03

108 20 0
                                    

" He opens up my door and I get into his car
And he says, "You look beautiful tonight"
And I feel perfectly fine "

- - -

Jesslyn turun dari mobilnya setelah Jeffrey membukakan pintu untuknya. Sesuatu yang berlebihan memang, harus menunggu seseorang membukakan pintu mobilnya padahal ia bisa membukanya sendiri, tetapi itu adalah permintaan Jeffrey sendiri.

Jeffrey juga mengulurkan tangannya untuk Jesslyn yang diterima oleh perempuan itu. Senyum tak juga luruh dari bibir Jeffrey.

"Kenapa sih, Jeff?" Tanya Jesslyn karena tak henti-hentinya melihat Jeffrey tersenyum.

"Kamu cantik." Ucapan Jeffrey membuat pipi Jesslyn sedikit merona. Padahal ini bukan pertama kalinya Jeffrey memuji begitu, tapi tetap saja setiap kali di puji seperti itu Jesslyn tetap merasa berbunga.

"Kamu mandi dulu aja, biar aku siapin makanannya." Ucap Jesslyn saat mereka telah masuk di apartment miliknya.

Jeffrey mengangguk dan segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Dan Jesslyn segera menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Hanya masakan sederhana karena Jesslyn lupa jika ia belum belanja bulanan. Nasi goreng dengan telur mata sapi dan nuggets.

Saat Jeffrey keluar dari kamar mandi, laki-laki itu berjalan menuju Jesslyn yang sedang mencuci peralatan bekas memasaknya dan memeluk perempuan itu dari belakang.

"Maaf ya, Jeff, cuma masak nasi goreng, lupa kalau belum belanja bulanan."

Jeffrey mengangguk, menaruh dagunya di pundak Jesslyn. "Besok belanja bulanan ya, aku temenin."

Jesslyn mematikan kran air dan mengelap tangannya karena sudah selesai mencuci. Perempuan itu berbalik, masih dalam pelukan kekasihnya.

Tangan Jesslyn mengusak rambut Jeffrey yang sedikit basah, lalu turun ke pelipis laki-laki itu. Merambat pada luka disana yang Jesslyn tahu itu disebabkan oleh apa dan siapa. Tangannya terus turun mengusap pipi Jeffrey, lalu ke rahang laki-laki itu yang sudah mengeras. Mata Jesslyn bergerak mengikuti kemana tanganya bergerak, dan mata Jeffrey tak henti menandangi Jesslyn.

Saat tangan Jesslyn mendarat di dada Jeffrey, baru matanya menatap ke arah kekasihnya. "I love you." Ucap Jesslyn dengan suara pelan, namun tetap bisa di dengar oleh Jeffrey.

Jesslyn tidak tahu kapan dan bagaimana seorang Jeffrey bisa membuat hati Jesslyn luluh kembali. Yang ia tahu, Jeffrey memang selalu ada untuknya, terlebih saat Jesslyn membutuhkan seseorang disisinya.

Jeffrey adalah orang yang akan berlari paling kencang kearahnya bahkan hanya dengan pesan singat menanyakan 'Dimana?'. Jeffrey adalah orang yang sudah ada disana saat Jesslyn membutuhkan tempat untuk bersandar. Dan Jeffrey adalah orang yang akan selalu kembali, sekeras apapun Jesslyn memintanya untuk pergi.

"I love you more."

Jesslyn tersenyum. 'More' katanya. Tentu. Karena dari awal, memang Jeffrey yang terlebih dulu menaruh perasaannya pada Jesslyn. Bahkan saat Jesslyn masih menjadi kekasih sahabatnya. Tapi Jeffrey tidak seberengsek itu untuk mengungkapkannya. Ada juga masa dimana Jeffrey berusaha dengan keras untuk tidak jatuh terlalu dalam pada Jesslyn. Tapi melihat bagaimana perempuan itu diperlakukan oleh sahabatnya sendiri, perasaan Jeffrey jadi tidak bisa pergi dari hatinya.

"Do I deserve you, Jeff?" Suara Jesslyn sedikit serak saat menanyakan itu.

Jesslyn yakin ia memiliki perasaan yang sama terhadap Jeffrey. Mungkin tidak sebesar Jeffrey padanya, tetapi Jesslyn yakin perasaan itu ada.

Terkadang, ada beberapa hal yang membuat Jesslyn tidak yakin tentang perasaannya sendiri. Saat orang lain tidak bisa melihat kalau Jesslyn sudah sepenuhnya menaruh hati pada Jeffrey misalnya. Walaupun Sebenarnya Jesslyn tidak perlu menghiraukan 'apa kata orang'. Tapi rasanya tidak adil bagi Jesslyn. Jika orang lain bisa melihat sebesar apa perasaan Jeffrey pada Jesslyn, kenapa orang lain tidak bisa melihat perasaan Jesslyn terhadap Jeffrey?

"Do I deserve you, Jess?" Jeffrey balik bertanya, membuat Jesslyn tersenyum.

"You are more than enough." Jawab Jesslyn.

"So are you." Ucap Jeffrey, mengecup kening Jesslyn.

Jesslyn memejamkan matanya, merasakan betapa 'benar' nya saat ini. Hatinya membuncah, tidak seharusnya ia meragukan perasaannya sendiri yang memang ada untuk Jeffrey. Ya, ia tidak perlu meragukan itu.

- - -

The Way I Loved YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang