Layaknya rapart darurat yang diadakan secara dadakan, Sang major kompak berkumpul diruang keluarga. Keadaan hening masih mengambil alih. Hanya terdengar deru nafas mereka yang beraturan juga suara jarum jam yang berputar.
Kumpulnya mereka bertujuan untuk menyidang beberapa oknum yang secara tidak langsung membuat mereka frustasi. Yaitu Jerren yang berbohong, Evan yang gila, dan Jeno yang mengamuk. Ternyata konflik kali ini cukup banyak mengingat ada tiga pelaku yang cukup membuat mereka bertujuh dibuat kacau.
Evan meletakkan kertas ancaman diatas meja yang langsung di ambil oleh Jayden. Matanya memicing berusaha membaca kalimat yang sudah lusuh.
Berdecak kesal, Jayden melempar kembali kertas tersebut diatas meja. "Sakit mata gue bacanya." Dengusan sebal mengudara dengan delikan mata tajam.
"J? J siapa? Jayden?." Bingung Shaka setelah melihat inisial J pada surat tersebut. Kepalang kesal dengan tingkah bodoh Shaka, Jayden sebagai orang yang tertuduh memukul belakang kepalanya. "Sing eling sia, masa gue dasar bloon!." Sentaknya dengan kalimat yang membuat telinga Shaka sakit karna tak mengerti.
"Lo belajar Bahasa Sunda dimana, sih? Lagian lo tuh gak cocok ngomong pake Bahasa Sunda." Ketus Shaka ikut kesal.
Jayden mendelik tak terima. "Lho kok lo ngamuk? ya suka-suka aing dong. Kok malah maneh yang marah." Sewotnya dengan mata melotot.
Riki menjambak rambutnya sendiri dengan frustasi mendengar pertengkaran keduanya. Suara Jayden juga menambah kadar kekesalan Riki saat mendengarnya berbicara bahasa yang tak dimengerti.
"Lo berdua mau gue jahit mulutnya? Bisa serius dulu gak sih, anjing!." Bentaknya dengan keras.
Jayden dan Shaka kompak menutup mulut, menyadari bahwa timing mereka tidak tepat. Dalam hati mengumpati Riki yang membentak mereka.
Seno menghela nafas lelah melihatnya, memilih mengabaikan tiga manusia yang membuatnya ingin sekali memaki. Ia memandang tiga orang yang menjadi alasan mereka berkumpul.
"Lo tau siapa yang kirim surat itu, Je?." Tanyanya dengan serius. Suara Seno membuat mereka akhirnya fokus dengan tujuan diadakannya kumpul dadakan itu.
Jerren memberikan gelengan kepala sebagai jawaban. "Lo punya tebakan gak soal siapa yang ngirim? Atau lo tau siapa yang gak suka sama lo?." Seno kembali bertanya.
"Yang gak suka Jerren kan banyak, mereka benci malah." Celetuk Riki lancar. Pemuda termuda itu sontak mengulum bibir saat mendapati tatapan tajam mengarah padanya.
"Iya, gue gak tau Seno. Yang gak suka gue kan banyak. Kalian juga tau, tapi gue gak tau siapa yang berani kirim surat itu." Jawabnya dengan pelan.
"Besok kita cari aja yang kemarin ngasih suratnya, siapa namanya? Daniel kan?." Timpal Jeno memberi saran.
"Oke, karna lo sama Jayden yang tau wajahnya si Daniel Daniel itu. Jadi lo berdua yang bakal cari dia besok." Putus Seno memberi titah pada keduanya.
Mereka mengangguk setuju, masalah Jerren hanya tinggal mencari tahu dengan mendatangi pemuda bernama Daniel besok di sekolah. Seno beralih menatap Evan, mata fonixnya memicing berpikir bagaimana cara menyidang pemuda itu. Jujur saja, Seno sendiri merasa sungkan untuk melakukannya.
"Masalah Evan kan sama gue, dia juga udah minta maaf. Jadi permasalahnya selesai." Ucap Sneo cepat, ia tidak ingin memperpanjang.
"Lho tapi-"
"Dan lo, Jen. Gue gak habis pikir kenapa lo sampe ngamuk ke jeje." Potong Seno cepat, tak membiarkan Jeno protes.
Jeno menunduk dengan wajah cemberut, kesal lantaran Seno membiarkan Evan lolos sedangkan dia malah mendapat omelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Sekawan (Slow Up)
Fiksi RemajaDia menjadi penyembuh luka lama orang lain, namun juga menjadi luka baru untuk orang yang di sembuhkan. 'Untuk pemuda yang bertahan dengan jiwa yang rapuh. Semoga engkau lekas sembuh dengan jiwa yang kembali utuh'. "We are connected to each other."...