26. Jangan khawatir

28 8 1
                                    

Keadaan hening setelah Jay menarik kesimpulan, sibuk dengan isi pikiran mereka yang berisik. Hingga gerakan bangkit Evan menarik perhatian mereka, melenggang pergi dengan tujuan ke kamar Jerren.

Evan tidak bisa tinggal diam, tebakan yang diutarakan oleh Jay mampu mengusik Evan. Dan ia benci jika tebakannya benar, karna itu mengartikan bahwa Evan benar-benar kecolongan terhadap salah satu adiknya itu.

Membuka pintu dengan perlahan, dapat Evan lihat Jerren yang tertidur lelap. Tak berniat membangunkan, Evan mendudukkan tubuhnya disofa panjang yang tersedia.

Matanya menatap lamat Jerren yang terlelap dengan pikiran yang bercabang. Benarkan pemuda itu menyembunyikan sesuatu?.

"Mata lo gak sakit terus melotot, Bang?."

Sempat terkejut, Evan menyeringai puas saat Jerren menyadari kehadirannya tanpa membuka mata. See? Pemuda itu mengenal semua sahabatnya dengan baik, ia juga tahu bahwa Evan yang akan datang menghampirinya alih-alih yang lain. Ia mengenal mereka tanpa cela, lantas benarkah tebakan Jay yang mengatakan Jerren sengaja ingin mereka pergi kesekolah karna ingin melakukan sesuatu tanpa sepengetahuan mereka? Jika benar, apa yang ingin pemuda itu lakukan?.

"Gimana keadaan lo?." Tanyanya memastikan. Jerren akhirnya membuka mata dan menatap Evan, ia tersenyum tipis. "Shaka emang berbakat jadi dokter." Jawabnya secara tidak langsung memuji sahabatnya.

Jerren menepuk samping ranjangnya, mengisyaratkan agar Evan duduk disana. Pemuda itu menurut dan berpindah tempat. Posisi Jerren juga tidak berubah, ia tetap berbaring karna tubuhnya yang masih terasa lemas.

Tangannya terulur mengambil ponsel diatas nakas, Evan memperhatikan semua gerakan Jerren dalam diam. Hingga Jerren membuka casing ponselnya membuat kening Evan mengernyit bingung. Namun, kebingungannya terjawab saat melihat isi dibalik Casing hitam itu.

'Ternyata disana.'-Evan membatin saat melihat surat yang dicari Jayden, pantas saja Jayden tak menemukannya, Jerren menyimpannya dengan sangat baik.

Jerren tak ingin mengatakan apapun, lantas ia memberikannya langsung pada Evan yang menerimanya dengan baik.

Evan segera membuka kertas yang sempat menjadi topik obrolan dirinya dengan yang lain dibawah, matanya bergulir membaca dua kalimat tersebut. Rahangnya mengeras dengan mata yang ikut menajam. Ia menatap Jerren dengan tatapan yang berkilat kecewa.

"Lo nyembunyiin ini dari kita?." Tanyanya tak percaya, suaranya sarat akan kekecewaan.

Jerren menerima kekecewaan Evan dengan senyum tipis, ia sudah dapat menebak ini akan terjadi. Ia menatap lamat wajah sahabat sekaligus sepupunya itu, seseorang yang bisa ia andalkan tanpa takut.

"Gue gak bisa ngejaga barudak, Bang. Makanya gue kasih tau lo, karna gue yakin lo bisa ngejaga mereka."

Dada Evan mencelos nyeri saat mendengar ucapan itu, Jerren masih memikirkan mereka alih-alih memikirkan dirinya yang jelas terancam.

"Gue yakin kalian bisa ngejaga gue, tapi gue gak bisa. Gue sengaja gak ngasih tau kalian karna gue yakin kalian bakal fokus jagain gue kalo kalian tau. Gue emang gak harus khawatir, gue yakin mereka bisa jaga diri."

"Tapi Bang, gue gak mau mereka terluka karna gue. Gue gak bisa jagaian mereka termasuk lo. Makanya, gue kasih tau lo supaya lo ngejaga mereka. Gue percaya lo bisa, Bang." Jerren menarik nafas panjang saat berhasil mengutarakan kekhawatirannya.

Evan bergeming, ia meremas kertas ditangannya hingga lecek. Tangannya terkepal kuat dengan dada yang ikut berdenyut nyeri. Mengapa Jerren begitu egois dengan memikirkan keselamatan mereka? Tanpa memikirkan keselamatannya sendiri.

"Gimana dengan lo? Keselamatan lo?." Cerca Evan, ia menatap pemuda dengan kulit pucat itu dengan lamat.

Jerren terkekeh pelan, ia tersenyum kecut mendengar pertanyaan Evan. Dirinya, ya? Entahlah. Jerren belum memikirkannya, tapi jika harus menyesuaikan dengan keadaan, mungkin Jerren akan berakhir seperti isi dalam surat.

"Jangan khawatir. Hancur sendirian lebih baik dari pada hancur sama-sama kan, Bang?."

_____________

Evan terdiam dibalkon kamarnya sendirian, mulutnya sibuk menghisap batang nikotin yang terselip diantara jari telunjuk dan jari tengahnya. Pikirannya kalut setelah mengetahui isi surat dan keinginan Jerren.

Mengapa Jerren memintanya melindungi barudak? Padahal Evan juga bisa melindunginya secara bersamaan. Jerren juga termasuk sahabatnya, ia bahkan sepupunya. Mengapa Evan harus melindungi sahabatnya yang bisa melindungi diri sendiri?.

"Lo ngerokok?."

Evan mengabaikan pertanyaan tersebut, ia sudah dapat menebak siapa yang datang. Kening Shaka mengernyit heran saat Evan tak kunjung mematikan rokok disaat ia tahu akan kedatangannya dan Seno.

Melihat Evan yang begeming, Seno urung untuk mendekat dan berdiri di ambang pintu memasuki balkon. Membiarkan Shaka yang mendekat pada pemuda yang terlihat kacau itu.

"Matiin, Bang. Ada Seno." Tegurnya dengan sopan, berbicara dengan Evan yang kacau memang memerlukan kesabaran.

Evan mendengus kasar, meski tak urung menurut dengan membuang rokoknya dengan asal. Seno yang melihat itu diam-diam merasa bersalah, sepertinya Evan begitu stress hingga membutuhkan rokok. Dan kedatangannya mengganggu pemuda itu.

"Gimana? Jerren ngasih tau lo?." Shaka bergegas bertanya.

"Lo tau isi suratnya, Bang?."

Shaka menarik nafas dalam berusaha menelan kekesalan melihat Evan yang bergeming mengabaikan pertanyaannya. Sebenarnya, ada apa dengan pemuda itu? Diamnya benar-benar membuat Shaka frustasi. Begitupun dengan Seno yang sedari tadi memperhatikam dalam diam.

Evan berbalik badan, wajahnya yang datar menatap Seno tanpa Ekspresi. Pemuda yang ditatap tersentak kaget saat melihat Evan menatapnya dengan tatapan tak biasa, pikiran Seno mulai menerka apa yang akan Evan katakan padanya.

"Shaka."

"Ya?."

Sial. Ada apa dengan pemuda tetua ini? Ia menatap Seno dengan lekat, namun malah memanggil nama Shaka. Tingkahnya benar-benar membuat Shaka dan Seno kebingungan.

"Antara Seno dan Jerren, siapa yang bakal lo pilih kalo mereka dalam bahaya?."

Dan Shaka akhirnya tersadar, bahwa seorang Evanther Lee sudah gila karna memberi pertanyaan tak masuk akal.

Tebeceh

Sesuai janjiku yang bakal up oktober. Konfliknya udah aku pikirin dengan matang ya guys. Perkiraan 7-sekawan bakal selesai di part 40.

Ikuti kisah persahabatan mereka yang sebentar lagi menuju ending, dan tolong kerjasamanya untuk vote ya.

See you

Sj, 01 oktober 2024

7 Sekawan (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang