah dia lakukan sampai melanggar omertà? Bagaimana mungkin aku, cowok yang bahkan tidak paham tentang dunia mafia ini, bisa menggantikan dia yang sudah melanggar sumpah suci?

Jared selalu bersikap baik sejak aku di sini, tapi rasanya aku belum bisa mempercayai dia, setidaknya belum sekarang. Aku tidak tahu permainan apa yang dia rancangkan saat ini. Kalau kamu melanggar omertà, kamu pasti mati. Sesederhana itu. Tetapi Jared malah membelikan aku sweater, memperlakukan aku dengan baik, peduli tentang ku dan sikapnya...seolah aku ini mempunyai hubungan dengannya.

Aku bener-bener tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Aku cuma pengen kamu tetap aman," akhirnya dia bersuara.

"Apa dengan menculik dan memaksa aku tinggal di rumah penuh mafia ini, akan membuat aku aman?" tanyaku.

"Kamu pasti aman. Kerana ada aku di sini," jawabnya singkat.

"Apa maksudmu?" aku tanya sambil berdiri dari ayunan.

Jared mendekat, terus meletakkan kedua tangannya di kedua pipi ku.Sejenak dia hanya menatapku, lalu dia sedikit tunduk dan mencium keningku. 

"Sudah aku bilang, tidak akan ada lagi yang bakal menyakitimu," katanya, "Aku bakal pastiin itu."

"Jared, tolong... biarkan aku pulang," pintaku.

"Kalau kau pikir aku bakal membiarkan mu kembali pada orang yang sudah menciptakan semua memar dan bekas luka ini, berarti kau tidak sepintar yang aku kira," jawabnya dengan nada dingin.

Tiada apa yang mampu diperdebatkan. Apa yang dikatakan Jared itu benar. Dia memang tidak pernah melakukan sesuatu yang menyakiti aku, tetapi aku tidak tahu sama ada aku ingin tetap di sini atau kembali.

Apa yang tersisa buatku di rumah? Pekerjaan burukku di bar yang tidak kalah buruk? Kakakku yang rela menjual aku? Atau ayahku yang hobinya memukuli aku? Semua itu tidak penting, tidak ada yang layak diperjuangkan. Kenyataan ini menamparku, dan aku merasa sulit bernafas.

Lututku lemas, air mataku mengaburi pandangan. Tubuhku gemeter tidak terkendali, aku mencoba untuk bernafas dengan tenang tapi sia-sia. Seluruh hidupku sudah jadi sia-sia. Tidak ada yang berharga, tidak ada yang penting. Sama sekali tidak ada. 

Tiba-tiba aku merasakan pelukkan hangat, dan aku bisa merasakan tangan yang membelai rambutku dengan lembut. Dia jelas mengatakan sesuatu, tapi aku tidak mendenger kata-katanya. Sentuhan lembutnya dan suara tenangnya membuatkan aku kembali fokus, dan perlahan aku akhirnya mendengar apa yang dia katakan, meskipun dia tidak berbicara. Dia bersenandung.

Itu lagu nina bobo Italia yang biasa dinyanyikan ibu untuk aku, mungkin Jared tidak tahu itu. Tapi tetap aja, suaranya berhasil membuat aku tenang.

Jared duduk dengan punggung bersandar pada pohon, sementara aku duduk di hadapannya. Satu lengannya melingkari pinggangku, menempelkan tubuhku pada dadanya. Tangannya yang satu lagi masih membelai rambutku. 

Dia ini, memang suka ya membelai rambut orang?

"Sudah mendingan?" tanyanya setelah nafasku mulai teratur.

"Aku tidak punya apa-apa," bisikku, sedikit lebih keras. Supaya Jared mendengar.

"Itu tidak benar," katanya, lalu tangannya berhenti. 

Jared menyentuh daguku, menolehkan wajahku supaya memandang kearahnya. Anak matanya tajam menikam anak mataku, seolah mencari sesuatu di wajahku, seakan-akan ada pertanyaan yang belum terjawab.

"Haevan Everett," katanya dengan nada perlahan dan serak, "kamu punya banyak hal. Kamu pinter, cantik, baik, dan kamu punya..."

Jared berhenti bersuara dan tertawa kecil sendiri.

"You have me," katanya dengan nada kecil.

"Apa? Aku tidak dengar dengan jelas." tanyaku, bingung.

"Lupakan aja," dia menggeleng-geleng kepala, "Aku ada rapat penting sebentar lagi, ayok masuk."



********

BERSAMBUNG...

[ Hai para readers. Bagaimana menurut kalian? Bagus gak? Aku itu selalu loh menunggu komen dari kalian. Jangan lupa komen & vote ya. See ya on the next part. ] 

HIS BEAUTIFUL ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang