Bab 2

30 12 7
                                    

"Kita tidak bisa menebak takdir kita seperti apa, kita sebagai hamba Allah hanya bisa memperbaiki diri dan menjalankan semua perintah-Nya."

~Aiza~

Hari ini, Aiza sudah memakai seragam putih abu-abu rapi. Aiza mengambil tasnya dan keluar dari kamarnya. Dia sedang mencari keberadaan abangnya yaitu Bilal.

Aiza yang tidak menemukan keberadaan Bilal pun, dia kembali berjalan ke ruang tamu, lalu di sanalah ibu Aiza yang bernama Sofia sedang duduk di sofa ruang tamu dengan meminum teh, Aiza menghela nafas dan memberanikan untuk menghampiri ibunya.

"Umi," panggil Aiza menundukkan kepalanya di depan sang ibu.

"hmm?" Sofia hanya menjawab dengan dehaman saja.

"Umi, Aiza berangkat dulu ya," ucap Aiza, lalu beranjak mencium tangan Sofia. Tapi tangan Aiza ditarik, dan menatap tajam kearah Aiza.

"Mau apa kamu!" tanya Sofia dengan nada ketus.

Suaranya tercekat, ketika Sofia bertanya seperti itu. Sulit sekali Aiza berani melawan di hadapan ibunya. Dia sangat takut dengan Sofia. Aiza Kembali tegap dengan kepala yang masih tertunduk takut.

"Kamu kalau sekolah, ya sekolah aja sana!" ketus Sofia menggunakan nada tinggi.

"Baik umi, kalau begitu Aiza berangkat ya. Assalamualaikum," ucapnya lalu keluar menuju halaman.

🐱🐱🐱

"Loh, dek, kok pakai seragam?" tanya Bilal yang sedang mengernyitkan alisnya.

Sedangkan Aiza menatap Bilal dengan wajah datar, abangnya memang selalu pikun.

"Bang, ini hari senin dan hari liburnya Aiza habis dari kemarin, mengerti, kan?" jawab Aiza sembari mengacak pinggang.

"Oh iya, ya! Maaf ya abang lupa. Kalau begitu kita kapan ke pondok Nurul Islamnya? Nanti sore gimana, dek?" tanya Bilal sekali lagi.

"Kalau nanti sore, Aiza gak bisa bang."

"Mau ke Cafe Cat lagi?" tebak Bilal yang seolah tepat menjawab ucapan Aiza.

Aiza hanya tersenyum ketika abangnya menjawabnya dengan tepat. Bola mata Bilal memutar malas lalu menghela nafas kecil. Sejurus kemudian, membukakan pintu mobil untuk Aiza.

"Ya, udah, nggak apa-apa, biar abang sendiri aja, sekarang tuan putri silahkan masuk ke dalam," perintah Bilal ke Aiza.

Aiza mengangguk dan segera masuk ke mobil. Bilal menutup pintu mobil, lalu masuk ke dalam mobilnya. Mobilnya pun melaju dengan cepat. Di perjalanan Aiza hanya diam dan melihat di luar jendela mobil dengan wajah yang sedih. Bilal yang mengetahui itu hanya bisa diam, melanjutkan mengumudi mobilnya.

Pasti karena Umi. Batin Bilal lalu fokus pada jalanan yang sangat ramai.

Setelah beberapa menit, mobil Bilal berhenti di depan gerbang sekolah Aiza. Aiza menoleh kearah Bilal yang hendak mencium tangannya, seketikaberhenti karena melihat wajah abangnya yang berwajah masam.

"Abang kenapa?" tanya Aiza dengan raut wajah bingung.

"Nggak apa-apa, kamu belajar yang rajin ya," jawab Bilal menetralkan wajahnya menjadi ceria.

Cinta yang Tertulis di Lauhul MahfudzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang