6. Luka (revisi)

72 14 0
                                    

Ruangan yang di dominasi dengan warna abu itu terlihat redup, cahaya matahari yang perlahan mengintip lewat celah-celah gorden yang tak tertutup sempurna sedikit memberi penerangan.

Terlihat seorang pemuda yang berbaring di atas tempat tidur, wajah nya yang pucat namun terlihat damai secara bersamaan menandakan, bahwa sang empu tertidur dengan lelap.

Mata hitam yang semula tertutup itu perlahan mengerjap, memperlihatkan manik jelaga nya yang pekat, atap berwarna putih dari ruangan yang di ketahui adalah kamar nya sendiri menjadi pemandangan yang pertama Jerren lihat.

Manik Jerren mengedar, melihat kearah samping kanan dimana Shaka yang tertidur dengan tangan yang di tumpu di tepi ranjang. Lalu di sudut lain, ada Evan yang tertidur sambil duduk, dengan tubuh yang menyandar pada sofa, di bahu kiri nya terdapat Seno yang bersandar, dan di paha sebelah kanan ada Jeno yang tertidur meringkuk seperti janin karna sofa yang tidak muat menampung tubuh nya. Lalu di samping kiri ranjang nya, ada Jay dan Riki yang tertidur beralasan kasur lipat dengan posisi saling berlawanan arah.

Perasaan hangat menjalar di dada Jerren, menyadari bahwa sahabat nya menjaga nya semalaman, memilih tidur dengan tidak nyaman untuk menemani nya dari pada tertidur di kamar masing-masing.

"Shaka..."

Tenggorokan Jerren terasa begitu kering hingga suara nya terdengar lirih, menyadari suaranya tak mampu membangunkan Shaka, tangan Jerren terangkat menepuk pelan kepala sang empu dua kali. Sedikit bersyukur karna Shaka tidak sulit di bangunkan seperti Jay, yang bahkan sekarang masih tertidur nyaman sekalipun kaki Riki berada tepat di depan wajah nya, terbukti dari suara dengkuran Jay yang terdengar cukup keras.

Kepala yang semula menunduk itu perlahan terangkat, menampilkan wajah bantal Shaka yang sialnya masih saja terlihat tampan, bahkan dengan keadaan rambut yang berantakan.

"Lo udah bangun?....ssstt"

Jerren menggelengkan kepala pelan melihat kecerobohan Shaka yang langsung berdiri, yang dapat di pastikan bahwa kepala nya langsung terasa pusing. Selain itu, tubuh nya yang langsung berdiri membuat kursi yang didudukinya sontak terdorong hingga menimbulkan suara, dan berdampak pada Evan yang ikut terbangun.

"Gimana keadaan lo?," Evan bertanya dengan suara serak khas bangun tidur.

Pundak sebelah kirinya terasa begitu pegal dan keram, lalu paha kanannya yang juga terasa begitu kebas, Evan tertidur dengan posisi dua bocah yang tertidur nyaman di pundak dan paha nya semalaman.

"Aman."

"Boleh minta minum, Shaka."pinta Jerren, sengaja menyadarkan Shaka dari kebiasaan melamun nya setelah bangun tidur.

Shaka menyambar gelas di atas nakas, membantu Jerren untuk duduk dan bersandar di kepala ranjang. Kepala nya sedikit pusing, lalu ia menoleh kearah Evan yang bersedekap dada dengan mata terpejam, Shaka tau pemuda itu tidak menyambung tidur namun, Evan memilih untuk mempertahankan posisinya hanya karna tak ingin membangunkan tidur si kembar yang masih terlelap nyaman.

"Mau gue bangunin?," tawarnya, Shaka tak tega melihatnya.

Evan membuka matanya menyadari ucapan Shaka tertuju pada nya, ia hanya diam tak menjawab, bukan mengabaikan namun ia malas berbicara, dan leher nya terasa sakit bahkan untuk bergerak, ia benar-benar tertidur dengan posisi yang sangat tidak nyaman.

"Bangunin aja, lagian udah pagi," titah Jerren.

Shaka melirik kearah jam dinding yang terpasang, dimana jarum jam menunjukan pukul tujuh pagi. Beranjak dari duduk nya, Shaka menghampiri Evan, lebih tepat nya si kembar.

"Seno, Jeno bangun."

Shaka mengguncang pelan tubuh si kembar, bersyukur dari mereka bertujuh, hanya Jay dan Riki yang sangat sulit di bangunkan jadi, panggilan dan guncangan pelan yang Shaka berikan cukup membangunkan keduanya.

7 Sekawan (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang