18

75 14 0
                                    

Rintik hujan mulai turun membasahi makam yang baru saja di tutup itu. Hujan yang kian deras hanya menyisakan ia seorang diri disana. Berdiri dengan matanya yang merah, yang di tutup oleh kacamata hitam.

Ia tidak membawa payung, membiarkan tubuhnya dijatuhi oleh derasnya air hujan. Meski ia merasakan sakit pada kulitnya, itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang ia rasakan di hatinya.

Ia seperti patung dengan tatapan kosong, menatap ke ketiga makam yang masih di penuhi bunga segar itu.

Brak!
Piuu- piuu- piuu-

Suara jatuh yang diikuti dengan alarm mobil yang berbunyi, seakan tidak sampai di telinganya, saat ia melihat dengan jelas, dua orang yang sangat ia kenal, terbaring bersimbah darah diatas atap mobil yang sudah ringsek itu.

Tubuhnya bergemetar hebat, kakinya terpaku di tempat. Di dalam pikirannya, ia sedang berteriak dan meraung dengan kencang, namun kenyataan yang terjadi, ia hanya bisa membuka mulut tanpa ada suara yang keluar, air matanya pun sudah tumpah dengan hebat.

Ia berusaha sekuat tenaga untuk berdiri dan berjalan kearah kekasihnya yang baru saja di ambil dari atap mobil itu. Berharap dalam hati, kalau ini semua hanyalah mimpi buruk.

Tangisnya semakin pecah, ditampar oleh kenyataan kalau itu memang benar kekasihnya. Laki-laki yang terjatuh diatap mobil itu adalah Jonathan.

Tubuhnya jatuh diatas tubuh Jonathan yang masih hangat, tidak memperdulikan peringatan dari petugas rumah sakit yang berusaha melepas pelukannya. Dan setelah itu semua gelap, ia kehilangan kesadarannya.

"Kamu bohong, Jo." Ucap Jenna lirih.

Air mata yang ia kira sudah terkuras habis, nyatanya keluar lagi membasahi pipinya.

"Jo." Panggil Jenna lirih, menghampiri Jonathan yang masih duduk di ruang tengah, sejak pertengkaran mereka tadi.

Jenna melangkah kearah Jonathan, duduk dipangkuannya seperti yang sering ia lakukan. Memeluk tubuh lelakinya untuk bersembunyi di perpotongan leher kekasihnya itu.

"Maaf." Selalu, Jenna yang meminta maaf terlebih dahulu.

Jonathan menghembuskan nafasnya, membalas pelukan dari Jenna.

Jenna tahu dan sudah hafal kalau kata 'maaf' tidak akan keluar dari mulut Jonathan. Tapi ia tahu, kalau pelukan Jonathan barusan adalah permintaan maaf darinya.

"Maaf."

Tubuh Jenna menegang mendengar kalimat itu keluar dari mulut Jonathan. Untuk yang pertama kalinya selama mereka menjalin hubungan.

Jenna sampai melepas pelukannya dan menatap wajah sang kekasih.

"Maaf." Lagi, kalimat itu Jonathan lontarkan, diikuti dengan bibirnya yang mengecup mata Jenna.

"Maaf." Lalu diciumnya pipi kekasihnya itu.

"Maaf." Ciumannya turun ke bibir.

"Maaf." Lalu naik ke kening Jenna, bertahan lama disana sebelum menatap kearah Jenna yang masih kaget akan apa yang ia lakukan barusan. "Maafin aku."

Jenna tak kuasa menahan tangisnya, ia kembali memeluk tubuh Jonathan dengan erat dan menangis tersedu disana.

Entah kenapa hatinya sakit mendengar kalimat itu keluar dari mulut Jonathan. Seperti ada maksud lain dibalik kata 'maaf' itu.

"Pulang ke aku, Jo." Ucap Jenna di sela tangisnya. "Apapun yang terjadi, aku rumah kamu. Aku tempat kamu untuk pulang."

Jonathan mengusap rambut dan punggung Jenna, "Iya."

Jenna melepas pelukannya, memberikan jari kelingkingnya kepada Jonathan. "Janji?"

Laki-laki itu tersenyum tipis, lalu menautkan jari kelingkingnya disana. "Janji."

- - -

The Way I Loved YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang