Chapter 16

1.3K 143 21
                                    

Happy reading guys. Semoga kalian enggak bosen baca cerita Bitter Brew.
Banyakin votenya biar aku update cepet hihi.

______

"Morning, Earn. Kenapa aku ada di rumahmu sepagi ini, apa yang terjadi padaku tadi malam?" Feraya bertanya dengan suara serak, suaranya seolah menyatu dengan derap langkah yang semakin mendekat. Matanya masih setengah terbuka, pandangannya kabur, membuat langkahnya terhuyung hingga nyaris terjatuh. Beruntung, pelayan pribadi Earn dengan sigap menangkap tubuhnya yang oleng. Feraya memegangi kepalanya, merasa pusing, tak peduli pada rambutnya yang berantakan.

"Sialan," ia mengeluh, "sepertinya aku minum terlalu banyak semalam." Suara berdecaknya memenuhi ruangan, sementara ia melangkah semakin dekat ke arah Earn.

"Earn, kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku? Kenapa aku bisa ada di rumahmu sepagi ini?" tanyanya sekali lagi, dengan nada lebih tegas kali ini. Earn hanya melirik sekilas, pandangannya tetap fokus pada meja biliar di depannya. Tangan Earn yang kuat menggenggam stik biliar dengan santai, memukul bola dengan gerakan halus namun penuh perhitungan.

"Kamu minum terlalu banyak semalam, Feraya. Sampai-sampai kamu lupa kenapa kamu ada di rumahku sepagi ini," jawab Earn tanpa mengalihkan pandangannya dari bola yang bergulir di papan biliar. Dia mengenakan kaos polos sederhana dan celana pendek berwarna krem, penampilan yang tidak mencerminkan kekayaannya sebagai anak tunggal dari keluarga konglomerat. Feraya selalu bertanya-tanya kenapa sahabatnya memilih bekerja sebagai DJ, padahal dengan kekayaan yang dimilikinya, Earn bisa saja menjalani hidup dengan santai di mansion mewahnya tanpa pernah merasa kekurangan.

Feraya menghentikan aktivitasnya ketika seorang pelayan menyapanya, "Nona Feraya, aku sudah menyiapkan minuman untukmu." Pelayan itu menyodorkan gelas kaca berukir indah yang telah diisi dengan Prosecco, minuman khas Italia yang menjadi favorit Earn.

"Ah, terima kasih. Sebenarnya, kamu tidak perlu repot-repot, Mitarbeiterin. Aku bisa mengambilnya sendiri jika mau. Tapi, terima kasih sekali lagi." Feraya mengangkat sedikit gelas tersebut sebagai tanda penghargaan, lalu kembali melangkah mendekati Earn, yang masih sibuk dengan stik biliar di tangannya. Feraya duduk di sofa tunggal yang tidak jauh dari meja biliar, menyesap minuman dinginnya dengan perlahan, merasakan kesegaran yang menghapus rasa kering di kerongkongannya.

Earn menoleh sekilas, pandangan matanya tetap tertuju pada meja biliar. "Jadi bagaimana, Feraya? Apa kamu sudah mengingat apa yang terjadi tadi malam?"

Feraya menggeleng perlahan, mencoba mengumpulkan ingatannya yang masih berantakan. Ia menaruh gelasnya di atas meja, jemarinya saling bertaut, sementara pandangannya menyapu setiap sudut ruangan yang megah. Dinding-dindingnya dipenuhi karya seni mahal, lantai marmer bersinar, dan perabotan tersusun dengan sempurna. Seorang pelayan lain lewat di hadapannya dengan tubuh setengah membungkuk, meletakkan beberapa makanan ringan di meja. Di antara kudapan tersebut, terdapat Käsekuchen, kue keju klasik Jerman yang selalu menjadi sarapan Earn setiap pagi.

"Aku tidak ingat apa pun, Earn. Apa jangan-jangan aku lupa ingatan?" Feraya mengacak rambut panjangnya dengan frustasi. Rumah Earn memang seperti istana modern, begitu tenang, tetapi dipenuhi kemewahan di setiap sudutnya. Tidak ada suara lain selain bunyi bola-bola biliar yang berantakan di atas meja.

Earn menghela napas panjang, kemudian dengan santai menaruh stik biliar di atas meja. Ia merapikan rambutnya yang sedikit berantakan sebelum berjalan mendekati Feraya. Dengan tangan yang cekatan, Earn mengambil salah satu cemilan dan melahapnya tanpa sisa.

"Kamu tidak perlu khawatir, Feraya. Aku memastikan kamu aman. Kamu tidur sepanjang malam di kamar tamu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," kata Earn sambil melirik sahabatnya yang masih tampak kebingungan.

Bitter Brew (Fayo21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang