Bab 2

6.3K 430 1
                                    

Aria terbangun dengan perasaan aneh. Kamar tempat dia berada sekarang tidak lagi terasa familiar. Dindingnya putih bersih, dan bau antiseptik memenuhi udara.

"Apa yang terjadi? Gue dimana?" gumam Aria sambil menggigit jarinya, kebiasaan yang muncul saat dia cemas. Dia mencoba duduk, tetapi tubuhnya terasa sakit. Dia terkejut ketika melihat jendela di sebelah tempatnya tidur memperlihatkan bayangan wajah asing yang bahkan saat samar pun masih terlihat cukup cantik tetapi masih kalah jauh dengan wajahnya, menurutnya.

Aria menyadari bahwa tubuhnya berbeda. "Tunggu, ini bukan mimpi, kan? Bagaimana bisa tubuh gue berubah?" pikirnya panik, sambil mencubit pipinya sendiri. "Oke, ini sakit. Jadi... ini nyata?"

Dengan otaknya yang cerdas, Aria mulai mencerna situasi yang tidak masuk akal ini. Dia mencoba turun dari tempat tidurnya dan melihat nama yang tertera di kasur rumah sakit tempat dia berada.

"Aurora Celestia Marcellino, huh?" gumamnya.

Aria kembali berbaring ketempat tidur dan mencoba mengingat kejadian apa yang mungkin menjadi alasan dia terbangun di tubuh orang lain. Kepalanya berdenyut, mengingatkan pada kejadian terakhir yang ia ingat yaitu membaca novel di kamarnya sebelum tidur.

Suara langkah kaki mendekat dan pintu kamar rumah sakit terbuka, menampilkan sepasang suami istri paruh baya dengan wajah cemas tetapi tetap tidak mengurangi kadar ketampanan dan kecantikan mereka meskipun sudah tua.

Di belakang mereka, dua pemuda tampan dan seorang gadis cantik berusia sekitar enam belas tahun masuk ke dalam ruangan. Aria berusaha mimikirkan siapa mereka, tetapi wajah-wajah itu begitu asing baginya.

"Sayang, kamu sudah sadar?" tanya wanita paruh baya dengan suara gemetar, sambil mendekat dan menggenggam tangan Aria.

"Aurora, bagaimana perasaanmu, sayang?" Pria dengan jas putih tampak seperti seorang dokter menatapnya dengan penuh perhatian.

Aria menelan ludah, mencoba meredakan kegugupannya. "Aurora?" gumamnya pelan. Ia memutuskan untuk berpura-pura kehilangan ingatan seperti yang sering ia baca dalam novel.

"Iya, sayang. apakah ada yang sakit?" Pria paruh baya itu bertanya lagi

"Aku... aku tidak ingat apa-apa," kata Aria pelan suaranya terdengar lemah.

Wajah-wajah disekitarnaya tampak semakin cemas. Wanita yang menggenggam tangannya mulai menangis dan memeluknya erat. "Ini mama sayang..." katanya dengan suara tersedu, sebelum akhirnya melepaskan pelukannya.

"Kamu mengalami kecelakaan dan koma selama hampir tiga bulan,. Dokter Rama bilang itu mungkin akan membuat ingatanmu hilang untuk sementara waktu" Pria paruh baya yang ternyata papa Aurora menjelaskan dengan suara lembut. Ia tampak seperti seorang dokter juga dirumah sakit itu.

Aria hanya mengangguk, mencoba mencerna informasi yang diberikan. Dua pemuda yang berdiri di belakang orang tua Aurora mendekat.

"Kami adalah saudaramu, Tia," kata lelaki yang menurut Aria cukup tampan, dengan suara yang terdengar dingin dan penuh perhatian di waktu yang sama. Lelaki tersebut sering memanggil Aurora dengan panggilan Tia. Dia mengambil akhiran dari Celestia yang ada pada nama lengkap Aurora.

"Nama kakak Damian, Damian Zephyr Marcellino dan dia Cassius Maximilian Marcellino." Tambahnya sambil menunjuk seorang lelaki yang tengah menatapnya dengan wajah berbinar tapi raut khawatir juga masih tampak jelas di wajahnya.

"Gue bisa memperkenalkan diri sendiri! Minggir lo!" Ucap Cassius sambil mendelik tidak suka dan menghentakkan bahu Damian agar memberikan tempat untuknya berbicara langsung dengan Aurora.

"Cassius!" Tegur papa mereka dengan nada memperingatkan. Baginya, penggunaan "lo-gue" kepada saudara sangat tidak sopan.

"Ya ya yaaaa" ucap Cassius sambil merotasikan matanya dengan enggan.

"Anak ini," keluh sang mama sambil memukul pelan lengan anak laki-lakinya itu.

"Sakit maaa" rengek Cassius

"Jangan bertingkah seperti anak kecil. Kamu tidak lihat adikmu bingung begitu?" ujar mama Aurora, sambil melihat Aria. Cassius yang sempat mengabaikan adik kesayangannya itu beberapa detik, akhirnya menyadari keberadaannya lagi.

"Halo cantik, aku saudaramu yang paling kamu sayangi. Kamu biasanya memanggilku abang" Ucapnya dengan ekspresi dan cara bicara yang 180 derajat berbeda dari sebelumnya.

Aria memandang mereka, merasa ada sesuatu yang familiar dengan nama-nama itu. Gadis yang berdiri di belakang mereka maju dengan senyuman.

"Hai, namaku Natalia Kirana Dewanta. Ini pertama kali kita bertemu secara langsung, aku senang kamu sudah sadar."

Aria mencoba tersenyum, meski dalam hatinya ia masih bingung. Nama-nama ini seolah mengingatkan pada sesuatu. Lalu, seperti kilatan petir, ingatan tentang novel yang ia baca sebelum tidur kembali, novel yang menurutnya sangat membosankan.

Novel berjudul "Ambisi dan Kasih di Sekolah". Di dalam novel tersebut karakter protagonis wanita memiliki nama yang sama dengan gadis yang baru saja memperkenalkan diri kepadanya, serta nama kedua lelaki yang mengaku sebagai kakak Aurora. Ia sangat yakin telah membaca nama-nama itu beberapa kali dalam novel tersebut.

Jantung Aria berdegup kencang. Ia baru ingat terdapat beberapa figuran yang hanya mucul di awal novel sebagai pemanis cerita, salah satunya Aurora Celestia Marcellino, figuran yang mengalami kecelakaan dan meninggal di hari pertamanya sebagai siswi SMA.

"Gue adalah Aurora dalam novel itu," pikirnya panik.

Aria menahan napas, berusaha mengendalikan kepanikannya. Jika ia benar-benar berada dalam tubuh Aurora, bagaimana dengan jiwa Aurora yang asli? Kapan Aria bisa kembali ketubuh aslinya? Apakah nanti tubuh Aurora dengan jiwa Aria akan kembali mengalami kecelakaan dan meninggal? Aurora kan memang ditakdirkan untuk meninggal. Bukankah itu berarti dia juga akan meninggal?

"Gue gak mau" pikir Aria. Ia masih terlalu muda dan ingin hidup lebih lama lagi. Hidupnya di dunia nyata bisa dikatakan sangat sempurna. Dia cerdas, cantik, dan yang paling penting berasal dari keluarga kaya raya. Dia bisa mendapatkan apapun yang dia mau karena "I want it, I got it" adalah motto hidupnya. Meninggal dalam keadaan berada pada tubuh orang asing, apalagi merupakan sebuah karakter figuran tidak pernah terlintas dalam pikirannya sebelumnya.

Melihat Aurora yang tampak masih lelah, keluarganya memutuskan untuk memberinya waktu istirahat. Mereka keluar dari ruangan, meninggalkan Aria sendirian dengan pikirannya. Aria menatap langit-langit, mencoba menyusun rencana. Ia harus mencari tahu lebih banyak tentang kehidupan Aurora, hubungan antar karakter, serta kemungkinan untuk kembali ke tubuh aslinya.

"Langkah pertama, gue harus mengenal keluarga ini lebih baik," gumam Aria pada dirinya sendiri. "Gue akan baik-baik aja," ucapnya lagi, mencoba meyakinkan diri. Aria memutuskan untuk bermain peran sebagai Aurora, berpura-pura hilang ingatan hingga nanti dia dikembalikan ke tubuh aslinya.


BERSAMBUNG

Jangan lupa vote nya yaaa

Bukan FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang