Bab 14

373 61 18
                                    

Dinginnya malam seolah tidak dirasa saat Irene dengan tanpa bersalah hanya mengenakan gaun malam tanpa kimono, hal yang hanya bisa ia lakukan saat sang suami tidak di rumah.

Rambutnya diikat sembarangan, tampak tidak rapi tetapi pasti berhasil membuat terpana lelaki manapun yang menatapnya.

Irene dengan dua headset bluetooth di masing-masing telinganya membuat wanita yang sedang memasak itu tidak sadar saat ada seorang pria yang sedang menatapnya sembari menahan senyum. Pria yang sudah melepas armsling-nya sekitar satu minggu yang lalu setelah kontrol ketiganya ke dokter ortopedi.

Angger menghela napasnya lega. Paling tidak, masih ada sisi Irene yang ceria yang pernah dikenalnya dulu. Entah kapan terakhir keli lelaki itu melihat sang istri ceria seperti sekarang, tetapi yang jelas melihat Irene bahagia ternyata membuat hatinya terasa hangat.

Irene yang sedang sibuk memasak tiba-tiba membeku saat melihat Angger di ambang pintu rumah. Sepersekian detik kemudian wanita itu tiba-tiba berlari ke arah tangga sebelum akhirnya berteriak kesakitan karena terjatuh di tengah tangga.

Angger hanya menghela napas lalu berjalan perlahan ke arah Irene yang sedang meringis kesakitan.

"Mana lihat!" Ucap Angger dingin. Lelaki itu menarik lembut tangan Irene; siku kanannya berdarah. Di sisi lain, kedua lututnya juga tampak terluka walaupun tidak sampai berdarah.

Angger menghela napas lelah. "Kamu tuh ngapain sih Rene lari?" Tanyanya tidak mengerti.

"Mas, komporku matiin dulu!" Ucapnya panik.

"Astaga!" Ucap Angger frustasi. Lelaki itu bergegas menuruni setengah anak tangga, berlari kecil ke arah dapur untuk mematikan kompor dimana spaghetti  buatan Irene masih berada di atasnya.

Angger kembali mendekati Irene. Lelaki itu tiba-tiba berlutut dengan posisi memunggungi Irene.

"Ayo naik!" Ucapnya yang sadar tidak bisa menggendong Irene karena kondisi tangan kanannya yang baru saja satu bulan pasca operasi.

"Aku bisa jalan mas." Tolaknya canggung. Dengan berpegangan pada sisi tangga, wanita itu coba berdiri, membuat sang lawan bicara hanya bisa mengalah.

"Sini!" Angger menarik lembut tangan kanan Irene untuk ia kalungkan di lehernya. Tangan kiri Angger merengkuh pinggang sang istri sebelum membantunya naik ke lantai dua dengan Irene yang sedikit kesakitan karena luka di kedua kakinya, membuatnya sedikit kesulitan berjalan.

Irene yang tampak canggung tidak punya pilihan lain selain menerima bantuan Angger. Lelaki itu membawa sang istri ke ruang tengah di lantai dua, membantunya duduk sebelum pergi mengambil peralatan P3K yang berada di kamarnya.

"Rene, kimono kamu dimana?" Tanya Angger tiba-tiba saat keluar dari kamarnya sendiri. Dia tahu kalau sang istri tidak nyaman dengan kehadirannya, dan itu alasan dia berlari ke lantai dua; untuk mengambil kimononya.

"Di kamar." Jawab Irene canggung.

Angger bergegas masuk kamar Irene. Ini adalah pertama kalinya Angger memasuki kamar Irene bahkan setelah empat bulan pernikahan mereka. Kimono warna hitam yang tergeletak di atas ranjang segera dia ambil. Pandangannya beredar, mencoba mencari sesuatu sebelum menemukan sebuah selimut yang pernah Angger gunakan untuk menyelimuti Irene di ruang kerja.

Angger keluar dari kamar, berjalan santai ke arah Irene yang sedang duduk dengan situasi canggung. Kotak P3K ia letakkan di sofa, tepat di sisi kiri sang istri.

"Pakai dulu." Ucapnya lembut yang berhasil membuat Irene membeku untuk sepersekian detik. Irene bergegas mengambil kimono miliknya; segera ia menutupi gaun malam dengan satu tali di masing-masing pundaknya menggunakan kimono yang dibawa Angger.

Peraduan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang