25. Semua Laki-Laki Itu Sama

534 33 2
                                    

"Kamu mau dinikahi kapan, biar nanti kamu bisa melihat Mas begitu?"

Laras menahan napas, kalimat yang keluar dari Wianta barusan mampu membuatnya bungkam. Entah kalimat itu benar-benar serius, atau hanya sekedar balasan atas pembahasannya mengenai calon suami?

"Hei, kenapa nahan napas? Mas nggak mau makan kamu loh," kata Wianta membuat Laras tersadar. Gadis itu kembali menormalkan napasnya, lalu kembali menatap Wianta.

"Kamu kaget sama ucapan Mas tadi ya? Maaf, anggap saja angin lalu. Jangan pikirkan soal menikah, karena sekarang yang harus kamu utamain itu kuliahmu," lanjut Wianta tersenyum hangat sambil mengelus tangan Laras dengan lembut.

"Memangnya Mas nggak ada rencana untuk menikah?" tanya Laras penasaran. Karena selama menjalin hubungan, kekasihnya itu belum pernah mengungkit tentang pernikahan.

Laras sangat yakin, di umur Wianta yang sudah hampir kepala tiga, pastinya lelaki itu  memiliki keinginan untuk menikah. Namun, yang membuat Laras bingung adalah Wianta tidak pernah mengungkit perihal pernikahan.

Kadang, Laras berpikir apakah lelaki itu tidak mempunyai keinginan untuk menjalin ikatan pernikahan dengan dirinya? Atau, membayangkan tentang indahnya sebuah pernikahan dengan dirinya nanti?

"Pasti kamu mikir yang enggak-enggak. Benar, 'kan?"

Laras mengalihkan pandangannya, membuat Wianta terkekeh geli. Yang membahas tentang pernikahan siapa, dan yang berpikiran negatif siapa. Kalau boleh jujur, Wianta sengaja tidak pernah membahas topik tentang pernikahan pada Laras. Karena dia tahu, Laras masih menempuh pendidikan dan perlu berkembang nantinya. Berkembang yang Wianta maksud ini adalah, ia ingin Laras bebas melanjutkan perjalanannya seperti bekerja. Setelah gadis itu benar-benar siap untuk menikah, barulah Wianta akan mengajak Laras ke jenjang yang lebih serius.

Tidak masalah kalau Wianta akan menunggu, yang pasti ia yang menjadi pendamping hidupnya adalah Laras.

"Tentang suami yang kamu inginkan tadi itu, sebenarnya ingin mengode Mas ya, Ras? Asal kamu tau, sebenarnya Mas ingin sekali menikah, tapi asalkan menikahnya itu sama kamu," kata Wianta.

"Kenapa Mas nggak pernah membahas soal ini? Karena Mas menghargai kamu, Laras. Mas menghargai pendidikanmu, pergaulanmu dengan teman-teman yang mungkin masih kamu butuhkan. Lalu, yang paling penting adalah pencapainmu setelah kuliah. Mas menghargai itu semua."

"Kenapa Mas? Kenapa Mas harus lakuin itu ke aku?" tanya Laras pelan. Suaranya terdengar serak, sebab tidak menyangka bahwa Wianta lebih memikirkan dirinya. Padahal kalau mau, Wianta bisa saja meninggalkan Laras dan menemukan perempuan lain.

"Karena Mas cinta kamu," jawab Wianta menyentuh pipi Laras, lalu mengelusnya dengan lembut. Ah, ingin sekali Wianta memeluk Laras seperti di mobil tadi, tapi tidak mungkin karena saat ini mereka sedang ada di rumah Laras---alias di rumah orang tua Laras.

Gilang termenung di pintu depan, ternyata begini rasanya menyaksikan Laras yang sudah menemukan cinta terbaiknya. Dari semua laki-laki yang mendatangi Gilang untuk mendapatkan Laras, baru kali ini ada seseorang yang mampu meyakinkan Gilang bahwa seseorang itu mampu menjaga Laras di masa kini, nanti dan seterusnya.

Ada rasa senang, karena Wianta mampu menjalani hubungan dengan Laras---adiknya. Dengan hal itu, Gilang dapat mempercayai Wianta kalau lelaki itu dapat menggantikan dirinya untuk menjaga Laras.

Cinta yang Melebur di DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang