9

13 0 0
                                    

Sebenarnya Alan masih penasaran dengan siapa ayah bayi yang sedang dikandung Mutia, terlebih usia kandungan Mutia baru dua minggu. Namun Alan enggan menanyai lebih dalam setelah apa yang mereka lewati bersama. Alan sangat berterima kasih atas apa yang telah dilakukan Mutia untuk menyelamatkan karirnya.

Selama sebulan ini yang Alan tau, Mutia terus bersamanya. Tiada pria lain yang ditemui Mutia selain Papanya, Farel, dan Kevin.

Apa mungkin Farel?

Tidak, Farel tidak mungkin mengkhianati persahabatannya. Lagi pula Farel sangat mencintai istrinya.

Apa mungkin Kevin?

Mustahil, Kevin mantan kekasihnya. Terlebih Mutia bukanlah wanita murahan yang mudah tidur dengan suami orang.

Apa mungkin Papanya?

Alan begidik dengan kemungkinan terakhir ini. Tak ingin berpikir lebih jauh, ia memutuskan untuk tidur.

Melihat Alan masuk kedalam selimut dan menganti lampu kamar menjadi warna kuning, Mutia tetap duduk didepan kaca sembari menyisir rambutnya. Pikirannya benar - benar kalut, entah harus bahagia atau sedih dengan kehamilannya ini.

Mutia tidak menyangkah akan langsung hamil, padahal dia baru melakukannya dua kali. Yang menjadi masalah terbesar yang tengah ia pikirkan adalah dia tidak tau bayi yang tengah dikandungnya ini anak siapa. Sebab di dua kali yang dilakukannya itu dengan dua orang yang berbeda.

Teringat di hari - hari dimana Alan kembali menjadi pemabuk berat setelah Kevin dan Tika kompak menolak sertifikat rumah yang diberikannya. Malam itu setelah pulang mengantar Tika check up ke dokter kandungan bersama Kevin, Alan menghabiskan lima botol vodka sekaligus.

Mutia sebenarnya hanya bermaksud membopong Alan yang mabuk untuk tidur di dalam kamar timbang tergeletak dipinggir kolam renang. Namun kala itu tangan Alan tiba saja meremas payudaranya, kemudian membuka paksa baju tidur yang Mutia kenakan. Jelas tiada perlawanan, yang Mutia lakukan hanya terus menikmati sentuhan Alan ditubuhnya.

Begitu Alan menerobos kedalam, Mutia melengguh sembari meremas bantal yang dikenakannya. Bibir mereka pun saling menaut ketika Alan mengangkat sebelah kaki Mutia. Teriakan kenikmatan mengema memenuhi seisi kamar yang selama ini penuh dengan kesunyian diantara mereka.

Ketika akan mencapai puncak, Alan mendesahkan nama yang membuat bunga di hati Mutia layu begitu saja. Sekuat tenaga Mutia dorong tubuh Alan dari atas tubuhnya, namun Alan terus bergerak hingga ambruk setelah memuntahkan semua dipusaranya.

Tak terasa air mata Mutia luruh begitu saja. Dia gulingkan tubuh Alan kesamping, lalu bergegas bangkit dari kasur untuk memakai baju tidurnya kembali, meski bagian bawah tubuhnya masih ngilu.

Setelah memasukan sprei berisi bercah darahnya ke dalam mesin cuci. Malam itu Mutia tidak bisa tidur, ia memutuskan pergi ke rumah peninggalan kedua orangtuanya. Untuk sementara waktu dia tidak ingin melihat Alan sampai perasaannya agak membaik.

Marah, jelas! Mutia bahkan tidak bisa mengambarkan apa yang tengah dia rasakan saat ini. Realisasi atas fantasi seks pertama yang ia dambakan bersama Alan selama ini hancur begitu saja saat mendengar nama Kevin yang keluar dari desahan mulut suaminya itu.

Mutia kini merasa hanya sebuah boneka pemuas nafsu. Alan hanya mau menyetubuhinya ketika mabuk karena mengira dirinya adalah Kevin. Ternyata memang hanya Kevin lah yang menjadi fantasi Alan selama ini.

Sebotol vodka Mutia buka dan menuangkannya kedalam gelas kaca berukuran kecil. Meski tak suka minum, ia paksa dirinya untuk meminum isi gelas itu hingga habis.

Mungkin akal sehatnya sudah hilang karena cemburu. Yang Mutia ingat dia bahkan belum mabuk saat itu. Namun dia malah menelepon Kevin dan menyuruhnya untuk datang.

"Apa kamu mau menemaniku mabuk? aku sangat butuh teman!" ujar Mutia ketika panggilan yang dilakukannya terjawab.

"Baiklah, nona. Anda sedang dimana sekarang?" tanya suara bariton itu.

Mutia tak menjawab, mengakhiri panggilan yang malah ia lakukan. Detik berikutnya ia kirim lokasinya kepada Kevin via chat.

Padahal Mutia hanya iseng. Dia tau betul waktu saat itu sudah menunjukan pukul 23.30 WIB.

Lima menit berlalu, Mutia kemudian harus membukakan pintu yang diketuk dengan keterkejutan. Entah halusinasi atau bukan, terlihat Kevin berdiri dihadapannya, menatapnya dengan tatapan khawatir.

Berbagai pertanyaan random muncul di benak Mutia seperti mengapa Kevin mau datang memenuhi ajakannya?, apakah ia terlihat begitu menyedihkan di mata Kevin?, bukankah Kevin lebih baik tidur di rumah dengan menemani Tika yang sedang hamil?, atau apakah Tika tau suaminya datang untuk menemaninya mabuk?

Untuk malam ini saja, Mutia tidak peduli dengan semua itu.

Mutia menuangkan segelas untuk Kevin, kemudian mereka meneguknya bersama. Saat Kevin akan meminum gelas yang kedua, Mutia menahannya. Diaa tak ingin Kevin mabuk malam ini.

Mutia menatap Kevin dalam, yang membuat pipi lelaki berkulit sawo matang itu seketika merona. Tanpa buang waktu, Mutia beralih duduk dipangkuan Kevin. Tiada penolakan dari Kevin atas apa yang Mutia lakukan. Yang ada, mereka saling bertatapan dalam diam.

Mutia tau ini salah, namun api cemburu yang ada dihatinya terlalu sulit untuk diabaikan. Dia ingin tau sehebat apa Kevin diatas ranjang sampai membuat Alan tak bisa perpaling kepada siapapun bahkan kepadanya.

Selanjutnya yang terjadi ketika Mutia akan bangkit sebab menyadari kekeliruannya, Kevin malah menariknya kembali kedalam pangkuan. Mata mereka kembali bertemu. Tanpa diperintah, Kevin melumat bibir Mutia dengan beringkas. Kaget jelas, namun Mutia cukup menikmatinya.

"Anda bisa mengatakan berhenti jika tidak ingin melanjutkannya, nona." ucap Kevin setelah bibirnya lepas dari bibir Mutia.

Mutia hanya balas sedikit menggeleng. Kevin tersenyum tipis dan kemudian melepas seluruh pakaian yang menempel ditubuhnya. Melihat nafsu yang bergejolak dari tatapan Mutia saat menatap tubuh polosnya, Kevin tau malam ini ia harus melaksanakan tugasnya.

Kevin membalik tubuh Mutia dan menghimpitnya ke dinding untuk memasukinya. Kedua tangannya pun tak tinggal diam, ia menyelinap masuk kedalam baju tidur Mutia untuk memelintir ujung bagian atas, dan yang lain bergerilya kearah berlawanan untuk memelintir ujung bagian bawah.

Mutia meracaukan nama Kevin seperti halnya Kevin meracaukan namanya. Mereka benar - benar sadar atas apa yang tengah mereka lakukan.

Mutia tidak bisa berkata - kata saat Kevin tidak membiarkan sehelahi benangpun menempel pada tubuhnya. Kemudian Kevin membalik kembali tubuhnya agar mereka bisa berhadapan.

Mutia tidak tau apa yang akan Kevin lakukan, sebab lelaki itu malah diam sejenak hanya untuk memandangi tubuh polosnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Muka Mutia langsung merah padam diperlakukan seperti itu. Melihatnya Kevin hanya tersenyum.

Tangan Kevin meraih dagu Mutia agar mereka kembali bertatapan. Kemudian dengan sekali hentakan, Kevin kembali memasukinya sembari mengendongnya dan menghimpitnya ke dinding.

Mutia merasakan kenikmatan dari sensasi lain yang belum pernah ia rasakan. Dia menyembur ketika Kevin terus bergerak.

Malahan gerakan Kevin semakin cepat hingga teriakan Mutia mengema. Melihat Mutia lemas setelahnya, Kevin ternyata tidak kasihan. Lelaki itu malah membaringkannya di lantai, dan menghentakan nafsunya kembali.

Mau tidak mau, Mutia harus meladeninya. Dia tidak mau kalah dengan membalik posisi mereka.

Baru saja Mutia mencoba memegang kendali, Kevin bangkit untuk mendudukan diri sehingga posisinya kini duduk dipangkuan Kevin kembali. Namun kali ini Mutia sadar, ia tidak hanya sekedar duduk dipangkuan Kevin.

Mengingat dua kejadian gila di malam yang sama itu membuat Mutia merutuki dirinya sendiri. Dia harus bersabar menunggu sampai kandungannya membesar, setelah itu ia akan melakukan tes DNA agar bisa tau bagaimana harus bersikap kedepannya. Namun yang pasti, Mutia tidak akan menceraikan Alan sampai kapanpun.

PUDARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang