19 | Mengawasi

468 64 32
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Nadin mendengarkan semua suara dari earbuds yang menempel pada telinga kirinya. Meski tatapannya tertuju lurus ke arah rumah Lastri, ia tetap berkonsentrasi mendengarkan yang sedang terjadi di rumah Risma. Begitu pula dengan yang sedang Iqbal lakukan. Pemuda itu sudah menyiapkan kamera digital miliknya dan memasangnya mengarah ke jendela samping rumah Lastri yang terbuka. Suara-suara yang ia dengar melalui earbuds terdengar jelas, meski tadi ia telah mencoba berbisik ketika akan membicarakan Reva dengan Nadin.

"Sepertinya Samsul dan Karel telah memulai kerja sama mereka," lapor Nadin kepada Iqbal.

"Ya, aku juga bisa mendengarnya. Semoga saja kali ini Samsul enggak akan gagal lagi untuk memasuki alam bawah sadar Pak Rizal," tanggap Iqbal, seraya tersenyum ke arah Nadin.

"Insya Allah dia enggak akan gagal lagi, Bal. Karel sedang membantunya. Dia pasti bisa menembus penghalang yang menghalanginya sejak awal," yakin Nadin.

Iqbal kembali menatap ke arah rumah Lastri. Ia kembali mengawasi sambil terus memeriksa pengaturan kameranya. Nadin mendekat dan berdiri di sampingnya, seraya melihat ke arah jendela kamar Lastri yang terbuka. Kamar itu menurutnya terlihat sangat suram. Padahal kamar dan rumah itu memiliki warna cat tembok yang cukup cerah. Hal itu membuat Nadin merasa terusik dan ingin menggali lebih jauh.

"Kamar itu tidak terlihat seperti kamar yang dipakai tidur. Entah kenapa rasanya aneh sekali ketika aku melihat kamar itu. Suram, padahal catnya berwarna cerah," ungkap Nadin.

Iqbal kembali menatapnya. Kali ini ia bisa melihat, bahwa Nadin tampaknya sedang memikirkan sesuatu yang tidak biasa. Gadis itu selalu banyak berpikir. Hal itulah yang membuat Iqbal tertarik ketika sedang memperhatikannya diam-diam selama ini.

"Kalau kamu keluar dari sini dan mendekat ke rumah itu, mungkin kamu akan langsung bisa merasakan adanya energi negatif dari makhluk halus, Nad. Saat ini kamu tidak merasakan apa-apa, karena kamu dibatasi oleh dinding dan juga jendela rumah ini. Jadi, kamu hanya bisa melihat sisi suramnya saja tanpa merasakan  apa-apa," ujar Iqbal.

"Ya. Kamu benar, Bal. Kalau aku keluar dan berjalan-jalan di sekitaran rumah itu, pasti aku akan langsung merasakan energi negatif makhluk halus, akibat dari ritual yang dilakukan oleh perempuan itu. Sudah barang pasti kalau setidaknya ada satu atau dua sumber energi negatif makhluk halus yang bisa aku rasakan. Bagaimana menurutmu? Apakah aku harus mencobanya?" tanya Nadin, seakan meminta pendapat dari Iqbal.

"Apakah menurut kamu hal itu tidak akan membahayakan pekerjaan kita saat ini, Nad?" Iqbal bertanya balik.

Nadin bisa melihat wajah cerah Iqbal yang selalu tersenyum untuknya. Ia bisa menangkap adanya pertimbangan yang sudah pemuda itu lakukan, sebelum memberikan jawaban atas pertanyaan yang ia berikan. Iqbal selalu cepat tanggap terhadap apa pun sejak kecil. Ia tidak kaget lagi, jika Iqbal bisa langsung memberikan jawaban kepadanya, padahal baru saja menerima pertanyaan.

"Kamu tahu sendiri, bukan, bahwa kita saat ini sedang mengawasi perempuan itu agar bisa mendapatkan bukti soal perbuatan jahatnya terhadap Bu Risma dan Pak Rizal? Kalau sampai kamu terlihat oleh perempuan itu dan dia merasa curiga, maka kemungkinan besar kita akan gagal mendapatkan bukti. Aku bukannya melarang kamu untuk memenuhi rasa ingin tahumu. Tapi aku hanya ingin kamu mempertimbangkan lagi soal keinginanmu mencari tahu lebih dekat ke rumah itu, agar pekerjaan kita tidak menjadi taruhan," jelas Iqbal.

Nadin pun mengangguk. Ia langsung memahami, bahwa ada tanggung jawab besar yang sedang mereka pegang bersama di dalam pekerjaan itu. Ia tidak boleh egois dan mementingkan rasa penasarannya semata. Ia harus memikirkan konsekuensi dari apa yang akan dilakukannya, andai ia benar-benar melakukannya. Nadin merasa bersyukur karena Iqbal telah mengingatkannya. Ia merasa beruntung, karena ada yang selalu siap untuk menuntunnya kembali, ketika ia hampir lupa diri dan mementingkan keinginan sendiri.

"Terima kasih, Bal," ucap Nadin.

"Untuk?" Iqbal merasa heran.

"Untuk nasehatmu, agar aku tidak lupa dengan tanggung jawab pekerjaan di dalam tim ini. Aku sangat menghargai hal itu."

"Ekhm! Lebih dari sekedar menghargai nasehatnya juga boleh, kok, Nad," goda Reva, sengaja.

Wajah Iqbal seketika memerah, saat suara Reva mengganggu obrolannya dengan Nadin. Pemuda itu segera mengalihkan tatapannya ke arah rumah Lastri, demi menghindari pertanyaan apa pun yang akan Nadin ajukan. Pada saat yang sama, Nadin menyadari bahwa Iqbal sedang berusaha untuk menyembunyikan sesuatu darinya.

"Va, uruslah saja urusanmu dengan Sammy. Ingat, kamu harus menghadapi Revan yang akan meminta penjelasan mengenai hal itu," balas Nadin, yang tahu kalau Revan juga akan mendengarkan.

"Sudah ... enggak usah adu sindiran. Samsul dan Karel sedang bekerja sama di dalam kamar Bu Risma. Tolong hargai mereka yang butuh banyak konsentrasi," lerai Ruby.

Nadin pun kembali menatap kamera milik Iqbal yang sedang merekam jendela rumah Lastri. Iqbal mencoba beralih ke samping jendela, untuk melihat bagian dalam kamar Lastri yang tidak terlalu jelas terlihat dari posisi sebelumnya.

"Samsul berhasil memasuki alam bawah sadar Pak Rizal," lapor Revan.

"Alhamdulillah!!!" sahut semua anggota tim yang mendengar laporan itu.

Iqbal memberi tanda pada Nadin agar mendekat ke arahnya. Nadin segera meninggalkan kamera yang sedang merekam, lalu berdiri di tempat yang Iqbal maksud, setelah pemuda itu menyingkir.

"Pintu kamarnya baru saja terbuka. Tapi enggak ada siapa-siapa yang masuk ke kamar itu," ujar Iqbal.

"Berarti yang membuka pintu kamar itu dan masuk ke sana adalah makhluk halus, Bal," Nadin meyakini.

"Tapi, bukannya makhluk halus bisa menembus dinding atau pintu, ya? Kenapa pintu itu harus dibuka dulu, kalau memang ada makhluk halus yang mau masuk?" tanya Iqbal.

Nadin berpikir sebentar.

"Karena mungkin saja itu adalah tanda untuk Bu Lastri, Bal. Mungkin makhluk halus itu tahu, kalau saat ini alam bawah sadar Pak Rizal sudah berhasil dimasuki oleh seseorang. Maka dari itu Bu Lastri segera diberi pertanda, agar cepat-cepat melakukan sesuatu," jawab Nadin, setelah ingat dengan salah satu cerita Alwan soal pengalamannya saat sedang bekerja.

Benar saja, tak lama kemudian Lastri muncul dan masuk ke kamar itu. Nadin segera menarik Iqbal agar mereka segera kembali ke posisi semula, demi memastikan kamera kini sedang merekam kegiatan yang Lastri lakukan.

"Guys! Bu Lastri baru saja masuk ke kamarnya," lapor Nadin.

"Ambil bukti, Nad. Ambil sebisa yang kamu mampu," titah Ruby.

"Oke, By."

Iqbal mengamati gerak-gerik Lastri yang baru saja mengambil sebuah wadah tanah liat. Perempuan itu terlihat sedang menaburkan sesuatu ke dalam wadah tanah liat tersebut, sehingga wadah itu kini mengeluarkan asap putih yang begitu pekat.

"Dia melakukan ritual, Nad. Kamu mungkin benar, bahwa ada makhluk halus yang memberinya peringatan karena alam bawah sadar Pak Rizal telah berhasil dimasuki oleh Samsul," Iqbal merasa yakin.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

ANJA-ANJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang