5

13 0 0
                                    


Teringat jelas saat Kevin mengucapkan, "Selamat malam, nona. Terima kasih sudah mau menunggu lama.", sebagai kalimat pembuka obrolan dengan Mutia.

Setelan seragam Cafe Oliver yang biasa saja terlihat sangat stylish ditubuh kekar Kevin. Senyum tipisnya mempertegas garis rahang yang sempurna. Mutia akui, dengan tampang seperti ini, keberadaan Kevin sulit untuk diabaikan. Mutia yang wanita saja menelan ludah ketika memperhatikan lekuk tubuh Kevin, pantas Alan sulit berpaling.

"Perkenalkan, saya—"

"Berita pernikahan Alan ada dimana-mana, mana mungkin saya tidak tau siapa nama nona." sergahnya cepat menghentikan Mutia memperkenalkan diri, "to the point, apa yang nona ingin sampaikan sampai menemuiku kemari?"

"Jauhi Alan! Jangan pernah sekalipun kamu ada dihidupnya."

Dan sebelum Kevin berhasil membalas apa yang Mutia ucapkan. Mutia meraih ponsel Kevin, mengetikan nomer ponselnya disana dan melakukan panggilan agar nomer pria itu ada dalam radarnya. Yang Mutia lakukan setelah itu ialah pergi begitu saja, rasa cemburu dihatinya tidak bisa ia kendalikan.

Dipertemuan kali ini, Mutia merutuki tindakannya yang tidak sopan saat mengingat kejadian setahun lalu itu. Kevin terlihat biasa, secangkir expresso yang malah ia sodorkan pada Mutia untuk diminum.

"Ada apa anda mengajak saya bertemu?" tanya Mutia seusai menyesap secangkir expresso yang Kevin berikan. Starbucks sore itu tidak begitu ramai, malahan hanya ada dia dan Kevin yang terlihat memenuhi kursi pengunjung di lantai dua.

"Saya harap kita bisa bekerjasama nona, saya tidak ingin Tika mengetahui apa yang pernah terjadi di antara saya dan Alan, sampai Tika melahirkan saja. Saya mohon!" tangan Kevin meraih tangan Mutia, mengeggamnya dengan penuh belas kasih agar Mutia mau mengerti.

"Tenang saja, saya tidak sejahat itu. Disini Tika tidak bersalah, dan dia tidak akan saya biarkan masuk dalam lingkaran setan yang sudah anda dan Alan buat."

Kevin tersenyum lega mendengar penuturan Mutia. Sedangkan Mutia memang tidak mempermasalahkan apapun, dia akan mentoleransi apapun selagi Kevin tidak berpikir untuk kembali ke pelukan Alan.

Namun diseberang sana, ditempat yang berbeda. Terlihat Alan sedang berjalan santai bersama Tika di taman kota. Sembari mengunakan hoodie andalan, Alan nampak antusias berbincang bersama Tika untuk mengorek informasi tentang Kevin.

"Jadi kamu dan suamimu berada di panti asuhan yang sama?" tanya Alan memastikan.

Alan sudah mengorek latar belakang Kevin lewat orang suruhannya. Namun teka teki asal usul Kevin belum sepenuhnya ia dapatkan. Terlebih bagaimana bisa kekasihnya itu memilih meninggalkannya begitu saja untuk menikahi Tika? Alan harus segera mendapatkan jawabannya.

"Kami tumbuh bersama, Kevin adalah orang yang sangat bertanggungjawab. Lebih dari itu, dia juga tampan. Bagiku mendapatkan Kevin setimpal untuk mengantikan Kak Alan." jawab Tika jujur.

Tika masih ingat saat prosesi pernikahan Alan yang disiarkan di seluruh stasiun televisi lokal. Dia sangat kecewa saat melihat Alan menikahi wanita biasa saja dari kalangan non seleb, apalagi wanita itu staf agensi managemen Alan. Tika rasa hal ini sungguh tidak adil bagi Alanisme.

Namun ketika Kevin tiba saja datang membawa kue nastar kesukaanya di toples dan menganggunya menonton acara tersebut. Tika menyadari betapa worth it-nya mendapatkan Kevin timbang meratapi Alan, sang superstar yang tidak mungkin ia raih.

"Kamu beruntung bisa melahirkan anak dari Kevin." gumam Alan mengalihkan atensi Tika. Dahi Tika langsung mengerut dibuatnya, "maksud kak Alan?"

"Ah, maksudku sepertinya suamimu itu orang yang baik. Jadi kamu beruntung bisa memiliki anak dengan lelaki seperti dia."

"Aku memang seberuntung itu bisa memiliki Kevin, tapi sekarang aku juga merasa beruntung bisa berjalan bersama kakak seperti ini." Tika tersenyum lebar, kelip matanya seperti tak memiliki beban.

Melihat ada kursi taman yang barusan kosong dari kejauhan, Alan dengan spontan mengendong Tika dan membopongnya untuk segara duduk disana. Semburat merah langsung memenuhi wajah Tika. Dia sangat terharu dengan apa yang Alan lakukan, bayi yang ada dalam kandungannya terasa menendang dari dalam perut ikut merasakan kegembiraan yang tengah ia rasakan.

"Terima kasih, kak." ucap Tika sungguh. Alan hanya balas, "Aku tidak butuh terima kasihmu, aku hanya butuh kamu disisiku. Apa tidak bisa kamu meninggalkan suamimu untukku?"

Mendengarnya, Tika tidak lagi terkejut tapi sekarang dia syok. Tidak tau harus menangapi apa.

Kenapa superstar seperti Alan menyuruh dia meninggalkan suaminya? Agar ia bisa disisinya? Apa Alan mencintainya? Lalu bagaimana dengan istri Alan? Jujur, hingga saat ini Tika masih mencintai Alan, namun sebagai idola bukan sebagai pria yang harus ia miliki.

"Maaf, aku hanya bercanda. Jangan diambil hati dan serius begitu. Muka syokmu lucu banget sekarang." Ucap Alan sambil tertawa terbahak-bahak. "Ku tinggal sebentar ya! Aku mau beli minum, kamu pasti haus."

Tika menghebuskan nafas agak berat. Ada rasa kecewa bahwa apa yang dia dengar dari Alan barusan hanya sebuah kebohongan, namun disisi lain ia merasa sangat lega itu hanya kebohongan.

Ponsel Tika bergetar, panggilan dari Kevin dengan nama My Husby terlihat memenuhi layar ponselnya. Meski panik, Tika tetap memilih menjawab telepon tersebut.

"Kamu dimana sayang? Mbok Ina bilang kamu gak ada di rumah." tanya suara bariton di ujung sana.

"Aku.. aku di taman kota sama kak Alan. Dia tadi ngajak aku jalan-jalan cuma berdua aja. Maaf aku gak minta izin kamu dulu." jawab Tika jujur, dia tidak mau berbohong pada Kevin apapun alasannya meski Alan tadi meminta agar dia tidak memberitahu siapapun.

"Iya, gak apa. Hati-hati ya, kalau sudah mau pulang kabari. Aku pasti jemput kamu." ujar Kevin yang tidak tau harus berkata apa saat mendengar kini istrinya tengah bersama Alan.

Sedangkan Mutia yang ada disamping Kevin memberengut mengetahui apa yang sedang Alan lakukan sekarang. Mutia buru-buru meninggalkan Kevin untuk menyusul Alan dan Tika. Alan pasti sedang menyusun rencana agar bisa kembali bersama Kevin, tebaknya.

Saat Mutia sampai di taman kota, terlihat Tika duduk sendirian di kursi panjang dekat ayunan.

"Alan mana ya, bukannya tadi sama kamu?" tanya Mutia, matanya menjelajah seisi taman yang mulai lenggang.

"Udah setengah jam dia belum balik kak, tadi katanya beli minum." imbuh Tika, "Kakak kenapa bisa tau kak Alan sama aku? Ah jelas Kak Alan izin dulu ke kakak waktu mau ketemu aku."

Tidak menghiraukan Tika yang bermonolog, Mutia langsung mencari Alan ke minimarket terdekat dan sesuai dugaannya, kini Alan terjebak disana. Puluhan fans Alan tengah mengerumuninya.

Mutia hanya bisa tertawa, apalagi saat Alan melihatnya berada disana. Tercetak wajah memelas Alan agar diselamatkan.

Yang Mutia lakukan malah menelepon Tika, memberitahu wanita itu untuk menghubungi suaminya agar pulang saja sebab Alan tidak mungkin kembali ke taman karena terjebak dengan fans-fans fanatiknya di minimarket.

Selanjutnya, Mutia ikutan pergi. Dia ingin ke salon untuk facial dan massage. Teriakan Alan memanggil namanya tidak ia hiraukan lagi, Mutia ingin pria itu menerima balasannya.

PUDARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang