17 | Memastikan

498 62 69
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Risma pun segera mengambil ponselnya dari dalam laci. Ia tampak mencari nomor telepon seseorang, saat Ruby berhasil mengintip ponsel wanita itu.

"Kalian enggak akan bisa bertemu dengan Kakak saya. Kakak saya sudah lama pindah dari desa ini bersama suaminya. Mereka pindah tanpa alasan yang jelas, dan saat ditanya mereka memilih untuk tidak menjawab sama sekali. Saat ini, satu-satunya yang belum tahu soal masalah teror dari setan anja-anja itu adalah Kakak saya. Jadi, dia pasti akan mengangkat teleponnya. Tapi ... biarkan saya yang mencoba bertanya dengan cara saya sendiri," ujar Risma.

"Baik, Bu Risma. Silakan lakukan yang Bu Risma rasa bisa memberikan petunjuk bagi kami," tanggap Ruby.

Nada sambung terdengar jelas oleh mereka. Risma dengan sengaja menekan tombol loudspeaker pada ponselnya, agar dirinya tidak perlu repot memberi tahu jawaban Rahayu ketika ditanya.

"Halo, Ris. Assalamu'alaikum," sapa Rahayu dari seberang sana.

"Wa'alaikumsalam, Mbak. Mbak ... tolong aku. Tolong, Mbak," Risma langsung memohon sambil menangis.

"Ris? Kamu kenapa, Dek? Ada apa? Kamu mau minta tolong apa sampai menangis seperti itu?"

"Lastri, Mbak. Lastri. Dia menerorku dan Mas Rizal sejak kami menikah tiga hari yang lalu. Dia mengirimkan setan anja-anja ke rumah kami, dan sekarang Mas Rizal sedang tidak sadarkan diri, Mbak. Tolong aku, Mbak. Tolong."

"Astaghfirullah hal 'azhim! Mas! Mas Guntur! Ke sini cepat, Mas!"

Rahayu terdengar memanggil suaminya. Semua orang tetap diam dan membiarkan Risma tetap berkomunikasi.

"Ada apa, Dek? Kenapa memanggilku sampai seperti ...."

"Lastri, Mas! Lastri kembali meneror. Kali ini Risma dan Rizal yang menerima teror itu, Mas! Rizal hampir jadi korban setan anja-anja, Mas! Dia sekarang tidak sadarkan diri!"

Suara telepon terdengar berderak. Tampaknya ponsel Rahayu baru saja berpindah tangan.

"Halo, Ris? Benar kalau Lastri menerormu dan Rizal seperti dia meneror kami?" tanya Guntur.

"Iya, Mas. Benar. Mas Rizal masih belum bangun, Mas. Orang-orang yang aku mintai tolong masih belum berhasil menembus alam bawah sadarnya. Bantu aku, Mas. Bagaimana caranya agar aku bisa membongkar kebusukan Lastri selama ini," Risma kembali memohon.

"Ya sudah, begini saja. Orang-orang yang sedang membantumu untuk merawat Rizal masih di situ, 'kan?"

"Iya, Mas. Masih. Mereka masih ada di sini."

"Berikan pada mereka kunci rumah lama kami, lalu suruh mereka mengamati dari jendela ruang tamu, karena hanya dari situ rumahnya Lastri bisa terlihat. Setiap satu jam sekali, Lastri pasti melakukan ritual yang bisa terlihat dari jendela kamarnya. Jadi kalau mau membongkar busuknya Lastri di depan seluruh warga desa, sebaiknya orang yang kamu suruh itu bisa mencari bukti mengenai ritual yang Lastri lakukan," saran Guntur.

"Ba--baik, Mas Guntur. Akan aku coba minta seperti itu pada mereka."

"Dan jangan lupa," tambah Guntur, "suruh mereka masuk lewat pintu belakang. Kalau mereka masuk lewat pintu depan, nanti Lastri bisa curiga kalau dirinya sedang dimata-matai."

Setelah selesai berbicara dengan Rahayu dan Guntur melalui telepon, Risma pun kini menyerahkan kunci pada yang akan menyusun rencana. Wanita itu menatap suaminya dan kembali menangis di sisinya. Ia jelas berharap kalau semuanya akan segera berakhir dan Rizal bisa kembali bangun seperti sediakala.

Karel mengajak yang lainnya berunding di luar kamar. Mereka tidak ingin Risma mendengar rencana yang mereka buat, karena takut kalau wanita itu akan kepikiran.

"Karena kita sudah tahu di mana letak rumah Bu Lastri, maka sekarang Iqbal dan Nadin akan mengawasi rumah itu. Mereka akan melaporkan pada kita soal keadaan di sekitar rumah Bu Lastri dan juga gerak-gerik Bu Lastri," ujar Karel.

"Oke. Aku dan Iqbal akan ke sana, lalu mencoba mengawasi. Nanti kami akan memberi laporan," tanggap Nadin.

"Kalau bisa, komunikasi kita hari ini jangan putus. Earbuds harus selalu stand by di telinga masing-masing," pinta Iqbal.

"Siap, Bal. Earbuds akan selalu stand by di telinga kami, Insya Allah," janji Ruby.

Nadin dan Iqbal pun segera keluar dari rumah itu. Keduanya langsung pergi ke rumah lama milik Rahayu yang kuncinya tadi sudah diberikan oleh Risma. Hanya dari rumah itulah, mereka bisa mengamati rumah Lastri tanpa ketahuan.

"Lalu, apa tugas selanjutnya, Rel?" tanya Revan.

"Ruby dan Reva berjaga di depan dan belakang rumah ini. Berjaga dari bagian dalam saja. Samsul dan aku akan bekerja sama untuk menembus alam bawah sadar Pak Rizal, agar Pak Rizal bisa segera bangun. Sementara kamu, Van, bersiaplah untuk melakukan ruqyah pada Bu Risma dan Pak Rizal, setelah Pak Rizal bangun."

"Baiklah kalau begitu. Aku dan Reva akan mulai berjaga di bagian depan dan belakang rumah ini," pamit Ruby.

Ia segera memisahkan diri bersama Reva, hingga kini yang tersisa hanyalah ketiga pemuda yang akan kembali mengurus keadaan Rizal. Karel dan Samsul saling menatap satu sama lain. Samsul kini jelas ingin tahu, bagaimana caranya Karel mengetahui rencananya yang ingin mengajak pemuda itu bekerja sama. Ia sama sekali belum memberi tahu Karel, namun Karel mendadak memiliki pikiran yang sama dengannya soal menembus alam bawah sadar Rizal.

"Aku yakin, bahwa aku belum mengatakan apa-apa padamu tentang masukan yang Sandy berikan padaku," ujar Samsul.

Karel pun tersenyum.

"Aku mendapat firasat, Sul. Aku mendapatkannya ketika Nadin dan Reva masih menyampaikan perkara mengenai Bu Lastri kepada Bu Risma," jelasnya.

Revan pun segera merangkul Samsul, seraya menepuk-nepuk pundak pemuda itu dengan tegas.

"Kamu harus maklum kalau Karel mendadak seperti cenayang. Karel sering sekali berfirasat, persis seperti yang sering terjadi pada Tante Ziva. Kalau enggak percaya, tanyalah pada Siomay. Siomay tahu betul kalau majikannya ini memang sering mendapatkan firasat," saran Revan.

Samsul dengan cepat menggigit bibirnya, untuk menahan gemas terhadap Revan. Karel menahan tawa sekuat tenaga, agar Risma tidak merasa tersinggung dengan suara tawanya disaat Rizal belum juga bangun dari kondisinya saat itu.

"Maksudmu, aku harus mengeong-ngeong di depan Siomay demi mendapat jawaban soal Karel yang sering berfirasat? Iya? Begitu, Van?" tanya Samsul.

"Ya ... kurang lebih sih seperti itu, Sul," jawab Revan, seraya tersenyum lebar.

"Kalau begitu harapanmu, aku jelas tidak akan mendapat jawaban dari Siomay! Yang ada aku akan dicakar oleh Pangsit, karena dianggap sedang mengganggu ketenangan hidupnya Siomay!" omel Samsul, sambil menjewer telinga Revan.

"Cek, komunikasi. Apakah suaraku terdengar jelas oleh kalian semua?" tanya Ruby, yang terdengar melalui earbuds.

Samsul langsung berhenti menjewer telinga Revan, ketika mendengar suara merdu Ruby di telinganya.

"Iya, Dek Ruby Sayang. Suaramu yang merdu itu terdengar jelas olehku dan bahkan berhasil menembus dinding hatiku, Dek," jawab Samsul.

"Heh, Samsul! Enggak usah mencari kesempatan dalam kesempitan, ya! Laksanakan saja tugasmu! Enggak usah sayang-sayangan dulu sama Ruby! Kalian belum halal!" omel Reva.

Samsul pun terlonjak di tempatnya, sementara Karel dan Revan langsung balik badan demi berpura-pura tidak tahu soal omelan yang Samsul terima.

"Sabar, Sul. Tunggu satu tahun lagi, barulah kamu bebas sayang-sayangan sama Ruby di depan Reva," gosok Iqbal, melalui earbuds yang bekerja sempurna.

"Iya! Aku tahu, kok, Bal! Aku tahu!" balas Samsul, kembali tantrum.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

ANJA-ANJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang