dua

104 9 0
                                    

"Baik, saya cukupkan pelajaran hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Baik, saya cukupkan pelajaran hari ini. Jangan lupa tugasnya dikumpulkan ke meja saya," ucap Pak Harin mengakhiri pelajaran sembari memasukkan laptop dan barangnya ke tas.

Pak Harin melangkahkan kaki keluar dari kelas 11-3. Semua murid berbondong-bondong keluar dari kelas. Ada yang menuju kantin, perpustakaan, bahkan pergi ke ruangan lain. Aurora baru saja selesai membereskan bukunya ke dalam tas. Aurora masih belum hafal denah sekolah. Namun, perempuan berambut panjang itu melihat seseorang yang tidur di meja. Dia adalah Arden—murid yang terlambat datang—duduk di bangku belakang.

"Permisi. Gue mau tanya, letak kantin ada di mana?" tanya Aurora ketika sudah di depan bangku Arden.

Arden membuka mata setelah mendengar masih ada orang di kelas. Arden menatap datar Aurora, tapi hal itu tidak membuat Aurora takut.

"Lo cari sendiri sana, atau lo bisa tanya murid lain! Ganggu aja, lo."

"Tap—"

"Rora," panggil seseorang lain.

Aurora menolehkan kepala ke pintu. Aurora melihat ada siswi cantik yang memakai bando hitam dan rambut digerai.

"Ada apa, ya?" tanya Aurora menghampiri siswi itu.

"Gue mau ajakin lo ke kantin. Oh ya kenalin, nama gue Lia, ketua kelas lo." Siswi bernama Lia mengulurkan tangan ke Aurora dan disambut baik oleh Aurora.

Aurora menganggukkan kepalanya. "Iya. Tapi, dia gimana?"

"Udah, nggak usah mikirin dia. Lebih baik kita ke kantin aja. Gue udah laper."

Lia menarik Aurora dari kelas, tanpa memperdulikan sosok Arden di kelas. Entah apa yang membuat Lia seperti tidak menyukai Arden, terlihat dari ekspresi wajahnya yang menunjukkan ketidaksukaan.

Setiba di kantin, Aurora dan Lia mengantre mengambil jatah makanan di depan. Beruntung saja, tidak ada yang mengantre, jadi mereka cepat dilayani. Lia mengarahkan pandangan ke seluruh kantin dan melihat ada kursi yang kosong di tengah. Lia mengajak Aurora menempati kursi itu.

"Sebelumnya, gue boleh tanya, nggak?" tanya Aurora setelah duduk di kursi, begitu juga dengan Lia.

Lia menatap wajah Aurora. "Tanya apa?"

Aurora menghela napasnya. "Gue tadi lihat lo pas nyamperin gue, lo kok kayak nggak suka sama Arden. Emangnya Arden kenapa?"

Lia mendekatkan wajahnya ke wajah Aurora. "Dia problematik di sekolah ini, pembuat onar, tukang bully. Gue saranin, lo nggak usah deket-deket sama dia. Nanti lo bakal jadi korbannya," ucapnya berbisik.

"Maksudnya?" tanya Aurora tidak mengerti maksud dari perkataan perempuan cantik di depannya.

"Intinya, lo jangan deket-deket sama dia. Udah, mending kita lanjut makan aja."

Lia menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya. Aurora masih belum mengerti maksud dari Lia. Aurora yakin kalau Arden bukan lelaki seperti itu. Aurora ingin memastikannya sendiri.

Arden menatap langit-langit sembari menyesap rokoknya. Lelaki tampan yang menggunakan seragam putih abu-abu berantakan, rambut agak panjang sedang berada di rooftop sendirian dengan posisi duduk di kursi. Arden lebih sering menghabiskan waktu istirahatnya di rooftop, daripada di kantin. Arden susah berbaur dengan orang lain.

Angin kencang membuat rambut Arden berantakan, tapi sang empu tidak peduli. Arden hanya ingin menikmati kesendiriannya di rooftop. Sekelebat bayangan murid baru itu, terlintas dipikirannya. Arden segera menepisnya.

Rokok lelaki itu sudah habis, Arden langsung membuangnya ke tong sampah. Arden berdiri dari kursi, kemudian melangkahkan kaki turun ke bawah. Arden melihat arloji di tangannya, tinggal sepuluh menit, jam istirahat berakhir. Namun, ketika Arden hendak belok ke kiri, seseorang tidak sengaja menabrak bahunya, dan hampir membuat Arden jatuh.

"Maaf—"

Arden menarik kerah seragam orang yang sudah menabraknya, membuat orang itu takut. Arden tidak suka jika ada yang menganggu ketenangannya, walaupun kesalahan sedikit.

"Lo nggak lihat ada orang mau belok?!" tanya Arden menaikkan nada bicaranya. Ia tidak peduli dengan tatapan dari murid di sekolah ini.

"Maaf, gue beneran nggak tau. Gue—"

Brak!

Sebelum orang itu melanjutkan perkataannya, Arden mendorong orang itu ke dinding. Orang itu merintih kesakitan dan dirinya tidak berani menatap Arden.

Arden melihat name tag orang itu. "Arvin Ganendra. Lo udah buat mood gue hancur! Lo lupa kalau gue nggak suka ada yang ganggu ketenangan gue?! Lo punya mata nggak, sih?!" tanyanya menatap tajam Arvin, teman satu angkatannya.

"Maaf, gue nggak lihat ada orang. Maafin gue, Arden. Gue—"

Arden meninju wajah Arvin dengan amarah yang tidak bisa dikendalikan. Semua orang tidak berani melawan Arden, karena takut menjadi sasaran dari lelaki problematik seperti Arden. Hingga satu suara mengalihkan atensi semua orang ke sumber suara.

"Arden Arsenino! Ikut saya ke ruang BK, sekarang!" tegas Pak Rian, guru BK.

"Sial. Urusan kita belum selesai, ya, Vin," ancam Arden sebelum pergi ke BK.

"Ra, lo lihat sendiri, 'kan, Arden kayak gimana? Lebih baik lo jauh-jauh dari dia," bisik Lia ke Aurora.

Aurora hanya diam tanpa ada niatan membalas perkataan Lia. Aurora terus memandang Arden, hingga manik mata mereka bertemu. Entah, manik mata itu mengingatkan Arden tentang seseorang di masa lalu. 

"Udah yuk. Kita ke kelas aja," ajak Aurora.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ARDEN | 2HWANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang