"Eh, lo sadar gak? Udah satu minggu... Vio gak ke sekolah?"
"Gak tau, emang gak ada keterangannya ya?"
"Gak ada. Justru itu, gue nanya," ucap dia bergosip dengan teman sebangkunya.
Kirana mendengar pembicaraan kedua gadis itu, mereka tengah membicarakan perihal Vio yang sudah satu minggu lebih tidak pernah hadir ke sekolah tanpa keterangan sedikit pun. Tak lama kemudian, ibu guru memasuki kelas, membuat perhatian mereka semua langsung beralih ke depan.
"Pagi anak-anak," seru Ibu Dayah menyapa."
Pagi juga bu!" sahut mereka berteriak cukup nyaring.
Ibu Dayah langsung duduk di kursinya dan mulai membuka buku sampul berwarna hijau teransparan. Wanita yang berumur 28 tahun itu langsung mengabsen. "Kemana Vio?"
"Gak tau bu! Udah satu mingguan lebih Vio gak masuk ke sekolah," ungkap salah satu dari siswa, membuat ibu Dayah menarik nafas panjang. Wanita itu langsung melihat ke arah Serlin dan Rilen, kedua gadis itu tengah melongo.
"Serlin, Rilen, kemana Vio?" tanya Dayah serius, membuat keduanya tersentak kaget.
"A-anu... gak tau bu," ucap Serlin gugup. Gadis ini benar-benar tidak mengetahui keadaan dari sahabatnya.
"Masa gak tau? Bukannya kamu temannya yah?" tanya Dayah.
"Ril, bantu jawab dong!" desak Serlin menyenggol bahu Rilen. Wajah Serlin tengah menunduk menatap lantai keramik putih itu.
"Gue juga gak tau Lin!" kata Rilen ikut tertunduk.
"Dari semua siswa-siswi yang berjumlah dua puluh delapan orang di kelas ini, apa tidak ada satu orang pun yang tau mengenai kabar Vio?" tanya Dayah kepada mereka, semua nampak saling menatap satu sama lain. Ibu Dayah hanya menarik nafas panjang. Sepertinya, ia harus mencari tahu sendiri kabar dari anak walinya itu. Ibu Dayah langsung memecahkan keheninngan, "Buka halaman tiga puluh lima, kita sudah masuk di bab dua."
Kirana terus memikirkan Vio yang sudah satu minggu lebih tidak pernah memasuki sekolah. Vio benar-benar tidak pernah terlihat lagi, munkin kah dia sudah pindah sekolah? Atau ada masalah tersembunyi yang tidak ia ketahui? Ini benar-benar janggal dan susah di tebak masalahnya.
****
"Wahyu!" teriaknya keras memanggil nama keramat pemuda arogan itu. Wahyu langsung membalikkan badan dengan raut wajahnya yang jutek. Gadis itu tersenyum lebar dan langsung berlari kecil menghampiri.
"Ada apa?" tanya Wahyu dengan suara beratnya.
"Lo mau kemana?" tanya Caya.
"Kantin," beritahunya, mata Caya tengah berbinar membuat Wahyu sedikit heran dengan mata gadis ini.
"Bareng aja, yuk! Gue juga mau ke kantin kok," ajak Caya antusias. Wahyu hendak menyipitkan mata, pemuda ini langsung tersenyum miring menatap Caya.
"Lo berani ngajakin orang nakal kayak gue?" tanya Wahyu. Caya hanya mengangguk tanpa ragu, pemuda itu langsung terkekeh melihatnya.
"Berani kok!" serunya sedikit berteriak.
"Apa tujuan lo?" tanya Wahyu mengintrogasi, menurutnya gadis ini memiliki rencana yang licik terlihat dari sikap dan perilakunya yang cukup aneh dengannya.
Caya membisiknya dengan pelan. Kata gadis itu berhasil membuatnya terdiam, "Tujuan gue, buat hati lo menjadi cair dan suatu saat, lo bakal jadi milik gue satu-satunya. Camkan itu, Wahyu Putra Wardhana."
Wahyu terdiam seketika, ancaman gadis itu terhadapnya benar-benar diluar nalar. Mana munkin Caya menyukainya, pasti itu hanya candaan saja. Jika perkataan Caya benar, Wahyu sama sekali tidak peduli jika gadis ini menyukai dirinya. Bagi Wahyu, Sintiya tidak akan pernah tergantikan oleh wanita mana pun. Jangan terlalu berharap jika si buaya arogan yang setia itu akan mudah luluh dengan wanita lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEWARA THE SERIES (On Going)
Fiksi Remaja(TAHAP REVISI) Menyukai salah satu dari hambamu... apakah kami dapat dipersatukan? Atau akan berpisah karena berbeda keyakinan? Tak ku sangka, kita menyukai gadis yang sama. Lantas? Apakah saya harus mengalah? Dan membiarkanmu hidup bersamanya? Sang...