tiga belas

48 4 1
                                    

"Apaan, sih, Ar?!" tanya Luna ketika Arden menarik paksa tangannya ke halaman belakang sekolah yang jarang dilewati semua murid

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apaan, sih, Ar?!" tanya Luna ketika Arden menarik paksa tangannya ke halaman belakang sekolah yang jarang dilewati semua murid.

Tadi, selesai pelajaran Bu Sherin, Arden langsung membawa Luna ke halaman belakang tanpa peduli tatapan teman satu kelasnya, termasuk Aurora. Aurora tidak mengetahui ada hubungan apa Arden dengan murid baru itu, tapi Aurora berpikir positif jika Luna adalah saudara Arden.

Arden menghempaskan tangan Luna dengan kasar, membuat Luna merintih kesakitan. Tarakan Arden cukup kuat dan tangannya memerah.

"Tujuan lo sekolah di sini apa? Hah?! Lo sengaja, 'kan?" tanya Arden menaikkan nada bicaranya. Arden muak dengan Luna.

Luna sekarang mengerti kenapa Arden menarik tangannya dan ekspresinya terlihat marah. Luna menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menatap remeh ke Arden. Luna sudah menduga jika Arden tidak menyukai kehadirannya, tapi hanya ini satu-satunya cara agar Arden kembali kepadanya.

"Kalau iya, kenapa? Gue balik ke Indonesia demi lo, Ar. Gue ingin memperbaiki hubungan kita. Gue—"

"Bangsat! Sampai kapanpun, gue nggak bakal balik sama lo, karena mantan hanyalah sampah! Gue udah nggak cinta sama lo lagi, Lun. Hati gue udah mati sejak lihat lo selingkuh di depan gue!" bentak Arden.

Hati Luna sakit mendengar perkataan Arden. Luna akui jika dirinya sudah berkhianat dengan pria yang lebih tua dari Arden. Namun, Luna tidak menyerah dan ingin Arden kembali kepadanya.

"Tapi gue cinta sama lo, Ar. Gue tau gue salah karena udah nyakitin lo, gue khilaf. Gue sadar kalau cinta gue hanya buat lo, bukan pria itu. Gue ingin kita memperbaiki hubungan ini dan mulai semuanya dari awal. Gue mohon ... akh!" pekik Luna ketika Arden mendorongnya ke dinding dengan tangan memeras lengan Luna.

"Bullshit! Gue tau lo nggak beneran cinta sama gue. Lo cuma cinta sama harta gue! Gue nggak bodoh, Lun. Gue tau akal busuk lo. Asal lo tau, gue udah anggep lo mati dan gue udah ada pengganti lo yang lebih baik dari lo, Jalang!" pekik Arden semakin kuat meremas lengan Luna hingga memerah.

"Ar ... sa ... kit. Plis ... lepas ..." lirih Luna.

Arden menjauhkan tangannya dari lengan Luna. Arden tersulut emosi, tapi dengan cara ini agar Luna berhenti mengejarnya. Arden sudah tidak ada rasa terhadap Luna.

"Plis ... berhenti ngejar gue. Gue nggak suka. Camkan itu!"

Arden melangkahkan kakinya, meninggalkan Luna sendirian. Luna mengepalkan tangannya erat, merasa tidak terima dengan perkataan Arden. Luna menarik tangan Arden dan memojokkannya di dinding.

"Lun, lo mau ngapain? Kalau ada orang lain, gimana?" tanya Arden agak takut jika ketahuan orang lain.

"Kenapa? Lo takut? Gue tau lo bohong soal lo udah dapet pengganti gue. Gue tau, lo cuma cinta sama gue. Jujur aja, nggak usah gengsi," jawab Luna sembari menarik dagu Arden.

Arden menepis kasar tangan Luna. Tanpa pikir panjang, Arden menendang perut Luna agar menjauh darinya.

"Sial," gumam Luna.

Arden menunjuk wajah Luna. "Gue ingetin sekali lagi. Lo hanya mantan gue aja. Mantan emang pantes dibuang. Dan gue udah dapet pengganti lo yang lebih baik dari lo. Nggak usah mimpi, gue mau balikan sama lo. Inget itu, Aluna Grizella."

Setelah berkata demikian, Arden meninggalkan Luna sendirian dan kembali ke kelas. Arden muak dengan sikap Luna yang murahan baginya.

"Bangsat! Gue harus cari tau, siapa perempuan yang berhasil memikat Arden," gumam Luna mengepalkan tangannya.

Di kelas, Aurora menghentikan menulis catatannya yang kurang ketika melihat Arden ke kelas. Arden duduk di bangkunya dengan ekspresi kesal dan banyak pikiran.

"Ar, lo kenapa? Dan gue tadi lihat lo sama Luna pergi. Lo saudaranya Luna?" tanya Aurora penasaran.

"Luna, mantan gue, Ra bukan saudara gue," jawab Arden dan membuat Aurora terdiam. Entah kenapa, hati Aurora sakit ketika mendengar jika Luna adalah mantan kekasih Arden.

"Ah, mantan. Gue kira saudara," balas Aurora agak lemes.

Arden menyadari ekspresi Aurora agak aneh dari biasanya. "Kenapa? Lo cemburu kalau gue mantannya Luna?" tanyanya menarik dagu Aurora.

"Apaan, sih! Nggak, ya, ngapain gue cemburu. Gue nggak masalah kalau lo mau balikan sama Luna," jawab Aurora sembari menepis tangan Arden dari dagunya.

"Ketahuan kalau lo cemburu. Tenang aja, prinsip gue itu mantan adalah sampah. Gue udah nggak suka sama Luna. Gue udah suka orang lain."

Aurora kembali menatap wajah Arden. "Siapa? Kalau nggak mau jawab—"

"Lo. Gue suka sama lo, Ra," sela Arden.

"Hah? Lo—"

"Selamat pagi. Maaf kalau saya terlambat, ada kendala di kantor," celetuk Pak Harin.

"Pagi, Pak!"

"Silakan masukkan buku dan catatan ke laci, kita ulangan harian," ucap Pak Harin.

Semua orang mendesah kecewa dengan pemberitahuan mendadak dari Pak Harin. Namun, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Mengenai perkataan Arden, ia jujur jika dirinya memang menyukai Aurora sejak ciuman pertama mereka. Bagi Arden, Aurora itu unik, cantik, dan manis. Ini pertama kalinya, Arden jatuh cinta setelah putus dari Luna.

Tanpa mereka sadari, sejak tadi Luna sudah ada di kelas ketika Arden dan Aurora berbicara. Tangan Luna mengepal erat, tidak menyangka jika Aurora adalah perempuan yang memikat hati Aurora.

Gue nggak akan tinggal diam. Arden milik gue, bukan milik siapa-siapa. Batin Luna.

 Batin Luna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ARDEN | 2HWANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang