17. Oleh-oleh Jeje (revisi)

39 8 0
                                    


Sesuai janji Jerren kemarin, di sini lah ke beradaan nya sekarang. Di mension besar milik sahabat nya yang menyandang status anak tunggal kaya raya, menepati janji untuk bertemu sang Papi, dengan bonus mendapat oleh-oleh dari pria paruh baya tersebut.

Bukan hanya Jerren sendiri yang datang, melain kan bersama ke-enam sahabat nya, tentu saja. Mereka tidak akan berpisah untuk hal sepele, jika bisa ikut kemana pun  mereka tentu akan selalu bersama, terlebih Papi tidak hanya membeli oleh-oleh untuk Jerren saja, melain kan sepaket untuk mereka bertuju.

"HELLO HELLO MAMI, PAPI, JAY PULANG"

Sekali pun sudah menjadi kebiasaan Jay yang akan berteriak jika datang, namun tak membuat mereka terbiasa dengan teriak kan layak nya tarjan yang bergelantungan di hutan, benar-benar memekak kan telinga.

"Berisik Jaylani!"

Jay memberi cengiran lebar nya membalas teguran sang papi, mereka yang melihat hanya menggeleng kan kepala, sudah biasa.

"Papi" sapa Jerren hangat.

Lengkung bibir Papi tertarik keatas melihat pemuda yang di tunggu nya.

"Bungsu Papi"

Jerren tersenyum lebar, kurva bibir nya membentuk indah, segera melangkah lebar untuk masuk ke dalam dekapan papi yang sudah merentang kan tangan.

"Ya ampun, kangen banget Papi sama kamu, bungsu," Papi menepuk dua kali pundak Jerren sebelum melepas pelukan.

"Me too, Papi. Papi apa kabar?"

"Baik dong! Papi bakal terus sehat buat beliin oleh-oleh buat bungsu, sama menafkahi satu beban membandel," ujar nya bercanda.

Jay mendengus keras mendengar ucapan Papi-nya itu, ternyata selama ini Jay hanya di anggap beban, meski sedikit banyak nya Jay sadar diri.

"Oh? Udah pada pulang ternyata."

Mereka yang berkumpul di ruang keluarga menoleh pada Mami yang terlihat baru saja datang.

"Mami~"

Mami menatap bingung putra nya yang menatapn ya memelas, apa ada drama yang terlewat-pikir nya.

"Kenapa?," tanya nya heran.

"Masa Papi bilang Jay beban sih, Mami?~" adu Jay dengan nada merengek.

Ekspresi memelas dan nada suara nya membuat kernyitan jijik muncul di semua wajah teman nya.

"Lho? papi kok bilang nya gitu, sih?!. Gak boleh gitu dong Papi, yang bener kan, selain beban Papi, beban Mami juga."

Sahutan mami di balas dengan gelak tawa yang berderai, wajah Jay menekuk kusut mendengar ucapan Mami. Hah sebenar nya apa yang Jay harapk an dari keluarga yang hobi menistakan nya?

"Tutorial menghilang kan beban yang membandel?" Riki mengejek Jay dengan ekspresi puas.

"HAHAHAHA Anjir lah"

Ujaran Riki kembali menyulut tawa, Jerren menyaksi kan pemandangan di depan nya yang mampu mengisi ruang kosong di hati nya dengan perasaan hangat. Hati nya memanjat kan doa berharap bahwa semua yang terjadi saat ini tidak akan pernah hilang.

"Papi, oleh-oleh?," Jerren bertanya menghentikan aksi membully sahabat nya itu.

Kasian aja.

"Bentar ya, di ambil dulu sama, mbak."

Jerren mengangguk faham, di banding diri nya yang memang sudah pasti akan di beri oleh-oleh, Jay terlihat lebih antusias saat melihat para maid yang membawa banyak paper bag.

7 Sekawan (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang