15

62 17 0
                                    

" He can't see the smile I'm faking
And my heart's not breaking
'Cause I'm not feeling anything at all

And you were wild and crazy
Just so frustrating, intoxicating, complicated
Got away by some mistake and now "

- - -

"Kamu cinta sama aku kan, Jess?"

Kalimat dari Jeffrey beberapa hari lalu masih saja berada di benak Jesslyn.

Kenapa Jeffrey menanyakan hal itu? Kenapa tiba-tiba Jeffrey menanyakan hal yang seharusnya tidak perlu ia tanyakan? Apa selama ini ternyata Jeffrey juga ragu terhadap perasaan Jesslyn padanya?

Pertanyaan tersebut terus berputar-putar di otak Jesslyn. Karena sungguh, Jesslyn tidak ingin Jeffrey meragukan perasaan nya pada laki-laki itu. Siapa saja boleh meragukan perasaan Jesslyn, tapi tidak dengan Jeffrey.

Setelah hari itu, Jeffrey tetap bertingkah seperti biasa. Tetap perhatian, tetap datang ke apartment nya, tetap rutin menghubunginya, tapi rasanya hati Jesslyn tetap merasakan sesak. Jesslyn jadi ikut-ikutan meragukan perasaannya sendiri kepada Jeffrey.

Bel di pintu apartment Jesslyn membuat perempuan itu berjalan dari arah balkon untuk segera membukakan pintu. Itu pasti satpam apartment yang ia mintai tolong untuk mengantar paketnya di resepsionis tadi.

"Terimaka-" Jesslyn tidak menyelesaikan kalimatnya karena terlalu kaget dengan apa yang ia lihat saat ini. "J-Jo?" Karena terlalu kaget, perempuan itu sontak berjalan mundur karena Jonathan sudah berjalan masuk ke dalam apartment dan menutup pintu di belakangnya.

"Ng-ngapain kamu disini? Ke-keluar!" Sungguh Jesslyn ingin berteriak, tetapi ia terlanjur takut karena saat ini tatapan Jonathan sangat tajam kearahnya.

Jesslyn berbalik untuk berlari menuju kamarnya dan segera menelpon Jeffrey, namun seperti yang sudah-sudah, gerakannya kalah cepat dengan Jonathan yang sudah mencekal tangannya dan merengkuh tubuh Jesslyn.

"Le-lepasin, Jo!! Toloo- mphh!" Jonathan dengan cekatan menutup mulut Jesslyn sebelum perempuan itu berhasil berteriak.

"Diam! Dengerin aku dulu!" Jesslyn tidak mengindahkan ucapan Jonathan. Ia terus bergerak dalam pelukan Jonathan untuk melepaskan diri. "Jes, Diam! Atau aku bakal pukul kamu lagi!"

Ucapan itu membuat tubuh Jesslyn kaku, tidak, tidak lagi!

Setelah dirasa Jesslyn tenang dan tidak akan berteriak, Jonathan perlahan melepas pelukannya dan juga bekapan tangannya di mulut Jesslyn. Melihat area bibir Jesslyn yang memerah membuat Jonathan menyesal, bukan ini yang ia mau saat bertemu Jesslyn.

"Maaf." Ucap Jonathan sambil mengusap bibir Jesslyn.

Mata Jesslyn sudah berair dan tubuhnya pun bergetar. Ingatan masa lalunya terputar kembali di otak Jesslyn.

"Maafin aku, Jess." Jonathan memegang bahu Jesslyn sambil menatap mata perempuan itu. Berusaha menenangkan Jesslyn.

Butuh beberapa menit dan banyak helaan nafas yang dikeluarkan Jesslyn untuk membuat dirinya tenang. Dalam hati, ia merapalkan doa agar Jonathan tidak menyakitinya lagi.

"Maaf." Ucap Jonathan lagi, kali ini sambil menghapus sisa air mata Jesslyn.

"Ma-mau ap-apa?" Jesslyn berusaha melepas tangan Jonathan dari bahunya, berjalan dua langkah mundur dari laki-laki itu.

Jonathan merasa teriris melihat itu, ia tidak ingin Jesslyn jauh seperti ini, meskipun ia tahu yang membuat Jesslyn jauh adalah dirinya sendiri.

"Aku butuh kamu jawab pertanyaan aku, Jess."

Alis Jesslyn mengernyit, apa masih ada lagi yang harus di bahas dari masa lalu mereka? Tapi Sedetik kemudian tubuhnya menegang, apakah ini soal-

"Kamu pernah hamil anak aku, Jess?"

Seperti badai disiang bolong, pertanyaan Jonathan membuat mata Jesslyn memejam dengan kedua tangannya yang terkepal.

Jesslyn pernah memikirkan bahwa suatu hari, hari ini akan tiba. Hari dimana Jonathan tahu tentang kehamilannya dulu. Tapi saat ternyata hari itu tiba, rasanya Jesslyn belum siap untuk mengutarakan semuanya kepada Jonathan. Terlebih tidak ada Jeffrey sekarang.

"Jawab, Jess." Jonathan saat ini sedang sangat menahan emosinya. Ia tidak ingin meledak disini, ia tidak ingin melukai Jesslyn lagi.

Perlahan, Jesslyn mengangguk. Ia tidak berani menatap mata Jonathan.

Hati Jonathan serasa diremas-remas. "Kenapa kamu nggak bilang?" Sekuat apapun ia menahan emosi itu, pertanyaan nya barusan sarat akan emosi.

Ingin sekali Jesslyn berteriak dihadapan Jonathan. Memukul laki-laki itu. "Buat apa?" Kali ini Jesslyn menatap Jonathan, menantangnya. "Kamu udah milih kebahagian mu sendiri waktu itu."

Tangan Jonathan terkepal, "Kamu tahu, Jess, bahagia ku itu kamu! Andai kamu bilang waktu itu, andai kamu-"

"Kalau aku bilang waktu itu terus apa, Jo? Apa yang bakal terjadi sama kandungan Jenna?" Jesslyn memotong ucapan Jonathan, hal yang tidak pernah ia lakukan dulu. "Kamu yakin kamu bisa tinggalin Jenna waktu itu?"

Mata Jonathan sudah berubah merah, emosi sudah menguasainya meskipun ia masih berusaha menahan semua itu agar tidak meledak.

"Kamu tahu alasan aku nggak bilang soal kehamilan aku, Jo?" Jesslyn berjalan mendekati Jonathan, berdiri tepat di depan laki-laki itu. Menjelajahi kedua mata Jonathan. "Karena di mata kamu ada Jenna, Jo. Karena aku bisa lihat di mata kamu ada cinta buat Jenna."

Nafas Jonathan yang memburu kian berkurang karena kalimat Jesslyn barusan.

"Berapa kalipun kamu bilang, kamu masih sayang sama aku, bahagiamu adalah aku, mata kamu nggak bisa bohong, Jo. Jangan terus-terusan menolak suara hati kamu yang bilang kalau kamu sayang dan cinta sama Jenna." Jesslyn meletakkan satu tangannya di dada Jonathan. "Bahkan sekarang aku masih lihat Jenna di mata kamu, Jo. Stop bohongin diri kamu sendiri."

Jesslyn menyandarkan kepalanya di dada Jonathan, berusaha menenangkan Jonathan karena Jesslyn tahu kalau ia akan meledak sewaktu-waktu.

Jonathan bergeming ditempatnya. Benarkah apa yang Jesslyn katakan? Apa selama ini perasaannya pada Jenna benar-benar ada? Lalu kenapa Jonathan masih saja merindukan dan menginginkan Jesslyn?

"Perasaan yang kamu rasa saat ini cuma perasaan bersalah, Jo." Ucap Jesslyn seakan tahu apa yang sedang Jonathan pikirkan.

Jesslyn berdiri tegap sambil memandang mata Jonathan.

Jonathan memejamkan matanya, menolak menatap mata Jesslyn. Karena seperti Jesslyn yang bisa melihat kematanya kalau ada Jenna disana, Jonathan juga bisa melihat kemata Jesslyn kalau sudah tidak ada lagi dirinya di mata Jesslyn.

"Jo, aku udah maafin kamu." Saat mengucapkannya, hati Jesslyn terasa sangat ringan. Ini pertama kalimya ia mengucapkan kata itu, terlebih di hadapan Jonathan langsung. Rasa takutnya terhadap Jonathan mendadak hilang, terganti dengan perasaan nyaman seperti yang ia rasakan dulu saat pertama kali bertemu dengan Jonathan. "Maafin aku juga ya, Jo."

Jonathan membalik tubuhnya, menghindari Jesslyn. Dirinya saat ini sudah tidak terbalut dengan emosi. Emosi itu sudah dilenyapkan oleh ucapan Jesslyn yang lembut dan tulus.

Bukan Jesslyn yang seharusnya meminta maaf pada dirinya. Harusnya Jonathan lah yang mengucap kata maaf. Tapi hatinya tidak bisa menerima situasi ini. Jonathan masih yakin bahwa dirinya mencintai Jesslyn sampai sekarang.

"Jo," Jesslyn meraih tangan Jonathan agar laki-laki itu menghadap kearahnya. Jesslyn harus mengeluarkan segenap tenaga untuk itu karena tubuh Jonathan masih menolak berbalik kearahnya.

Jesslyn meraih pipi Jonathan, membuat laki-laki itu membuka matanya untuk menatap kearah Jesslyn.

"Let's start over."

- - -

The Way I Loved YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang