02. Tidak Adil

62 10 5
                                    

"Fais, udah," sentak Elgo, menarik tangan Fais dari piano yang dimainkan oleh anak itu, sudah hampir tiga jam Fais memainkan piano tanpa henti di ruang musik sekolahnya.

Fais tidak mendengarkan, dia menarik tangannya lagi untuk bermain piano, menyebabkan Elgo begitu kesal dengan sikap Fais.

"Jari-jari lo bisa cedera, Fais!" Peringatkan Algi, yang sendari tadi hanya diam.

Elgo dan Algi adalah saudara kembar, mereka telah menjadi sahabat Fais sejak TK. Segala tentang peliknya hidup Fais mereka tahu, bagaimana Fais bertahan dengan banyak rasa sakit yang terlihat samar.

"Gue nggak tau lampiasin dengan cara apa lagi," balas Fais masih dengan bermain piano.

Benar-benar buruk, Fais yang suka piano itu selalu menggunakan cara ini untuk melampiaskan rasa sakitnya. Karena rasanya sangat menyiksa kalau benar-benar hanya dipendam.

Algi adik dari Elgo menghela napas berat, dia menarik kursi Fais hingga berputar mengarah kepadanya. Dia memeluk Fais sambil menepuk-nepuk bahunya yang terasa berat sekali pasti.

Elgo yang melihat tindakan adiknya ikut merasa terharu, dia menggosok punggung Fais dengan lembut. "Lo punya kita buat cerita, setiap masalah lo kita dengerin." Elgo meyakinkan Fais.

"Mereka pengen gue ngewarisin perusahaan, mereka mau gue ngalah buat kakak dan adik gue yang udah punya cita-cita. Mereka nggak peduli sama sekali dengan gue yang suka main piano, mereka ...." Fais menjeda ceritanya, sambil sedikit menenangkan diri.

Walaupun tidak menangis, Fais benar-benar rapuh seorang diri, hatinya gelisah butuh pelampiasan.

"Mereka juga pengen gue juara umum. Itu nggak mudah, gue nggak sepintar Asya. Gue harus berjuang siang malam buat belajar, tapi mereka juga seolah nggak ada apresiasi. Gue capek." Fais semakin erat memeluk Algi.

Mereka bertiga tahu kalau keluarga Fais agak aneh, tapi tidak ada satupun yang berani berkomentar aneh. Maka dari itu si kembar yang lebih tua dua bulan dari Fais itu hanya bisa memberikan semangat.

"Lo kuat, udah sejauh ini harusnya lo bisa makin mengandalkan diri sendiri. Lo harusnya bisa egois sedikit Fais. Setelah lulus SMA lo ikut kita aja ke Singapura, kita kuliah di sana dan lo terusin cita-cita lo buat main piano." Elgo memberikan saran, karena jujur sebagai anak pertama dari dua bersaudara, Elgo sangat tegas mengambil keputusannya.

Namun, jauh berbeda dengan Fais si penurut. Sebagai anak yang mengikuti arus yang keluarganya bentuk, tentu tidak setuju.

"Gue nggak bisa. Hidup gue nggak akan pernah bisa berdiri jauh dari perintah keluarga. Apapun yang mereka minta sudah seperti keharusan bagi gue." Fais mengeluarkan isi kepalanya.

Algi yang mendengar itu mendadak melepaskan pelukannya. Dia tidak bisa berbuat banyak, memberi nasehat juga pasti tidak akan mempan.

"Fais," panggil Algi, agar Fais menatapnya. "Tubuh lo milik lo, langkah lo adalah hak lo, mereka memang merawat dan melahirkan lo, tapi inget masa depan itu milik lo dan hak lo, mereka bukan apa-apa jika sudah menyangkut diri lo sendiri, badan yang akan lo bawa sampai kapanpun."



***
Fais ingin menangis rasanya saat menyadari sepeda motornya mati di tengah jalan. Motor Fais itu sudah termasuk buntut, dibeli bekas saat Fais baru memasuki kelas satu SMP.

Orang tuanya mengatakan untuk Fais belajar naik motor saja, agar keduanya tidak susah harus mengatar Fais, apalagi mereka masih harus mengatar Glen dan Asya. Padahal sekolah mereka bertiga satu arah, apalagi dari ketiganya, sekolah Fais dilewati.

Fais ingin protes mengingat Glen yang sudah SMA saja tidak diizinkan menyetuh kendaraan, itu juga berlaku untuk Asya saat ini. Namun, apa hak Fais untuk berbicara, mereka tidak peduli.

Mau tidak mau Fais berlajar naik sepeda motor, menggunakan kendaraan vario lama milik tukang kebun. Pada akhirnya orang tua Fais juga membelikan motor itu untuk Fais dengan alasan Fais kan sudah menguasai kendaraan itu.

Sekarang kendaraan itu masih bertahan, walaupun sering keluar masuk bengkel, terpaksa Fais menggunakan uang bulanannya untuk memperbaiki. Kalau ditawarkan Fais ingin sepeda motor baru sebagai hadiah, karena Fais hampir setiap bulan kekurangan uang jajan.

"Ah, uang bulan ini udah lo makan tiga kali padahal, mau ngambil jatah lagi?" Katakanlah Fais gila, dia memarahi motornya di tengah jalan.

Fais terpaksa mendorongnya sampai menemukan bengkel. Fais ingin sekali meminta bekas mobil kakaknya untuk dirinya saja, tapi pastinya itu dijual untuk menambah uang membeli yang baru.

Sial Fais seperti orang kekurangan, padahal keluarganya berlimpah harta. Adiknya saja tidak pernah punya barang murah, apalagi kakaknya yang dibuat oleh keluarganya seperti anak tidak suka barang digunakan terlalu lama.

Si TengahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang