Bab 11

291 52 3
                                    

Untaian simpul yang terlepas dari sepatu olahraga Irene seolah memperjelas bahwa wanita dengan rambut panjang yang diikat rapi itu baru saja selesai melakukan kegiatan yang dinamakan olahraga.

"Baru pulang?"

Irene mengangkat kepalanya. "Iya mas." Jawabnya singkat. Kepalanya kembali menunduk; tangannya melepas simpul sepatu sisi kirinya yang belum terlepas.

"Hari ini aku kontrol sama Adipati."

Irene hanya mengangguk seraya beranjak dari duduknya dengan sepatu olahraga yang berada di tangan kanannya.

"Nanti aku tunggu di rumah sakit." Jawabnya singkat.

"Hmm? Maksudnya kamu mau nyusul ke rumah sakit cabang?"

Irene menggeleng. "Aku sengaja minta kamu dijadwalkan kontrol hari ini biar bisa di rumah sakit pusat. Dokternya sedang jadwal di rumah sakit pusat hari ini."

Angger mengangguk mengerti walaupun untuk sesaat ia lupa status sang istri sebagai presdir dan juga dokter yang tentu saja membuatnya bisa mengatur jadwal kontrol Angger sesuai keinginannya.

Tidak ada senyuman ataupun suasana hangat di antara keduanya. Suasana yang tercipta di antara mereka benar-benar dingin dan canggung, layaknya dua orang asing yang tidak akrab tetapi diharuskan untuk hidup bersama dan berbagi rumah.

Waktu berlalu, Irene yang sudah siap untuk ke rumah sakit bergegas keluar dari kamar hingga langkahnya terhenti saat melihat Angger berdiri di ambang pintu kamar yang berada di sisi kamarnya sendiri.

"Mas, kok belum siap-siap?" Tanyanya seraya berjalan melewati Angger menuju ke arah ruang tengah yang benar-benar berada di antara kamar mereka berdua.

"Nunggu Adipati."

"Hmm?" Irene mengernyitkan kening tanda tidak mengerti dengan jawaban Angger. Wanita itu berbalik, membuat keduanya saling berhadapan.

"Ngapain nunggu Adipati?" Tanyanya kemudian.

Angger diam. Ekspresinya canggung, kepalanya berkecamuk coba merangkai kalimat untuk menjawab pertanyaan Irene.

"Ya kan harus ganti lepas baju Rene. Harus mandi dulu juga kan? Aku gak bisa lepas baju sendiri."

"Itu celana bisa?" Tanyanya tanpa sungkan saat melihat Angger semalam mengganti celana panjangnya dengan celana pendek piyama; tangan kanan Irene masih sibuk menautkan jam tangan di tangan kirinya.

"Ya kan kalau celana bisa dilepas pakai tangan kiri dek. Kalau baju kan harus dibantuin."

Irene menghela napas pasrah. Kaos Angger sebelumnya memang dibantu ganti oleh Adipati saat akan pulang dari rumah sakit. Begitu sampai di rumah hingga pagi ini, lelaki itu belum mengganti pakaian atasnya.

Irene melepas kembali jam tangannya. "Aku bantu mandi." Ucapnya tiba-tiba seraya melipat bagian lengan kemejanya hingga ke siku.

"Nggak usah. Nunggu Adipati aja." Tolaknya cepat saat Irene berjalan ke arahnya.

"Aku bantu lepas baju atas kamu, terus aku bantu lap pakai washlap. Bagian bawahnya silahkan mas bersihkan di kamar mandi. Ngerti?" Jelasnya tegas dengan ekspresi datar yang berbanding terbalik dengan ekspresi canggung dari Angger.

Irene meninggalkan Angger yang masih mematung di ambang pintu. Wanita itu mencari sesuatu di dapur yang bisa ia gunakan untuk tempat air.

Jantung lelaki itu berdetak semakin tidak karuan saat Irene melewatinya untuk masuk ke dalam kamar. Entah bagaimana bisa wanita itu seolah tidak berekspresi saat menjelaskan akan membantu Angger membersihkan diri, bahkan dengan langkah tanpa beban wanita itu masuk ke dalam kamar mandi kamarnya, mempersiapkan air hangat untuk menyeka tubuhnya.

Peraduan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang