BAB 27

234 40 1
                                    

Di lantai bawah, Jake sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk saat ia melangkah kembali menuju kamarnya. Namun, ia merasa ada sesuatu yang aneh ketika ia tidak mendengar suara air dari kamar mandi. Jake menduga Evan masih sibuk memilih baju, namun saat matanya tertuju pada kotak merah yang tergeletak di lantai dengan isinya yang berserakan, rasa cemas mulai merayap dalam dirinya.

Tanpa banyak berpikir, Jake segera berlari ke lantai satu, meraih kunci motornya yang tergeletak di atas meja, dan dengan cepat keluar dari rumah, bertekad untuk menyusul Evan.

Sementara itu, di rumah keluarga Dyson, suasana tegang memenuhi ruang tamu yang diterangi lampu redup. Jessi, Derick, serta kedua orang tua Derick-Richard dan Hana-duduk diam dengan ekspresi berat. Hana tampak tertunduk, tangannya gemetar dan wajahnya dipenuhi kecemasan.

Derick menghela napas panjang sebelum akhirnya bangkit dari duduknya. Ia berjalan perlahan mendekati ibunya, kemudian berjongkok di depannya dengan penuh rasa sayang. "Mom... ini sudah terlalu lama," ujarnya lembut namun tegas, sembari menggenggam tangan ibunya yang dingin. "Kita semua tahu ini salah. Dia punya kehidupannya sendiri, mom. Dia berhak atas kebenaran, atas identitasnya yang sebenarnya. Aku akan merasa bersalah seumur hidup jika kita terus membiarkannya hidup dalam kebohongan ini."

Air mata mulai mengalir dari mata Hana yang sudah lama menahan kesedihan. "A-aku... aku tidak ingin kehilangan putraku," ujarnya dengan suara bergetar. Isak tangisnya mulai terdengar, tubuhnya sedikit menggigil saat memikirkan apa yang akan terjadi.

Derick mengangguk, berusaha menenangkan ibunya dengan mengusap lembut punggung tangannya. "Aku juga tidak ingin kehilangan adikku, Mom," lanjut Derick dengan suara penuh keyakinan, "tapi kita harus mengakhiri kesalahan ini. Semakin lama kita menyembunyikan kebenaran, semakin sulit semuanya."

Hana mengangkat kepalanya perlahan, menoleh ke arah suaminya, Richard, yang duduk diam di sebelahnya. Tatapan pria tua itu terlihat tegas seperti biasa, namun ada kegelisahan yang jelas terlihat di balik matanya yang penuh pertimbangan. Setelah beberapa saat, Richard mengangguk pelan, seolah mengisyaratkan bahwa dia setuju dengan apa yang dikatakan oleh Derick.

Hana menatap suaminya dengan rasa tidak percaya, air matanya mengalir semakin deras. "B-bagaimana... bagaimana bisa aku mengatakannya?" suaranya pecah dalam tangis. "Bagaimana aku bisa memberitahu bahwa Evan... Evan bukanlah putra kandungku... A-aku..."

Ucapan Hana tiba-tiba terhenti ketika ia melihat Evan berdiri di ambang pintu, basah kuyup, dengan ekspresi yang memancarkan rasa sakit mendalam. Matanya merah dan wajahnya menyiratkan kepedihan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Kehadiran Evan membuat Hana terdiam dalam keterkejutan. Tiga pasang mata lainnya mengikuti arah pandangan Hana dan sama-sama terpaku saat melihat sosok Evan yang berdiri tak bergerak.

"Evan..." bisik Hana dengan suara bergetar, nyaris tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Derick segera bangkit berdiri, mengejar Evan yang sudah berlari meninggalkan rumah lebih dulu. "Evan! Tunggu, dengarkan kakak! Evan!" teriaknya sambil berlari mengejar adiknya yang semakin menjauh di bawah hujan yang kembali turun dengan deras.

***

Kilas balik.

Malam itu di Sungai Danube, suasana sepi dengan hanya suara riak air yang memecah keheningan. Sebuah kapal besar milik keluarga Dyson perlahan berlayar di atas perairan yang tenang, lampu-lampu di kapal memantulkan cahaya ke permukaan air yang gelap. Kapal itu adalah kapal pesiar mewah, tempat Derick Dyson dan keluarganya, bersama dengan beberapa pekerja dan kru, sedang menikmati pelayaran singkat selama perjalanan bisnis mereka di Eropa.

Dari kejauhan, salah satu pekerja di dek melihat sesuatu yang aneh di pinggir sungai. Awalnya, dia mengira itu hanyalah bayangan atau sebatang kayu besar yang hanyut. Namun, ketika ia memperhatikan lebih saksama, tubuh seseorang yang tergeletak tak bergerak tampak di antara belukar yang menjuntai tinggi di pinggiran sungai. Wajahnya pucat, dan posisinya setengah tenggelam dalam lumpur yang lembab.

"Boss! Ada seseorang di sana!" teriak pekerja tersebut dengan nada panik dalam bahasa Inggris, suaranya terpotong oleh angin malam yang dingin.

Derick Dyson, yang saat itu sedang berdiri di dek kapal bersama istrinya, Mauren, langsung berbalik mendengar suara pekerjanya. Matanya menyipit, mencoba melihat ke arah yang ditunjukkan. Tanpa ragu, ia segera memberi perintah. "Segera turunkan sekoci! Kita harus menepi sekarang!" suaranya tegas, memancarkan kepanikan yang terkendali. Dia tahu, waktu adalah kunci dalam situasi ini.

Beberapa kru dengan cepat menyiapkan sekoci, dan dalam beberapa menit, mereka berhasil mendekati lokasi di mana tubuh itu terbaring. Derick memimpin kelompok penyelamat, sementara Mauren, yang seorang dokter, bersiap dengan peralatan medis di kapal. Mereka dengan hati-hati mengangkat tubuh seorang pemuda yang sudah sangat lemah dan membawanya kembali ke kapal besar. Tubuh pemuda itu dingin, bibirnya membiru, dan napasnya hampir tak terdengar.

Setibanya di kapal, Mauren segera mulai melakukan pemeriksaan. "Dia hipotermia parah...," bisik Mauren sambil memeriksa denyut nadinya yang lemah. "Cepat bawa dia ke ruang pengobatan!"

Di dalam ruang pengobatan yang ada di kapal, suasana tegang terasa. Hana, ibu Derick, berdiri di samping suaminya Richard Dyson, matanya dipenuhi kekhawatiran saat melihat Mauren yang sedang berjuang menstabilkan kondisi pemuda tersebut.

"Apa dia akan selamat?" tanya Hana pelan, suaranya hampir tertelan oleh rasa takut yang menyelimutinya.

Mauren terus bekerja, meskipun dia tak dapat menyembunyikan ekspresi seriusnya. "Menantu akan melakukan yang terbaik. Sisanya kita serahkan pada Tuhan," jawab Richard dengan tenang, mencoba menenangkan istrinya. Mereka semua tahu bahwa keadaan pemuda itu kritis, dan tak ada yang bisa mereka lakukan selain berharap pada keajaiban.



TBC...

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang