Aurora terbangun dengan perlahan, matanya terpaku pada jam dinding yang menunjukkan pukul 9:12. Tadi malam ia tidur terlalu larut, dan kini rasa pusing menggelayut di kepalanya. Sambil menghela napas, Aurora bangkit dari kasur dan melangkah menuju kamar mandi. Sebuah ide menyegarkan melintas—berendam di bathtub pasti bisa membantu mengusir lelah dan mendinginkan pikiran.
Kemarin adalah hari yang panjang menurutnya, terlalu banyak yang terjadi. Setelah berendam cukup lama, ia berpakaian dengan santai dan memutuskan untuk turun ke bawah mengisi perut. Pikirnya, orang tuanya, Max, Damian, dan Natalia pasti sudah pergi ke sekolah dan bekerja.
Namun, ketika ia sampai di ujung tangga, langkahnya terhenti. Ada suara..? Alisnya terangkat bingung.
"Bukannya semua udah berangkat ya?" batinnya. Rasa penasaran mengalahkan rasa laparnya. Dengan langkah pelan, ia menuju ruang keluarga.
Begitu sampai, matanya membulat. Di sana, di depan televisi yang menyala, duduk Leo. Pria itu sedang asyik menonton sambil mengunyah cemilan, seolah rumah ini miliknya. Aurora mengerjapkan mata, tak percaya.
"Kak Leo?" tanyanya dengan ragu.
Leo menoleh, lalu senyum lebar langsung menghiasi wajahnya.
"Eh, adik kecil udah bangun," sahutnya riang. Ia bangkit dari sofa, mematikan TV, lalu berjalan menghampiri Aurora. "Lo belum sarapan kan cil? Ayo, gue temenin."
Aurora mengerutkan dahi, bingung dengan sikap santai Leo. "Apa yang dia lakukan di sini?" pikirnya.
Leo, seolah tahu Aurora tengah melamun, menepuk pelan tangannya. "Hei, kok bengong? ayo, sarapan" katanya sambil menarik tangan Aurora, tanpa menunggu persetujuan. Langkahnya cepat menuju dapur, dan Aurora hanya bisa pasrah mengikuti.
"Udah, nggak usah malu-malu, anggap aja kayak rumah sendiri," ucap Leo sambil menarik kursi untuk Aurora. Ia duduk di seberangnya, masih dengan senyum ceria.
Aurora makin tak habis pikir. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Leo ada di sini? Bukankah sekarang hari Rabu, seharusnya dia di sekolah? Dan, di mana Max dan Damian? Bagaimana mungkin mereka membiarkan Aurora sendirian dengan Leo, terutama abangnya itu. Meskipun Leo adalah sahabatnya dia sangat yakin abangnya itu tidak akan suka jika Aurora berduaan dengan Leo, meskipun di rumah mereka sendiri.
"Abang di mana, Kak?" tanya Aurora akhirnya, suaranya penuh rasa ingin tahu.
Leo, yang kini memposisikan wajahnya di atas meja, menatapnya sambil tersenyum jahil. "Sekolah lah, cil. Ini kan bukan hari libur," jawabnya santai, matanya tak lepas dari Aurora.
"Terus, Kak Leo nggak sekolah?" Aurora makin bingung.
"Nggak" jawab Leo dengan santai, tanpa sedikit pun rasa bersalah. Dia benar-benar menikmati wajah kebingungan Aurora yang menurutnya... terlalu menggemaskan.
Aurora makin menatap Leo dengan tatapan bingung, matanya menyipit curiga. Melihat ekspresi itu, Leo tak bisa menahan rasa gemasnya dan tertawa kecil.
"Oh, lo belum tahu ya? Gue nginep di sini semalam," jawab Leo dengan nada santai, seolah itu hal biasa.
"Nginep? Di sini? Kok bisa?" Aurora semakin mengerutkan dahi, benar-benar tak mengerti.
Leo tersenyum lebar, lalu bersandar santai di kursi. "Ya bisa lah. Lagian, gue udah pernah nginep di sini beberapa kali. Dulu, lo kan sombong banget, cil. Kalau gue atau yang lain datang, kerjaan lo cuma sembunyi."
Aurora berdehem pelan, sedikit tak nyaman. Ia tahu, yang dimaksud Leo adalah Aurora yang asli, sebelum ia kehilangan ingatan. "Itu kan ulah Aurora yang dulu," gumamnya pelan, yang tentu saja tidak dapat di dengar oleh Leo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Figuran
RomanceAria Seraphina Suryadinata, gadis cantik yang terbiasa mendapatkan segalanya. "I want it, I got it" adalah moto hidupnya. Namun, hidupnya berubah drastis ketika tanpa disangka, ia terbangun di dalam dunia novel yang dibacanya sebelum tidur-dan lebih...