28. Nasi goreng buatan anak tunggal kaya raya

29 7 1
                                    

FLASHBACK 1 JAM SEBELUM MAKAN SIANG.

Di ketuknya pintu kamar Seno yang tertutup, Evan menghela nafas kasar saat tak mendapat jawaban. Tak menyerah, ia memutuskan membuka pintu yang ternyata tak terkunci. Masuk kedalam kamar yang terasa begitu sepi, Evan mendapati Seno yang duduk di Sofa dengan buku dipangkuannya.

"Gue mau cerita, boleh?." Ia duduk tidak jauh dari Seno, melihat pemuda itu yang bergeming membuat Evan menghela nafas pelan. "Maaf, ya. Gue udah gak waras karna nanya kayak gitu ke Shaka." Katanya mengakui.

Diletakkannya kertas yang sudah lecek diatas meja kecil didepan Seno, yang akhirnya membuat pemuda itu menoleh penasaran.

"Isinya bukan surat cinta, Sen. Jerren nyembunyiin ini dengan baik." Evan terkekeh pedih. "Dia di ancam, Sen. Tapi, dia minta tolong sama gue buat jagain kalian dari pada dia. Jerren bilang, hancur sendirian lebih baik dari pada sama-sama." Kepala Evan menunduk, matanya memerah menahan liquid yang langcang ingin tumpah.

Seno mengambil surat yang Evan maksud, membacanya dengan mata yang perlahan ikut memerah menahan tangis. Ia menatap Evan yang masih menunduk dengan air mata yang luruh.

"Rasanya gue mau gila saat dia bilang gitu. Kenapa dia harus hancur sendirian? Kenapa dia egois dengan minta gue jagain yang lain padahal kita bisa saling menjaga? Kenapa, Seno?."

Seno ikut menangis dalam diam, ia menahan isak tangis mendengar ucapan Evan.

"Seno, gue takut. Gue takut kalo harus ngeliat kehancuran dia lagi, gue takut, Sen." Racau Evan, pemuda itu terlihat begitu kacau. Ia menunduk menenggelamkan kepalanya pada liapatan kaki yang ditekuk.

Seno mendekat dan memeluk tubuh abangnya yang terlihat rapuh. Ia ikut menangis, jujur bukan hanya Evan yang takut, Seno juga takut setelah melihat isi surat itu. Ia memikirkan seberapa takut Jerren saat pertama kali membacanya, namun mereka malah berpikir bahwa itu surat cinta.

Seno juga mengerti mengapa Evan terlihat begitu kacau hingga mempertanyakan pertanyaan gila. Karna sesungguhnya Seno tidak akan menyangkal jika Jerren memang begitu berharga untuk kehidupan Evan. Tidak bukan hanya kehidupan Evan, melainkan untuk kehidupan mereka berenam.

Sayangnya, Jerren belum juga mengerti dan menyadari posisinya yang begitu berharga bagi mereka.

___________

Jayden berkutat didapur, sibuk mengolah bahan makanan. Jam sudah menunjukan pukul setengah tiga sore, sudah sangat lewat untuk melaksanakan makan siang. Sialnya, perut Jayden tak bisa di ajak berkompromi. Setelah mengurung diri di kamar begitu pun para sahabatnya---karna adegan menguping tadi. Jayden akhirnya menyerah dan memilih untuk keluar dan mengisi perutnya yang sudah keroncongan.

Jayden hanya memasak nasi goreng lengkap dengan telur, sosis, dan juga sayuran sebagai tambahan. Menu andalan disaat hanya ada nasi di rumah, dan juga sangat mudah dibuat saat perut sudah sangat kelaparan.

Suara langkah kaki yang mendekat membuat Jayden menoleh, ia sontak tertawa saat melihat Shaka dan Riki yang terlihat kacau dengan rambut yang berantakan. Bukan perihal itu yang membuat Jayden menyemburkan tawa, namun melihat tangan keduanya yang memegang perut dengan wajah lapar yang terlihat nelangsa.

"Mampus sia! Modar-modar nahan lapar!." Ia kembali tertawa mendengar ucapannya sendiri yang terdengar konyol karna memakai Bahasa Sunda. Mematikan kompor, Jayden tersenyum puas melihat masakannya siap disajikan.

"Udah lah, ngurungnya di tunda dulu, sekarang yang penting perut kenyang." Selorohnya dengan kekehan geli.

Shaka dan Riki menarik kursi dan duduk tanpa membuka suara, meski begitu mereka membenarkan ucapan Jay dalam hati. Tak lama Jeno ikut turun dengan wajah cemberut di ikuti oleh Evan dengan jarak yang jauh---sepertinya keduanya belum berbaikan.

Ternyata wangi nasi goreng buatan Jay mampu memanggil mereka tanpa harus repot-repot. Terbukti dengan Seno dan Jerren yang menyusul datang.

"Wanginya sampe ke kamar." Ucap Seno Riang, ia menarik kursi untuk Jerren duduk membuat sang empu tersenyum berterimakasih. "Tadinya gue gak mau makan karna Jeje yang sakit juga nggak mau, tapi nasi goreng buatan Jayden terlalu sayang buat dilewatkan." Sambungnya dengan terkekeh, ia menyodorkan piring kosong kehadapan Jayden meminta di isi, dengan cengiran di bibirnya.

Ekspresi Seno yang terlihat begitu senang mencairkan suasana yang sempat canggung, Jayden juga dengan semangat mengisi penuh piring Seno diikuti piring yang lain.

"Jeje, makan yang banyak. Terus minum obat, okey?." Seno berujar menatap wajah pemuda yang terlihat masih pucat itu. "Karna besok harus sekolah, jadi lo harus sembuh." Lanjutnya menyemangati.

Kepala Jerren mengangguk pelan mengiyakan, ia memulai makannya dengan tenang tanpa ingin melihat sahabatnya yang lain. Jujur Jerren belum memiliki kemampuan untuk menatap para sahabatnya, perasaan bersalah karna menyembunyikan hal besar membuat ia tak kuasa untuk menatap mereka.

Terlebih Jeno, ia belum meminta maaf karna membuat sang kembarannya menangis. Ia juga belum meminta maaf pada Evan yang baru saja ia ketahui dari Seno mengenai perasaan Evan yang terluka karna permintaannya.

Mengetahui bahwa dirinya sudah membuat para sababatnya kacau membuat selera makan Jerren menghilang. Ia menghela nafas pelan yang tanpa disadarinya bahwa dirinya tengah diperhatikan oleh para sahabatnya.

"Nasi goreng buatan gue emang seenak itu, ya? Sampe kalian pada fokus makan." Perkataan Jayden terdengar konyol, padahal tidak berbicara saat makan adalah kebiasaan mereka.

Shaka tak tahan untuk tak memutar bola mata malas. "Lo sehaus validasi itu ya? Sampe lupa kalo kita jarang ngobrol pas makan." Timpalnya pedas, Jay yang tak terima memelototkan matanya tajam. "Alah bacot sia, padahal mah maneh yang makannya paling banyak." Sarkas Jayden melirik isi piring Shaka yang memang paling penuh.

Jeno dan Seno tak kuasa menahan tawa saat mendengar cara bicara Jay yang bercampur dengan Bahasa Sunda. Nadanya yang kaku dan tak terbiasa malah terdengar lucu.

Pertengkaran Jayden dan Shaka mengembalikan suasana hangat diantara Sang major, membuat mereka semua diam-diam tersenyum merasakan mereka yang kembali seperti biasa sekalipun belum ada yang meminta maaf.

Sudah dikatakan, persahabatan yang terjalin antar mereka ber-7 tidak semudah itu untuk hancur.

Bahkan disaat mereka semua kacau, nyatanya hanya dengan harum dari nasi goreng yang dimasak Jayden mampu membuat mereka kembali berkumpul.

Karna sesungguhnya, tidak ada yang mampu menghancurkan sang major disaat pemuda yang menjadi Titik fokus itu masih bernafas dan hidup.

Karna sejatinya. Ke-6 sahabatnya akan memastikan, bahwa mereka akan selalu menjadi penyangga yang kokoh untuk tubuh rapuh seorang, Shim Jerren.

Tebeceh

Dahlah maleezzzz pisan

Vote dan komen banyak banyak ya barudak

Sj, 03 oktober 2024

7 Sekawan (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang