Bab 27

329 69 14
                                    

Angger hanya melirik sang istri yang diam di sisinya. Wanita itu tidak banyak bicara semenjak bangun pagi, persiapan ke Jogja hingga mereka di pesawat bahkan disaat sekarang Angger sedang berkendara menuju rumah.

"Rene?" Panggilnya pelan.

"Ya mas?"

"Are you okay?"

Irene tersenyum tipis. Wanita itu mengangguk tanpa berniat memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi.

Ada sisi ragu yang tiba-tiba menyeruak kuat dalam dirinya. Ia takut dengan adanya penolakan saat kedatangannya nanti. Analla adalah sosok yang sangat mengerti bagaimana mengurus keluarga. Irene? Dia merasa tidak ada seperempatnya dari seorang Analla.

Memasak saja rasanya belum yang benar-benar pas, tapi yang cukup aneh Angger selalu memakluminya. Bahkan lelaki itu selalu menyambut antusias semua masalah yang dibuat oleh sang istri.

"Mas, apa kita balik pulang aja ya?"

"Gimana?" Tanya Angger dengan nada terkejut. Lelaki itu bergegas menepikan mobilnya ke sisi kiri badan jalan.

Angger menghela napas seraya menarik rem tangan di sisi kirinya.

"Kamu kenapa?" Tanyanya dengan nada lembut seraya melepas sabuk pengaman yang sedari tadi mengukungnya, membuat lelaki itu lebih leluasa untuk menoleh ke arah sang istri.

"Aku takut ibuk sama bapak gak suka sama aku mas."

Angger meraih kedua tangan Irene. "Kok bisa mikir gitu kenapa?"

"Ya mas ingat sendiri kan waktu resepsi aja ibuk sama aku ngobrolnya canggung mas," Irene memberi tanda koma pada penjelasannya. Wanita itu menunduk ragu, ",- apalagi aku gak kaya mba Nalla yang biasa ngurus kamu dengan baik. Masak aja masih sering gak beres rasanya." Lanjutnya lirih dengan kepala yang masih menunduk.

Seumur-umur Angger mengenal Irene, baru kali ini lelaki itu melihat sosok sang istri terlihat minder dan ragu dengan sesuatu yang akan dia hadapi. Irene yang dikenal Angger adalah sosok yang siap menerjang apapun yang berada di depannya terlepas dia suka atau tidak.

"Ibuk waktu itu canggung cuma karena belum terlalu kenal sama kamu. Lagipula di rumah kan ada Arinda, kamu kan dekat sama dia Rene?" Bujuk Angger yang memang tahu benar kalau Irene dan adiknya cukup dekat bahkan sebelum mereka menjadi suami istri.

"Arinda gak kuliah?"

"Libur dia. Kan sudah mau tahun baru, dia lagi libur semester."

Irene menghela napas pelan. Sorot matanya masih tampak ragu bahkan setelah mendengar semua penjelasan Angger.

"Percaya sama aku, kamu bakalan betah di rumah. Ya?" Ucapnya seraya mengusap tangan Irene yang sedari tadi masih di genggamnya erat. Lelaki itu masih berusaha mencari titik dimana ia bisa menenangkan Irene sebelum akhirnya wanita di hadapannya itu mengangguk setuju.

*****

Sambutan hangat diterima oleh Irene dan juga Angger begitu memasuki rumah mewah yang berbentuk klasik khas rumah jawa tengah. Irene yang sempat ragu seketika justru membeku saat mendapat pelukan hangat dari sang ibu mertua, pelukan yang dia sendiri sudah lupa kapan terakhir kali mendapatkannya dari sang mama.

"Anak wedok akhirnya pulang." Ucap sang ibu sembari mengusap lembut kepala Irene, seolah melupakan sang putra yang sedang berdiri di sisi kanan Irene.

"Ini anaknya ndak dipeluk buk?" Sela Angger yang melihat keakraban sang ibu dengan Irene.

"Ndak usah. Ibuk sudah sering meluk kamu dari kecil."

Peraduan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang