Bab 28

404 81 16
                                    

Gemericik air mancur yang ada di sisi kolam renang menjadi teman Irene yang sedang berkutat dengan labtopnya di gazebo belakang, tepat di sisi kamar Arinda.

"Nduk."

Irene mengangkat kepalanya, sebuah senyuman manis terulas di bibirnya saat melihat sang ibu mertua berjalan mendekat ke arahnya.

"Kok gak ngerjain di dalam? Banyak nyamuk disini."

Irene menggeleng. "Nggak kok Bu. Tadi sama Mbok Jum dikasih obat nyamuk." Ujarnya sopan seraya menunjuk ke arah obat nyamuk bakar yang tidak jauh dari gazebo.

"Itu apa buk? Buat bapak?" Tanyanya penasaran dengan cangkir yang di pegang oleh ibu mertua. Entah bagaimana caranya Irene tiba-tiba merasa menjadi begitu dekat dengan sang mertua, padahal beberapa jam yang lalu wanita itu masih ragu apakah sang mertua akan menerimanya atau tidak.

"Bukan." Ucap ibu seraya duduk di bibir gazebo. "Ini susu jahe buat kamu. Biar anget badannya." Jelasnya dengan senyuman tulus yang justru berhasil membuat Irene membeku.

Tanpa sadar tatapan Irene tiba-tiba berubah nanar hingga memaksa wanita itu membuang muka ke arah lain.

Jadi ini rasanya di perhatikan?

Irene berusaha menahan air matanya. Ada sisi dalam dirinya yang tiba-tiba sendu saat mendapat perhatian lebih dari sang ibu mertua.

"Rene? Kenapa?" Tanya sang ibu mertua khawatir. "Kamu gak suka susu jahe?"

"Bukan buk." Elak Irene cepat. Wanita itu segera mengusap air mata menggunakan punggung tangannya sebelum kembali menoleh ke sang ibu mertua.

"Kok nangis nduk? Kenapa?" Tanya sang ibu khawatir; wanita berusia 60 tahunan awal itu segera mendekati sang menantu.

Irene menggeleng. "Nggak papa buk. Kelilipan kayanya." Ujarnya berbohong. Irene merasa terlalu memalukan kalau dia harus menjelaskan tentang alasannya menangis.

"Sulit ya nduk?" Tanya sang ibu mertua dengan nada rendah. Wanita dengan rambut yang di gelung rapi itu meraih tangan Irene.

"Terimakasih ya kamu sudah mau jadi istri Angger. Terimakasih sudah mau bertahan dengan semua sikap Angger yang pasti gak mudah untuk kamu atasi."

"Buk...," Sela Irene lembut. "-,mas Angger gak sesulit itu kok orangnya. Mas Angger justru orang pertama yang selalu bangga dengan semua pencapaian Irene bu. Bahkan mas Angger dengan senang hati mau makan masakan Irene yang rasanya gak sempurna buk. Gak pernah protes lagi." Ucapnya yang di akhiri dengan tawa pelan.

Senyuman Irene menipis saat tangan sang ibu mertua mengusap kepalanya. "Kalau Angger berani macam-macam ke kamu, bilang ke ibuk aja Rene, biar ibuk yang atasi anak itu." Jelas sang ibu dengan ekspresi serius yang dibuat-buat.

"Terimakasih buk."

"Kalau kamu mau cerita apapun, jangan sungkan cerita ke ibuk ya? Kamu boleh telfon ibuk 24 jam selama kamu butuh."

Lagi Irene hanya mengangguk. Irene benar-benar dibuat tidak bisa berkata-kata, tatapannya kembali nanar sebelum akhirnya sebuah pelukan hangat dia dapatkan dari sang ibu mertua.

"Ibuk sudah banyak dengar tentang kamu dari Angger." Ucap sang ibu mertua lirih.

"Ini apa sih? Reuni keluarga apa gimana kok peluk-pelukan?"

Irene melepas pelukan sang mertua cepat, wanita itu menoleh dengan tatapan tajam ke arah sang suami yang bersandar di dinding bagian luar kamar Arinda.

"Julid." Ujarnya singkat dengan ekspresi kesal yang dibuat-buat.

Peraduan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang