Bab 1

41 13 3
                                    

"Pagi ini diawali dengan tangis, bukan kebahagiaan. Namun, dibalik kesedihan ini, ada harapan akan hari yang lebih baik."

~Aiza~

Hari minggu, mungkin bagi Sebagian besar orang adalah hari yang tenang dan menyenangkan. Namun, tidak bagi Aiza Frisly Queenza. Hari ini, tepat hari minggu selalu saja ada huru-hara. Keluarga yang seharusnya penuh kebahagiaan, harus penuh dengan tekanan. Keluarga yang membuat Aiza merasa tak nyaman.

Saat ini, Aiza sedang mendengarkan sebuah lagu Arab. Dia ingin menenangkan dirinya, dengan menutup pintu rapat-rapat. Dalam diamnya, Aiza menuangkan semua masalah-masalahnya ke dalam buku diary. Lalu da pun menangis saat menggoreskan tinta pulpen ke kertas itu.

"Ya Allah saya capek..." ucap Aiza dengan nada lirih.

Tangannya bergemetar, dia pun menaruh pulpennya. Dan membekap mulutnya supaya tidak akan di dengar oleh orang tuanya. Sungguh sakit sekali hatinya, rasanya dia ingin bercerita dengan seseorang. Dia ngin menyerah ingin menyerah tapi dia juga tahu Allah akan marah jika hambanya berputus asa.

"Ya Allah saya harus menghadapi ujian ini dengan cara bagaimana lagi...?"

"Pagi ini diawali dengan tangis, bukan kebahagiaan. Namun, dibalik kesedihan ini ada harapan akan hari yang lebih baik," gumam Aiza sambil mengembuskan napas berat.

🐱🐱🐱

Bunyi dering telepon barusan seperti dengung isi kepala Aiza. Cuaca buruk di luar sana telah berhasil membuat Aiza tersadar, bahwa dia mengurung dirinya di kamar selama hampir tiga jam.

Aiza melepas headshetnya, dan meihat luar cendela yang sangat gelap. Aiza menaruh bukunya di tepi ranjangnya, dia berjalan menuju pintu untuk membuka pintu kamarnya.

"Abi? Umi?" panggil Aiza dengan kepala yang sedang mencari keberadaan orang tuanya.

Suasana rumahnya sangat sepi, dia ingin mengecek ke kamar kedua orang tuanya. Tapi langkahnya di berhentikan oleh notif hpnya yang berbunyi. Aiza melihat nama siapa yang chat dia pagi pagi dini?

"Abang Bilal?" gumam Aiza menyebut nama kakak ketiganya.

Aiza melihat isi dari pesan dari kakaknya tiba-tiba.

"Adeknya abang, maafin abang ya. Abang gak bisa pulang sore ini dek, jadi hari ini abang ngelembur dipondok, maafin abang ya."

Aiza menarik nafas dalam-dalam, "Gak papa kok bang... Aiza juga biasa sendirian. Aiza kan perempuan yang kuat!"

Aiza sudah membalas chat dari kakaknya, dan Kembali mengecek bagaimana keadaan dari kedua orang tuanya. Dia ke kamar mereka, dan benar saja mereka berdua sedang tertidur pulas.

"Kasian abi sama umi..." gumam Aiza berdiri di luar pintu kamar orang tuanya.

Aiza berbalik, dia berjalan menuju ke ruang tamu. Dan mengambil sebuah Al-Qur'an untuk di baca. Dia mulai membuka Al-Qur'an dan mulai melantunkan lafadz-lafadz Al-Qur'an dengan suaranya yang merdu dan indah. Dan sudah satu jam Aiza tadarus Al-Qur'an, dia menutup Al-Qu'an dan menciumnya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam seorang laki-laki memakai peci serta gamis putih dan sorban yang melilit di lehernya.

"Waalaikumsalam warahwatullahi wabarakatuh,"

Aiza menoleh, dia mengenal betul suaranya.

"Abang Bilal!"

Dia bernama Bilal Husein, yang biasa di panggil Bilal. Abangnya itu datang-datang dengan wajah yang tersenyum sendiri.

"Ada apa? Katanya ngelembur?" tanya Aiza yang bingung dengan tingkah kakaknya ini.

"Hehehe, iya dek. Gak jadi, tadi Gus Raka minta yang lain buat kerjain dokumennya, dan abang malah disuruh pulang sama Gus." jelas Bilal tersenyum bahagia ke adiknya.

"Alhamdulillah, jadi abang gak kerjain yang berat dong?"

"Iya, enggak dek. Oh iya! Ini abang tadi bawain kamu seblak level empat!" katanya bersemangat, sambil membuka kresek putih transparan itu.

Mata Aiza berbinar, dan mencium harum bau pedas yang sangat enak itu. perut Aiza jadi lapar, usai Bilal membukakan seblak miliknya.

"Makasih bang!" jawab Aiza dengan senyum manis yang terbit di wajahnya.

Bilal tersenyum saat Aiza menyantap makanan di depannya, dia menepuk lembut pucak kepala Aiza. "Makan yang banyak ya."

Aiza mengangguk mendengar perintah abangnya. " Siap bang!"

Bilal menggelengkan kepalanya atas tingkah laku Aiza yang selalu bikin gemas. Bilal juga sedang makan teringat sesuatu.

"Dek," panggil Bilal.

"Iya bang?" jawab Aiza yang hendak mau memasukkan makanannya dalam mulutnya.

"Kamu diundang lagi sama keluarganya pak Hamdan, gimana? Kamu terima?" ucap Bilal memberikan pertanyaan yang beruntun.

Aiza diam, dia menunduk tidak berani menjawab pertanyaan abangnya.

"Kalau kamu gak mau, abang gak maksa."

"Iya, bang," jawab Aiza.

Seketika senyum indah terbit dari wajah Bilal.

"Makasih ya bang," ujar Aiza sambil menatap ke arah Bilal.

"Sama-sama. Oh iya, sama satu lagi Aiza!" celetuk Bilal yang membuat Aiza penasaran.

"Apa bang?" tanya Aiza penasaran.

"Besok ikut abang ke Pondok Pesantren Nurul Islam, ya?" ajak Bilal.

"Ngapain ke sana bang? Mau ketemu sama bang Ghaffi?" tanya Aiza.

"Kebanyakan tanya, ya! Udah ikut aja!" tukas Bilal.

Aiza hanya mengangguk mengerti, dan kembali memakan makanannya yang mulai dingin karena di tinggal sebentar untuk berbicara dengan abangnya.

🐱🐱🐱

Cinta yang Tertulis di Lauhul MahfudzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang