Melihat adiknya dekat dengan lelaki lain selain ayahnya dan Damian benar-benar membuat Max merasa tidak nyaman.
"Eh, lo mau nggak Aurora? Gue ajarin main game ini, seru banget!" Leo mendekatkan ponselnya ke Aurora, menampilkan permainan yang sedang dimainkannya.
Aurora tersenyum. "Kak Leo serius? Rora nggak jago main game kak."
Baik Aria maupun Aurora mereka sama-sama tidak pernah bermain game. Aria lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar. Apabila ingin refreshing sejenak, dia akan membaca novel.
"Tenang aja! Gue kan pro player," ucap Leo dengan senyum percaya diri yang khas. Dia duduk lebih dekat, berusaha mengarahkan Aurora untuk mencoba game tersebut. Aurora tampak ragu, tapi sedikit tertarik melihat keantusiasan Leo.
Max mengerutkan kening. "Dia baru aja sembuh, Leo. Jangan kasih dia main game dulu, nanti malah kecapean."
Leo melirik Max dan tersenyum. "Relax, Max. Cuma game kecil kok, buat ngisi waktu doang."
Sementara itu, Evan yang tadinya hanya duduk diam di sofa, ikut berbicara. "Leo, mungkin Max benar. Aurora perlu istirahat." Suara Evan tenang, namun auranya memberi kesan lebih serius.
Aurora melirik mereka bertiga dengan senyum kecil. "Nggak apa-apa kok, abang, kak Evan. Rora nggak selemah itu." Dia kemudian mengambil ponsel dari tangan Leo dan mulai mencoba memainkan game tersebut. Leo, dengan semangat, mengajarinya langkah demi langkah.
Max yang masih berdiri di dekat jendela menggeram pelan. Melihat Aurora yang tampak asyik bersama Leo membuatnya merasa terpinggirkan. Sampai akhirnya, Max tidak tahan lagi. "Kayaknya kalian udah cukup lama disini. Gua rasa Aurora butuh istirahat sekarang."
Aurora menatap Max dengan tatapan bingung. Max yang melihat tatapan Aurora berusaha mengabaikannya. Dalam hatinya ada rasa cemburu yang tak bisa dia abaikan. Dia berusaha menyembunyikannya, tapi sulit ketika melihat adiknya banyak tersenyum kepada Leo.
Dia juga sudah mengenal temannya itu cukup lama, dia sangat paham bahwa sepertinya temannya itu memiliki ketertarikan terhadap adiknya. Leo memang ramah, tetapi dia selalu menjaga jarak dengan perempuan, dan kali ini berbeda.
Orion yang berdiri di samping Max, akhirnya menepuk bahu temannya. "Kalo gitu kita pulang dulu."
Evan dan Leo kemudian mulai bersiap untuk pergi. "Nanti kalau udah sembuh, gue ajak lo main bareng ya, Ra" ucap Leo.
Aurora tersenyum. "Siap kak!"
Setelah mereka semua keluar dari kamar, Aurora menatap Max dengan pandangan bingung. "Abang kenapa? Kok kayaknya nggak suka kalau Rora ngobrol sama kak Leo?"
Max menghela napas dalam-dalam, adiknya itu selalu mengertinya. Dia mencoba menyembunyikan kegelisahannya dibalik senyuman yang dipaksakan. Tanpa sepatah kata, dia mendekat, menarik Aurora ke dalam pelukan hangatnya.
Max memeluk Aurora erat, seperti seseorang yang takut kehilangan, kemudian menundukkan kepalanya ke lekukan leher Aurora, menghirup lembut aroma tubuh adiknya yang selalu berhasil menenangkan hatinya yang bergejolak.
"Abang cuma... khawatir sama kesehatan Rora. Itu aja." gumam Max dengan suara serak, nyaris berbisik, seolah kata-kata itu tak cukup kuat menahan perasaannya yang sesungguhnya.
Aurora tersenyum tipis, tangannya terangkat untuk mengelus rambut sang abang dengan lembut, memberikan rasa nyaman. "Rora baik-baik aja, Abang. Nggak usah khawatir," katanya lembut.
Max hanya mengangguk dalam diam, pelukannya tetap erat, enggan melepaskan. Meski bibirnya tak berkata, hatinya berbicara lain. Di dalam dadanya, bergulat perasaan yang tak mudah diungkapkan—bukan sekadar kekhawatiran tentang kesehatan adiknya, tapi ketakutan yang lebih dalam. Ketakutan bahwa perhatian Aurora, yang dulu hanya untuknya dan keluarga, kini harus ia bagi dengan orang lain... bahkan dengan teman-temannya sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/376638033-288-k385038.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Figuran
RomanceAria Seraphina Suryadinata, gadis cantik yang terbiasa mendapatkan segalanya. "I want it, I got it" adalah moto hidupnya. Namun, hidupnya berubah drastis ketika tanpa disangka, ia terbangun di dalam dunia novel yang dibacanya sebelum tidur-dan lebih...