enam

86 8 0
                                    

Arden melangkahkan kaki menuju kelasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arden melangkahkan kaki menuju kelasnya. Luka yang ia dapatkan kemarin, sudah Arden tutup dengan plester. Arden tidak peduli dengan pandangan semua orang kepadanya. Arden memang bodo amat dengan mereka, karena dirinya merasa tidak penting meladeni semua orang.

Sesampai di kelas, Arden melempar tasnya ke meja, membuat Aurora yang sedang menyalin catatan dari temannya terkejut. Aurora meletakkan bolpoin di meja dan menutup bukunya. Aurora penasaran alasan sikap Arden seperti itu. Namun, atensi Aurora tertuju ke wajah Arden yang ada plesternya.

"Arden, wajah lo kenapa?" tanya Aurora terlihat khawatir.

"Nggak usah kepo jadi orang," jawab Arden sinis.

"Tapi, 'kan, aku cuma—"

Arden menggebrak meja, membuat seisi kelas menoleh ke arahnya. Beruntung, kelas agak sepi, hanya ada sepuluh murid yang datang, karena jam masih pukul enam pagi. Arden memegang kerah seragam Aurora, kasar.

"Nggak usah banyak bacot. Lo itu cuma orang asing yang nggak ngerti apa-apa. Gue luka, juga bukan urusan lo!" bentak Arden di akhir kalimatnya.

Arden menjauhkan tangannya dari kerah seragam Aurora. Lelaki dengan penampilan berantakan tidak suka jika ada orang yang ingin tahu tentang kehidupannya, itu berlaku untuk semua orang, termasuk Aurora.

Aurora hanya bisa menghela napas dengan sikap Arden yang kasar. Mungkin butuh waktu untuk Aurora memahami sikap dan sifat Arden. Aurora yakin suatu saat, sifat Arden bisa berubah dan bisa menerima dirinya sebagai teman.

Ting! Notifikasi pesan dari ponsel Arden berbunyi di meja. Arden mengambil ponsel dan membuka aplikasi pesan.

Seno: "Gue ada mainan buat lo. Datang aja ke tempat biasa."

Arden: "Oke. Gue ke sana. Thanks.

Seno: "Oke."

Arden memasukkan ponselnya ke atas. Tidak lupa untuk mengaktifkan mode jangan ganggu, agar tidak menganggu pelajaran. Aurora sendiri melanjutkan menyalin catatan pelajaran milik temannya sebelum dirinya masuk ke sekolah ini.

Beberapa menit, bel masuk berbunyi. Semua murid berbondong-bondong masuk ke kelas masing-masing, karena pelajaran akan segera dimulai. Semua guru yang ada jam mengajar masuk ke kelas masing-masing.

"Selamat pagi," ucap Pak Jeha, guru matematika yang baru saja masuk di kelas Arden.

"Pagi, Pak!" jawab mereka serentak.

"Silakan kumpulkan tugas matematika yang saya berikan dua hari yang lalu. Dikumpulkan di depan!"

Lia mengambil buku tugas milik teman-temannya dan membawanya ke depan. Jika masalah tugas, Arden selalu mengerjakannya, walau dia sering berbuat onar di sekolah. Sebenarnya Arden itu pintar, tapi sikapnya yang buruk, membuat semua orang meremehkannya.

🫒

Malam harinya, Arden pergi ke tempat yang dimaksud dengan temannya. Tempat itu adalah Bar, tempat tongkrongan Arden dan teman-temannya. Arden masuk ke dalam Bar.

Suasana di Bar cukup ramai, banyak pengunjung yang datang bersama pasangan masing-masing. Mereka saling melumat bibir satu sama lain dengan penuh kenikmatan.

Seorang lelaki dengan penampilan acak-acakan melambaikan tangannya ke arah Arden. Arden tersenyum miring, kemudian ia berjalan ke arah Seno.

"Akhirnya lo datang juga," ucap Seno memeluk teman lamanya dari SMP.

Arden melepas paksa pelukan temannya. "Jaga sikap lo. Gue nggak mau semua orang berpikiran buruk tentang gue. Mana mainan yang lo maksud? Gue penasaran."

Seno merangkul bahu seorang perempuan cantik dengan pakaian kurang bahan dan menunjukkan perut mulusnya. Arden baru menyadari ada orang lain di samping Seno. Ia terlalu fokus dengan suasana Bar yang menurutnya cukup menenangkan hati.

"Yura, kenalin dia Arden, orang yang gue maksud. Dan Arden, ini Yura," ujar Seno dengan senyuman yang tidak bisa diartikan.

Yura mengulurkan tangannya ke Arden dengan senyuman menggoda. "Kenalin, nama gue Yura."

Arden menerima uluran tangan perempuan itu. "Arden," jawabnya singkat, jelas, dan padat.

Yura mengalungkan kedua tangannya di leher Arden. Perempuan dengan lipstik merah itu tersenyum penuh arti ke Arden. Sepertinya, perempuan itu tertarik dengan Arden.

"Mau bermain sekarang?" tanya Arden menarik pinggang Yura.

"Of course. Lakukan apa yang mau lo lakuin," jawab Yura mencium bibir Arden.

Arden membawa Yura ke lantai dua, di mana ada kamar VIP. Sebelum Arden datang ke Bar, Seno sudah memesan kamar untuk mereka yang ingin melakukan sesuatu.

Arden memasukkan kartu ke salah satu kamar dan pintu terbuka. Tidak lupa, ia menutup pintu kamarnya. Arden mendorong Yura ke ranjang dengan kondisi terlentang.

Lelaki berambut cokelat tua melepas kemeja birunya dan membuangnya ke lantai. Yura terpesona dengan bentuk tubuh Arden yang menurutnya cukup menggoda.

"Lo siap?" tanya Arden selesai melepas semua pakaiannya.

"Gue siap. Jangan lupa pakai pengaman."

Arden tersenyum miring. "Kalau itu, lo nggak usah khawatir. Inget, gue hanya ingin melepaskan penat ke lo, jadi jangan harap kalau gue bakal suka sama lo. Lo cuma mainan gue."

"Ya, gue ngerti. Gue sadar diri," kata Yura walau dadanya sesak. Ternyata Arden hanya menganggapnya mainan saja.

Arden naik ke ranjang, kemudian menyambar bibir Yura dan melumatnya brutal. Yura membalas ciuman dari Arden. Yura tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk menyentuh tubuh Arden, hanya malam ini saja.

Arden membuka kaos Yura hingga menampakkan bra berwarna hitam. Tangan Arden menyentuh dua buah dada itu dan agak meremasnya. Malam ini, Arden dan Yura menghabiskan satu malam dengan memakai pengaman. Arden tidak ingin mengorbankan hidupnya setelah melakukan hal terlarang.

Tidak ada yang tahu sikap Arden di luar sekolah. Mereka mengira jika Arden sering berbuat onar di sekolah, tapi kenyataannya justru di luar sekolah, Arden lebih brutal. Masih banyak yang Arden sembunyikan dari mereka, termasuk kejadian beberapa tahun yang lalu.

 Masih banyak yang Arden sembunyikan dari mereka, termasuk kejadian beberapa tahun yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ARDEN | 2HWANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang