dua belas

45 4 0
                                    

Ting!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ting!

Notifikasi pesan Aurora berbunyi dan bertepatan, ia baru saja menyelesaikan sarapannya. Aurora membuka pesan teratas dari Arden. Aurora membulatkan matanya ketika membaca pesan Arden jika lelaki tampan itu ada di depan gerbang rumahnya. Aurora tidak sama sekali mengetahui Arden pergi ke rumahnya. Aurora, perempuan dengan rambut diikat satu ke belakang, ia pun berdiri dari kursi, membawa piring kotor ke dapur.

"Udah, biar Mama aja yang nyuci piringnya. Mending kamu berangkat sekolah sana," kata Stefani, ibunya Aurora dan Satya.

"Ya udah kalau gitu. Aku berangkat sekolah dulu."

Aurora mencium pipi ibunya, kemudian melangkahkan kaki ke sofa, membawa ranselnya. Bersamaan dengan itu, ia berpapasan dengan ayah dan kakaknya. Aurora menyalami tangan mereka.

"Mau berangkat, Dek?" tanya Satya sembari merapikan poni adiknya.

"Iya, Kak," jawab Aurora.

"Sama siapa? Mau Papa anterin?" tanya Jerome, sang ayah.

"Nggak usah, Pa. Aku berangkat sama temen. Udah, ya, aku berangkat sekolah dulu."

Aurora mempercepat jalannya keluar dari rumah, dengan diikuti Satya dan Jerome. Mereka terkejut ketika melihat seorang lelaki yang tidak lain adalah Arden sedang berada di depan gerbang rumahnya.

"Lo ngapain di rumah gue? Mana nggak bilang-bilang sama gue. Setidaknya, kabari sebelum lo datang ke sini," kata Aurora agak kesal, karena Arden tidak memberitahunya jika hendak ke rumah.

"Ya, gue mau ngajak lo berangkat bareng.. Emangnya nggak boleh?" tanya Arden.

Aurora memijat kepalanya. " Ya ... nggak papa, tapi bilang dulu kek sama gue. Untung gue belum berangkat ke sekolah."

"Temen kamu, Ra?" tanya Jerome sembari menunjuk Arden dengan dagunya.

Arden turun dari motor, kemudian menyalami tangan Jerome. "Halo Om, Kak. Perkenalkan nama saya Arden, teman satu kelas Aurora. Salam kenal, Om, Kak," ucapnya ramah.

"Halo Arden. Saya Satya, kakaknya Aurora. Di sebelah saya, itu ayah saya dan Aurora, Jerome Arlando."

"Ar, ayo berangkat, keburu masuk," ajak Aurora sembari melihat arloji putih di pergelangan tangan kirinya.

Arden membungkukkan badannya kepada Satya dan Jerome. "Om, Kak, saya dan Rora berangkat sekolah dulu."

"Oke. Jaga putri Om baik-baik dan jangan ngebut," pesan Jerome.

"Iya, Om."

Arden memberikan helm bogo kepada Aurora, juga memasangkannya. Satya dan Jerome agak shock melihat sikap Arden kepada putrinya. Baru pertama kali, Aurora dekat dengan seorang lelaki, karena dulu ketika di sekolah lamanya, dia pendiam.

Arden menyalakan mesin, membantu Aurora naik, lalu melajukan motornya meninggalkan rumah Aurora. Satya dan Jerome menatap kepergian mereka.

"Mereka sangat cocok, ya, Kak?" tanya Jerome.

"Iya, Pa. Mereka cocok banget. Semoga Arden bener-bener lelaki baik dan selalu menjaga Rora," jawab Satya.

♧♧♧

Arden dan Aurora tiba di sekolah. Mereka turun dari motor ketika sudah berada di parkiran sekolah, dekat dengan lapangan basket. Mereka melangkahkan kakinya menuju kelas yang ada di lantai dua, cukup jauh dari lapangan basket.

Selama mereka berjalan ke kelas, semua pasang mata tertuju ke arah mereka, terutama Aurora yang masih dibilang murid baru. Semua orang heran dengan kedekatan Arden dan Aurora. Padahal, Arden itu anti sosial dan tidak suka berbaur dengan orang.

Pandangan Arden tertuju ke seseorang yang berjalan ke ruang kepala sekolah. Arden seperti mengenal orang itu.

"Nggak ... nggak mungkin," guman Arden yang masih bisa didengar oleh Aurora.

"Apanya yang nggak mungkin?" tanya Aurora dan membuat Arden ingat jika dirinya bersama Aurora.

"Nggak papa. Kita ke kelas aja. Bentar lagi Bu Sherin masuk ke kelas."

Arden dan Aurora kembali melanjutkan langkah kakinya menuju kelas. Arden berharap semoga dugaannya salah ketika melihat orang yang pergi ke ruang kepala sekolah.

Bel masuk sudah berbunyi, semua orang berbondong-bondong masuk ke kelas. Bu Sherin, guru fisika masuk ke kelas Arden bersama seorang perempuan cantik dan manis. Semua murid di kelas terpesona dengan kecantikan perempuan itu.

"Selamat pagi! Hari ini, kita kedatangan murid baru dari Australia. Silakan perkenalkan diri kamu," ucap Bu Sherin kepada murid baru itu.

"Baik, Bu." Perempuan itu menatap ke depan. "Hai, kenalin nama gue Aluna Grizella. Panggil aja Luna atau Zella."

Deg!

Jantung Arden berhenti berdetak setelah mendengar nama dan suara yang familiar, ketika ia mengeluarkan bukunya. Arden menatap ke depan dan manik mata mereka bertemu. Luna tersenyum miring, melihat mantan kekasihnya ada di kelas ini.

"Luna, silakan kamu duduk di bangku kosong itu," tunjuk Bu Sherin ke bangku kosong dekat dengan meja Arden.

"Baik, Bu."

Luna membenarkan tasnya, melangkahkan kaki ke bangkunya sembari melihat sosok yang ia rindukan, Arden. Arden mengepalkan tangannya di bawah meja. Arden yakin jika Luna sengaja kembali ke Indonesia untuk mengganggu hidupnya.

"Perhatikan ke depan. Jangan ada yang sibuk sendiri!" tegas Bu Sherin.

Luna memperhatikan Arden dengan senyuman yang tidak bisa diartikan. "Gue bakal ambil hati lo, Arden. Lo milik gue."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ARDEN | 2HWANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang