Bab 13

4.2K 337 3
                                    

"Kak..." lanjutnya lagi, kali ini sambil menyentuh bahu Damian. Sentuhan itu akhirnya menyadarkannya dari emosi yang mengekang.

"Eh... iya, ada apa, Tia? Kamu butuh sesuatu?" jawab Damian tergagap, sedikit terkejut dan jelas berusaha menyembunyikan ekspresi marahnya. Dia takut Aurora melihat amarahnya dan merasa khawatir.

"Kakak kenapa?" tanya Aurora, kini memperhatikan kakaknya yang tampak linglung dan tidak seperti biasanya.

"Enggak, nggak apa-apa," jawab Damian sambil tersenyum, mencoba menutupi ketegangan yang tadi sempat muncul di wajahnya. Namun, Aurora tidak sepenuhnya yakin.

Aurora menghela napas, menyadari bahwa Damian jelas tidak ingin membahas apa yang barusan terjadi. Dia hanya mengangguk, tetapi matanya tak bisa lepas dari ponsel yang masih digenggam erat oleh Damian. Tiba-tiba, sebuah pikiran melintas di benaknya—ia tidak pernah melihat ponsel miliknya sendiri selama ini.

"Kak, Tia nggak punya hp, ya?" tanyanya polos, mencoba mengalihkan perhatian Damian. Pertanyaan itu membuat Damian bernapas lega, tampaknya adiknya tidak mencurigai sikap anehnya tadi.

"Dulu punya, tapi kayaknya rusak waktu kecelakaan," jawab Damian santai. Setelah itu, tanpa sadar, ia kembali meraih rambut Aurora, menghirup aroma segarnya seperti mencari ketenangan yang ia butuhkan.

Aurora menganggukkan kepalanya perlahan, mencoba kembali mengabaikan Damian yang terus memainkan rambutnya, meski sebenarnya ada sedikit rasa tidak nyaman. Namun, dia berusaha terbiasa dengan tingkah laku kedua saudaranya, meskipun terkadang terasa sedikit berlebihan.

"Tia mau punya ponsel lagi, Kak," ucap Aurora tiba-tiba, setelah meneguk air yang baru saja ia minum, menyelesaikan makanannya.

Damian terdiam sesaat, seolah mempertimbangkan permintaan itu. "Ya sudah, besok pulang sekolah kakak temenin Tia beli, ya. Kita juga izin ke Mama sama Papa?" jawabnya akhirnya, sambil tersenyum lembut.

Aurora mengangguk dengan semangat. "Ehm, ehm," gumamnya sambil menganggukkan kepala. "Terima kasih, Kak Ian," ucapnya pelan, kemudian dengan manis memeluk lengan Damian yang berada di dekatnya, mendongak menatap wajah kakaknya.

Damian tersenyum penuh arti, hatinya terasa hangat saat Aurora memeluk lengannya, meskipun hanya sebentar. Setelah Aurora bangun dari koma, dia menyadari banyak hal yang berubah. Gadis yang dulu begitu manja, kini terasa seolah ada jarak di antara mereka. Aurora masih menerima kasih sayang dari anggota keluarga mereka, pelukan, sentuhan, dan perhatian, tapi jarang sekali dia membalasnya seperti dulu. Padahal, Aurora yang dulu selalu clingy, terutama kepada dirinya dan Cassius.

Damian menatap adiknya dengan sedikit kerinduan yang sulit ia ungkapkan. Meskipun senyum Aurora masih sama, ada sesuatu yang berbeda—sesuatu yang membuat Damian merasa adiknya menjauh, meski begitu dekat di sisinya.

Damian terus menatap adiknya, sementara Aurora masih terdiam, tenggelam dalam lamunannya. Pikirannya kembali pada pesan yang telah mengubah suasana hati kakaknya begitu drastis. Namun, dia tetap memeluk lengan Damian erat.

"Tia..." suara Damian yang lembut menyadarkan Aurora dari lamunannya.

"Hm?" sahut Aurora, mendongakkan kepala dan memandang kakaknya.

Damian tampak ragu. Dia terdiam beberapa saat, seolah ada sesuatu yang ingin ia tanyakan tapi tidak yakin bagaimana memulainya. Ia menarik napas dalam, lalu berdehem pelan sebelum akhirnya melanjutkan.

"Ini cuma misalnya ya..." ucapnya, sambil mengelus rambut Aurora dengan lembut, berusaha menenangkan dirinya sendiri lebih dari adiknya.

Aurora mengerutkan kening, heran dengan nada bicara Damian yang berbeda dari biasanya.

Bukan FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang