10. Fitnah

43 7 2
                                    

Setelah seminggu melaksanakan kegiatan penerimaan siswa baru, sekolah mulai senin ini akan mulai normal kembali.

Adik Fais kebetulan sekolah di tempat yang sama dengannya, tidak ada yang tahu bahwa mereka berdua ada hubungan. Hanya dua sahabatnya yang mengetahui, tapi Fais selalu mewanti-wanti agar mereka tidak memberi tahu orang lain.

Kalau dipikir siapapun tidak akan ada yang percaya kalau keduanya adalah saudara. Mengingat hidup Fais seperti orang susah sementara Asya adalah tuan muda, yang selalu diantar oleh sang papa menggunakan mobil mahal.

Fais memang telah mengganti motornya, yang bukannya terihat kaya, malah ada banyak desas-desus tidak jelas tersebar. Fais sendiri mencoba tidak ambil pusing, karena hidupnya saja sudah berat.

Setelah memarkirkan motornya Fais berjalan menuju kelas, tatapan-tatapan aneh mulai Fais tangkap, terutama siswi-siswi yang biasanya menjadi biang gosip. Sejak awal sekolah kemarin Fais memang sudah banyak digosipkan, tapi tatapan seperti ini jarang Fais dapat.

Merasa sedikit curiga Fais berjalan mendekati mading sekolah yang sedang dikerumuni banyak siswa. Langkahnya memang nampak cepat, tapi entah kenapa perasaan Fais mulai merasa tidak enak.

Di sana, tepatnya di depan mading, Fais melihat dua orang sedang rusuh mencabut artikel, sementara anak-anak lain menyoraki tindakan Elgo dan Algi.

"Eh, kalian malah mau nyembunyiin fakta, ya. Enggak jijik kalian?" tanya seorang siswi sambil bersidekap dada.

"Tahu sahabat kalian simpenan om-om, apa kalian masih mau melindungi sampai kaya gitu. Mending tinggalin," sahut siswa cowok yang malah ikut bergosip.

Fais sudah ingin menghentikan perkataan ambingu yang entah mengarah kepada siapa, tapi saat melihat selembar foto jatuh ke kakinya, Fais memungut itu lebih dulu.

Matanya langsung membulat sempurna, memandang itu adalah fotonya dengan Anggara, sewaktu Anggara menjemput Fais untuk mengobrol bersama.

Seketika Fais juga sadat siapa yang dibiacarakan, satu sekolah sedang meperdebatkan dirinya dan si kembar berusaha melindungi.

"Eh, kalo si Fais belok, jangan-jangan kalian menikmati tubuh Fais juga, ya."

Kesal dengan tuduhan yang semakin tidak benar, Elgo memukul siswa yang berbicara. Tangannya sudah mencengkram kerah baju pria yang kena puk, untuk melalukan serangan kedua.

Fais yang panik temannya terkena masalah langsung memisahkan. Orang-orang berkerumun juga kaget mengetahui kalau Fais ternyata ada di sana.

Namun, tetap saja yang Fais pedulikan adalah keselamatan temannya. Dengan kesal Fais menarik Elgo dan Algi menjauh dari sana, tidak mau tahu tentang artikel apa yang tersebar di mading sekolah.


***
"Jangan emosi," peringatkan Fais kepada Elgo, mereka memutuskan ke ruang musik untuk menenangkan diri.

"Tapi mereka keterlaluan," jawab Elgo sambil menggaruk kepalanya tidak gatal.

Algi yang setuju langsung mengangguk cepat.

"Lagian siapa sih yang bikin cerita karangan kalo lo simpenan om-om, mana cuma karena motor baru lo yang mahal lagi," dumel Algi yang juga merasa sangat tidak terima.

Ketiganya sempat hening, kepala Fais sakit sekali kalau sudah memikirkan hal seperti ini. Pendidikan orang-orang semakin tinggi tapi pemikirannya malah sangat dangkal.

Fais tidak tahu harus berkata apa, tapi dia akhirnya menceritakan satu hal. "Itu motor emang dari Om Anggara," ucap Fais.

"Jadi lo beneran jadi simpenan dia?!" sambar Elgo, yang kadung emosi dengan keadaan.

Seketika Algi langsung membekap mulut sang kembaran. Padahal Algi tidak akan pernah seberani ini kepada kakaknya.

"Lo mikirnya terlalu gila tauk." Algi memandang dengan malas.

"Kalian ingat kan gue dikasih hadiah piano sama papa gue waktu itu?" Fais melihat sebentar reaksi kedua sahabatnya yang mengangguk kompak. "Papa suruh jual."

"Orang tua lo emang gila." Sekarang giliran Tama yang Algi hina, tapi sepertinya karena sudah benar, tidak ada yang komentar.

"Gue nitipin piano itu sama om Anggara. Karena gue nggak rela hadiah papa gue jual, itu sangat berharga bagi gue. Tapi karena om Anggara nggak mau papa nanya soal uang hasil jual pianonya,  om Anggara kasih motor sekalian sebagai hadiah." Anggara akhirnya menjelaskan secara jujur.

Sudah satu minggu sekolah kembali berjalan seperti biasanya, tapi Fais belum ada niatan menceritakan hal ini. Fais hanya mengatakan kalau motor itu adalah hadiah dari seseorang. Tanpa tahu masalahnya diseret sampai sini.

Si kembar juga binggung komentar apa, karena memaki Tama tidak akan menghasilkan apa-apa. Orang tua yang suka pencintraan seolah Fais adalah anak kesayangan terlalu sulit disadarkan.

Sementara untuk Anggara, walaupun awalnya pemikiran negatif sempat terpikirkan, apalagi sekarang sudah zamannya dunia agak aneh, tapi Elgo dan Algi yakin Anggara adalah orang yang seratus persen baik. Apalagi setelah mendengar Anggara telah menolong Fais.

Ketiganya duduk tenang, memikirkan cara agar masalah ini bisa diselesaikan dengan cepat.

"Kak Fais, kenapa ada berita buruk di sekolah dan itu sangat memalukan untuk keluarga kita!" Asya tib-tiba muncul, memperlihatkan wajah kesal dengan nada tingginya mengatakan soal keluarga.

Sontak Elgo yang mendengar orang kembali membuat sahabatnya tertimpa banyak pikiran langsung memukul Asya. Tidak peduli itu adalah adik Fais, ia kadung emosi dengan orang-orang yang bukannya membantu tapi malah menambah masalah.






Si TengahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang