11. Masalah

59 7 2
                                    

Setelah hampir terjadi baku hantam antara Asya dan Elgo, Fais berhasil memisahkan mereka. Dengan Fais harus merelakan badannya menjadi tameng untuk Asya. Alhasil punggung Fais sakit sampai sekarang karena terkena pukulan keras Elgo.

Tidak peduli kepada kondisinya, Fais membawa sang adik pergi ke UKS. Meninggalkan Elgo yang langsung ditenangkan oleh adiknya. Fais ingin bisa bersama Elgo juga, tapi wajah adiknya yang lebam akan menjadi masalah baru bagi Fais.

Walaupun hanya sedikit luka lecet di pipi, Fais mengobati adiknya dengan telaten. Ia tidak mau Asya sampai kesakitan.

"Teman Kakak kasar banget, sih. Padahal Asya cuma salah nyeteluk aja," adu Asya dengan manja.

Fais hanya tersenyum simpul, dia membereskan kapas yang tadi berisi alkohol untuk membersihkan luka adiknya.

"Kakak jangan berteman sama mereka lagi, nggak baik," cetus Asya.

"Kalo nggak sama mereka, Kakak berteman sama siapa lagi, Dek. Cuma mereka yang Kakak punya," jawab Fais menahan sendu.

Temannya hanya mereka berdua, yang membantu Fais bertahan hingga sekarang. Hidupnya tanpa Elgo dan Algi, mungkin telah membuatnya kurang waras. Hanya ada dua orang itu tempatnya curhat.

Sebagai seorang saudara Asya juga bisa menangkap kesedihan Fais, jadi dia segera bertanya tentang kesedihan kakaknya. "Kakak kenapa?"

"Engak apa-apa." Fais berusaha menjawab dengan tenang. "Hanya saja teman Kakak benar-benar hanya mereka. Kak Elgo seperti itu juga karena sedang emosi, dia ingin melindungi Kakak," jelaskan Fais yang memang benar itu adanya.

Melihat Asya yang hening sebentar untuk berpikir, Fais hanya menunggu. Ia tahu adiknya itu pintar, dan sudah pasti mengerti.

Tapi disaat keduanya diam, Algi tiba-tiba membuka UKS dengan tergesa-gesa.

"Kepala sekolah nyari lo, katanya ada hal penting yang harus dibicarakan." Algi berkata dengan napas ngos-ngosan. Tapi setelah sang sahabat malah melihat adiknya, Algi langsung paham.

"Adik lo, gue yang urus. Tenang aja Elgo nggak akan berani nyentuh," sambung Algi.

Karena sudah ada yang jaga, dan Fais percaya penuh kepada Algi yang lebih tenang karakternya, Fais berjalan pergi.

"Gue percayain adik gue sama lo, ya." Fais menepuk bahu Algi beberapa kali sebelum benar-benar keluar dari ruang UKS.

Sepeninggalan sahabatnya Algi hanya memandang sebentar Asya, lalu menghela napas kasar.

Asya yang juga canggung tidak bicara, dia menatap Algi sebentar lalu membuang pandangannya jauh-jauh.

"Fais itu kuat, dia terlalu kuat sampai masalahnya hanya berkecamuk dalam dirinya sendiri dan sebagai saudaranya, lo sama kakak lo aja nggak tahu apa-apa."




***
"Ada apa, ya, Bapak manggil saya?" Fais bertanya setelah duduk di hadapan kepala sekolah.

"Kamu tahu tentang gosip itu, kan? Itu sangat besar pengaruhnya, karena bisa saja menyebabkan beberapa kampus tidak berminat lagi memberikan kamu beasiswa," jelaskan kepala sekolah.

Fais mengangguk paham, masalah ini cukup serius walaupun hanya sekedar gosip murahan yang tidak jelas asal-usulnya. Tapi Fais juga punya cara untuk menjamin masalah ini tetap selesai.

Dengan helaan napas panjang, Fais mengeluarkan KTP dari saku celananya, untuk diserahkan kepada kepala sekolah.

"Saya anak dari keluarga Atama, ayah saya pembisnis. Saya juga saudara kandung dari Asya, kami memang terlihat memiliki kehidupan yang berbeda tapi kami sama-sama lahir dari keluarga yang sama. Satu lagi, saya dan pak Anggara adalah rekan bisnis, di masa depan saya akan mengambil alih bisnis ayah saya, jadi wajar kalau saya kenal dengan pak Anggara. Selain itu Bapak tahu betul siapa saya sebenarnya tanpa saya mengeluarkan bukti ini."

Fais menatap wajah kepala sekolah yang memperlihatkan kerumitan juga. Asal-usul Fais semua guru juga tahu, tapi tidak dengan para siswa.

"Kamu terlihat sangat berbeda dengan Asya, itu akan menyebabkan orang-orang sulit percaya. Asya selalu melibatkan orang tuanya, tapi kamu sama sekali tidak pernah membawa orang tua saat sekolah mengundang mereka ataupun menemani kamu lomba."

Dengan helaan napas kasar Fais menjawab. "Saya akan segera menyelesaikannya. Nanti saya akan mencari solusinya sendiri." Fais berkata dengan penuh beban di wajahnya.

Mau bagaimanapun dirinya telah kelas tiga, dia punya keinginan untuk tinggal sendiri agar bisa tercapai Fais harus mendapat beasiswa dulu.

Sekarang jika masalahnya serumit ini, bagaimana Fais bisa membuktikan perkataan siswa itu tidak benar. Bisakah Fais meminta bantuan sang papa setelah melakukan kesalahan yang telah dilarangnya dengan sengaja.

Fais keluar dari ruangan kepala sekolah dengan wajah kusut. Di Ambang pintu telah ada di si kembar yang menunggunya, dan sikap sigap Algi membawa Fais kedalam pelukannya. Fais terlalu banyak beban, dan keduanya tahu.


Si TengahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang