17. Berubah

55 8 2
                                    

"Ayo naik," suruh Tama, kepada Fais.

Mereka baru saja tiba di rumah, setelah Fais dinyatakan boleh pulang ke rumah, dengan syarat harus rajin kontrol.

Sementara di empu yang disuruh naik ke atas gendongan sang papa hanya termenung. Memandang satu-persatu anggota keluarganya yang menunggu Fais naik ke atas gendongan papanya.

"Fais, bisa jalan, Pa," jawab Fais merasa canggung harus naik ke atas gendongan Tama.

"Kamar kamu ada di lantai dua sekarang. Ayo naik, atau mau digendong sama Kak Glen aja?" Glen yang tidak suka adiknya sok kuat lagi seperti dulu langsung menyela.

Jujur Fais makin binggung, menatap ibu dan adiknya dengan tatapan kebingungan. Siapa yang harus Fais pilih.

Namun, tampaknya Tama yang ingin mengambil perhatian penuh Fais kembali bersuara.

"Kamu mau gendong kuala aja, ini sudah semakin dingin udara sorenya." Tama berbalik, tapi disaat itu juga sadar cukup memalukan jika harus gendong koala.

Jadi sebelum papanya meraih Fais, ia lebih dulu memutuskan. "Gendong belakang." Fais menjawab cepat.

Tama tersenyum senang, ia mulai berjongkok agar memudahkan Fais untuk naik. Luka perut Fais masih belum benar-benar kering.

"Fais berat, Pa," ucap Fais yang sebenarnya malu harus digendong Tama. Tapi dengan cepat Glen mendorong adiknya pelan agar cepat naik ke dalam gendongan Tama.

Kondisu tubuh Fais masih amat lemah setelah terkena racun, takutnya udara malam yang sudah mulai berhembus akan membuat anak itu sakit lagi.


***
Fais tahu kalau kamarnya telah dipindahkan ke lantai dua, di dekat dengan kamar orang tuanya. Tapi yang Fais tidak sangka adalah piano Fais telah kembali, di taruh dekat dengan lemari kaca.

Piala Fais yang tadinya bergeletak tidak jelas di atas meja karena minimnya ruang, kinu tersusun rapi dan cantik. Bahkan, piala yang sempat papanya buang berjejer paling depan.

Fais tanpa sadar tersenyum haru, sampai Tama membaringkan Fais di kasurnya, sementara Asya langsung menyelelimuti Fais batas dada, karena Fais sedang setengah berbaring.

"Papa tahu poster-poster musik yang isinya idola Fais semua dari mana?" heran Fais.

Dindingnya yang berwana putih susu itu tertempel banyak pigura foto keluarga serta foto-fotkonya dari kecil hingga dewasa. Banyam juga poster yang berhubungan dengan musik. Gambar para idola Fais yang paling banyak.

"Asya yang desain kamar Kakak, makannya bagus gini," bangga Asya, sang adik yang paling antusias saat mendengar kamar baru kakak keduanya harus di desain.

Glen ikut membenarkan, dengan mengangguk antusias. "Terus ini semua posternya Kakak yang cetak, ada juga yang asli, isi tanda tangan artisnya," sambungkan Glen.

Fais yang mendengar itu tidak bisa berkata-kata. Dia amat senang, dirinya mendapatkan apa yang dia mau setelah perjuangan yang amat keras dan juga panjang.


***
Satu minggu kepulangan Fais, baru Elgo dan Algi bisa berkunjung. Mereka datang ke kamar Fais sambil membawa keluh kesahnya.

Terlihat Elgo yang paling frustasi. Wajahnya lelah dengan kantung mata besar.

"Kita benar-benar bego tanpa lo tahu. Gara-gara itu juga orang tua kita kasih tambahan pelajaran," Elgo mendudukan dirinya di bibir kasur Fais.

"Kalo gitu kita mulai belajar bareng aja," ide Fais. Namun, langsung ditentang oleh kedua sahabatnya.

Karena setiap kali mereka menemui Fais, baik papa maupun Glen selalu melarang keduanga menunjukkan mata pelajaran apapun. Fais harus istirahat total dari kegiatan belajar.

Tahu maksud dari respon keduanya, Fais hanya menghela napas kasar. Ia bosan, dan terkekang. Untuk keluar kamar saja harus izin mulai sekarang.

"Gue kangen sekolah, padanya janjinya istirahat cuma seminggu. Mereka jika terus nawarin homechool aja," keluh Fais.

"Iya wajar sih mereka nggak percaya dunia luar lagi buat lo. Orang di rumah aja kena serang," maklum Elgi.

Algi juga ikut mengangguk setuju. "Lagian, lo udah bahagia, kan, sekarang?" Algi bertanya dengan terharu.

Fais menganguk tanpa ragu, jujur hati yang dulu merasa sedih dibedakan sekarang tidak lagi. Ia mendapatkan kasing sayang penuh dari keluarganya tanpa dibedakan.

Namun, musiba dan masalah masih akan tetap ada kedepannya. Karena itu Fais hanya mampu berpikir keras untuk menghadapi rintangan yang sulit di masa depan dan harus menikmati hidupnya sekarang.

Si TengahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang