" He's close to my mother
Talks business with my father
He's charming and endearing
And I'm comfortable "- - -
Ruang tengah di rumah kedua orang tua Jesslyn terasa sangat hangat dan ceria.
Jeffrey tidak henti-hentinya mengobrol dengan Ayah dan Ibu Jesslyn. Dari membicarakan masalah pekerjaan, politik, Jesslyn, sampai entah apa lagi yang dibahas, obrolan mereka selalu jarang kehabisan topik.
Jesslyn yang melihat itu dari arah dapur merasa hatinya hangat. Ia bahagia bahwa orangtuanya dapat menerima Jeffrey dengan sangat baik dan ramah.
"Happy, huh?" Ucap Adik laki-laki Jesslyn sambil berdiri di samping kakaknya yang saat ini sedang membuat tiga gelas teh.
Jesslyn hanya tersenyum menanggapi perkataan Jivan.
"Are you happy with him, Kak?"
Jesslyn mengangguk, "I am."
"Really?" Pertanyaan dari Jivan membuat Jesslyn menoleh padanya.
Alis Jesslyn bertaut. "Do i look like not happy with him?"
Jivan menghela nafas, lalu membalik tubuhnya menjadi bersandar pada meja dapur. "I don't know." Bahu Jivan terangkat, "You seem...different."
"Beda gimana?" Jesslyn duduk di kursi yang tak jauh dari Jivan, penasaran dengan maksud Jivan.
"Lo nggak keliatan kayak 'lo' yang dulu."
"Nggak ngerti." Jesslyn menggeleng, meminta Jivan lebih menjelaskan maksudnya lagi.
Jivan duduk di samping kakaknya, kali ini sambil melihat kearah Jeffrey dan juga kedua orang tuanya yang masih ngobrol di ruang tengah.
"Lo yang dulu adalah lo yang bebas. Lo yang sekarang. " Jivan menjeda omongannya untuk mencari kata yang tepat. "Kayak pasrah sama hidup. Terlalu tenang."
"Aneh." Ucap Jesslyn, tetapi mulai sedikit mengerti apa yang di maksud adiknya.
Jivan terkekeh. "Gue nggak bilang kalau lo yang sekarang itu nggak 'baik'. Tapi aneh aja liat lo yang setenang ini. Kadang gue kangen sama Jesslyn yang suka teriak dan ajak gue berantem masalah kecil.
Jesslyn yang bukan morning person. Jesslyn yang lebih suka main sepak bola sama gue dan temen-temen gue di kampus. Jesslyn yang kalau ketawa bisa kedengeran sampe rumah sebelah." Ucapan Jivan membuat Jesslyn mendelik kesal sambil memukul pelan adiknya itu, tetapi senyum terukir di bibirnya.
"See, bahkan pukulan lo sekarang nggak bikin gue kesakitan kayak dulu." Tambah Jivan, membuat ia dan Jesslyn tertawa. "Tapi gue jadi lebih tenang." Jivan meraih pipi Jesslyn untuk dia usap.
"Seenggaknya, Jesslyn yang sekarang adalah Jesslyn yang nggak pernah lagi nangis sendirian tengah malem. Jesslyn yang sekarang, adalah Jesslyn yang lebih bahagia akan dirinya. Iya kan, Kak?"
Jivan menatap lurus ke mata kakaknya, menunggu jawaban dan juga mencari jawaban itu dari mata Jesslyn.
Jesslyn menatap Jivan dengan sendu. Ia masih bisa mengingat bagaimana Jivan juga merasakan sakit saat melihatnya berantakan dulu.
Selain Jeffrey, saat itu juga Jivan lah yang selalu ada untuknya, yang selalu siap membuat Jesslyn kembali berdiri saat perempuan itu jatuh lagi dan lagi.
Jesslyn mengangguk, meraih tangan Jivan dan menggenggamnya. "Gue bahagia." Namun entah kenapa saat selesai mengucapkannya, hatinya kembali resah mengingat pertemuannya dengan Jonathan tempo hari lalu. Untungnya Jivan tidak menyadari keresahan itu.
- - -
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way I Loved You
Romance" He's close to my mother Talks business with my father He's charming and endearing And I'm comfortable But I miss screaming and fighting and kissing in the rain And It's 2 a.m. and I'm cursing your name You're so in love that you act insane And tha...