34. Kita Selesai

284 32 2
                                    

Untuk beberapa hari ke depan, aku sedikit sibuk. Maaf yaa, kalau updatenya sedikit lama.

***

"Laras, Mas tau kamu dan Wianta sudah lama menjalin hubungan. Memutuskan ke jenjang yang lebih serius itu sebenarnya baik, tapi kamu siap nggak dengan hal-hal yang akan kamu hadapi ke depannya?"

"Tadi Mas tanyain kamu, apa kamu siap tinggal selamanya di desa atau enggak, kamu malah membahas kerjaanmu ke depannya mau bagaimana."

"Kamu berani bilang sama Mas mau menikah, tapi giliran Mas tanyain mengenai siap atau enggak tinggal di desa, kamu malah mikirin tentang pekerjaan. Harusnya, sebelum kamu benar-benar serius memutuskan untuk ke jenjang serius, kamu sudah memilih itu semua dan mencari solusi terbaiknya."

"Mas tunggu kabar tentang kalian, kalau memang sudah diputuskan mau bagaimana, baru Mas akan bilang langsung ke Mama sama Papa. Mas begini bukan tanpa alasan, hanya saja Mas nggak mau kalian semakin ribet memikirkan tentang kehidupan setelah menikah nantinya."

Laras mengembuskan napasnya, ia tidak menyangka akan seribet ini. Tadinya Laras mengira akan lancar, tapi malah membuatnya semakin bingung mau benar-benar menikah dengan Wianta atau tidak.

Ah, pantas saja banyak kasus mengenai batalnya pernikahan. Ternyata memang serumit ini.

Ting!

Laras menoleh pada ponselnya yang baru saja berbunyi. Dapat Laras lihat, yang mengirimnya pesan adalah Wianta.

Mas Pacar:)
Mas di luar
Ayo bicara sebentar

Laras
Besok aja bisa nggak, Mas?

Mas Pacar:)
Mas sudah di depan rumah Tante Winda
Kalau kamu nggak mau ya sudah
Mas balik lagi

Laras mencebik. Harusnya Wianta membujuk agar keluar, bukannya malah mengancam untuk kembali pulang. Karena tidak tega juga kalau kekasihnya itu benar-benar pulang, Laras pun bergegas keluar dari kamar.

***

"Jadi, apa sudah dapat persetujuan dari orang tua kamu untuk saya datangi dengan maksud melamar?" tanya Wianta menatap Laras dengan serius.

Sedangkan Laras sendiri, terlihat gelisah karena bingung mau bagaimana cara mengatakan pembahasannya dengan Gilang tadi lewat telepon.

Bahkan, untuk mengatakan keinginannya yang masih mau bekerja di butik saja Laras tidak berani, apalagi ketidakinginannya mengenai tinggal di desa setelah menikah.

Karena, Laras takut Wianta tidak suka dengan keinginannya dan berakhir untuk tidak bersama lagi.

"Kenapa? Ada sesuatu yang menanggu pikiranmu?" tanya Wianta lembut. Berusaha membujuk, agar Laras mau mengutarakan isi hatinya. Karena sedari tadi, Wianta sudah memperhatikan gerak-gerik gadis itu.

"Mas, tadi aku bicara sama Mas Gilang," ujar Laras menggenggam tangan Wianta. Mencoba untuk menenangkan kegelisahannya melalui genggaman itu.

"Mas Gilang bilang apa sama kamu?"

Laras kembali diam. Genggamannya semakin mengerat karena tidak tau harus mengatakan apalagi.

"Kenapa, Laras? Jangan buat penasaran, tadi saat Mas bicara sama Mas Gilang lewat telepon baik-baik saja kok, tapi di kamu kenapa beda?"

Cinta yang Melebur di DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang