[20] MENJADI PELINDUNGMU

111 89 15
                                    

Aku berjanji, akan selalu melindungimu. Jika bisa, aku rela dibunuh oleh siapa pun jika menyangkut tentang dirimu.

-Wahyu Putra Wardhana🥀



PRANGGGGGG

Vas berwarna biru tua itu sedang terjatuh dilantai. Nampak seorang pria paruh bayah sedang naik tanduknya, vas yang bernilai miliyaran itu pecah begitu saja.

"Dari mana saja kamu!?"

Pemuda itu hanya terdiam dan tidak menanggapi pertanyaan dari ayahnya.

"Saya tanya! Dari mana saja kamu!?"

"Rumah temen," jawabnya santay.

"Jadi Kamu numpang tidur? Apakah kamu tidak malu tidur di rumah orang!?" hardik pria paruh bayah itu memarahi anak sulungnya.

Telinganya sudah tidak tahan mendengar dumelan pria paruh bayah ini. Dengan cepat, kakinya melangkah menaiki anak tangga. Pria paruh bayah itu semakin marah, tatkala melihat putra sulungnya seperti mengabaikan kemarahannya.

"Dasar anak tidak punya sopan santun! Orang tuanya lagi bicara! Malah tidak direspon. Deka! turun kamu!"

Deka menghentikan langkahan kakinya di anak tangga dan menoleh kebelakang melihat pria paruh bayah itu yang sudah naik darah di bawah sana.

"Udah pi! Jangan marahi Deka. Putra kita masih---"

"Cukup mi! Deka bukan lagi anak kecil yang kamu manja. Siapa yang akan nerusin perusahan papa kalau bukan anak nakal ini!?" celahnya.

"Papi---"

"Mami... biarkan papi bicara sama anak manja kamu itui" celahnya lagi. "Deka! kalau kamu masih mau balapan liar sama temen-temen kamu yang bodoh itu. Maka, papa akan cabut semua fasilitas milik kamu, dan motor kamu akan papa jual! Biar tau rasa kamu."

"Papi udah! Ini berlebihan," sanggah Kira.

Deka hanya berdecih dan berjalan naik ke atas meninggalkan kedua orang tuanya yang masih adu mulut di bawah sana.

"Orang tuanya lagi bicara! Gak didengerin. Mau jadi anak durhaka kamu!?"

Deka seakan tuli, pemuda ini sudah muak mendengar omelan ayahnya yang terus menusuk-nusuk ditelinganya.

"Mami kesel sama papi!" kesal Kira meninggalkan suaminya.

"Ibu dan anak sama saja. Bikin saya pusing setiap hari." gumamnya terlihat frustasi.

****

Mobil hitam avanza berhenti tepat di depan rumah yang bercat orange putih yang tidak terlalu mewah bangunannya.
Pemuda itu keluar dari mobil, langsung saja ia berhadapan dengan kekasihnya. Pemuda ini membisik pelan. "I love you."

"I love you too!" seru gadis ini mencium pipinya.

"Ekhem!"

Sintiya tersentak kaget tatkala ia mendengar suara deheman dari Aurel. Sepertinya, gadis itu sudah sangat lelah menjadi nyamuk, langsung saja ia mendorong dada bidang pemuda itu.

"Sana!" usirnya, membuat pemuda itu terkekeh geli dan masuk dalam mobil.
Kaca spion itu mulai turun ke bawah, menampilkan Sintiya yang masih berdiri melambaikan tangannya.

Sintiya berseru. "Hati-hati!"

Wahyu tersenyum manis dan mulai menyentuh puncak kepala gadis itu.
"Masuk kerumah."

Setelah melihat kekasihnya sudah masuk ke dalam rumah, Wahyu langsung membalap mobilnya dengan kecepatan tinggi meninggalkan pekarangan rumah Sintiya. Seseorang berhodie hitam yang memakai masker hendak melihat aktivitas itu dan langsung saja menelpon seseorang.

"Halo bos. Saya melihat tuan muda bersama perempuan itu lagi,"

"Sialan! Terus awasi mereka," teriaknya diseberang telfon.

"Siap bos!"

Mobil avanza hitam memasuki pekarangan rumah, kedua adik kakak itu keluar secara bersamaan dari mobil. Mereka berjalan mau memasuki rumah. Namun, seseorang menyuruh mereka untuk berhenti.

"Berhenti disitu."

Aurel nampak ketakutan dan langsung memegang erat tangan kakaknya.

"Ada apa?" tanya Wahyu tidak takut sama sekali.

"Apakah kau masih berhubungan dengan perempuan itu?"

Wahyu tersenyum miring. "Apa urusan lo?"

"Katakan kepadaku! Apakah kau masih berhubungan dengannya!?"

"Lo udah tua. Gak usah terlalu kepo sama urusan anak muda," ucap Wahyu dengan kata-kata pedas.

"Kak..." cicit Aurel.

"Gak usah takut."

"Jauhi perempuan itu, atau---"

"Atau apa?" celahnya.

Pria paruh bayah itu tersenyum miring lalu mengeluarkan pistol di saku celananya. "Kau kenal ayahmu ini kan? Mafia terkejam. Apapun bisa kulakukan untuk melenyapkan seseorang."

Tangan pemuda itu mengepal kuat, urat-urat lehernya muncul seketika.

"Jika kau tidak ingin perempuan itu celaka, maka turutilah perintahku," ucapnya sambil terkekeh sinis dan meniup- niup pistolnya.

"Kalau lo sampai berani sakitin Sintiya. Maka lo berurusan sama gue pria tua!" hardik Wahyu menunjuk lelaki tinggi itu.

"Silahkan. Bagiku kau hanya anak kecil yang lemah," ledeknya membuat Wahyu mengepalkan tangan.

"Masuklah ke kamar. Kakak akan baik- baik saja," suruh Wahyu. Dengan berat hati, Aurel masuk ke dalam kamarnya. Tersisa ayah dan anak itu disana.

"Apa yang lo inginkan!?"

"Simpel. Saya hanya ingin kau membantuku untuk menghancurkan keluarga Sanjaya."

"Gak! Gue gak mau melakukan hal keji seperti itu!"

"Terserah jika kau tidak mau. Lihat saja, kau akan menyesal!" ucapnya sambil terkekeh sinis.

Dirinya tidak akan pernah mau melakukan hal keji seperti itu, apalagi berani mengusik keluarga sahabatnya. Pasti pria tua ini hanya mengancam.
Pemuda itu tetap positiv thingking, tidak munkin hanya karena dendam pribadi, ayahnya akan tega membunuh kekasihnya.

Wahyu membantin. "Ini hanya ancaman. Tua banka itu selalu melakukannya."

●●●

BERSAMBUNG...

VOTE☆☆☆

NEXT>>>

DEWARA THE SERIES (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang